Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - PT Taspen (Persero) menjadi pelopor pembiayaan investasi di sektor infrastruktur yang bersumber dari pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah (PINA). Proyek Waskita Toll Road (WTR) menjadi pembiayaan infrastruktur pertama Taspen melalui skema PINA.
"Taspen didirikan atas inisiasi pemerintah dan pemegang sahamnya pun 100 persen pemerintah. Kami sebagai pengelola pun sangat senang apabila kami sudah bisa berperan aktif untuk menjadi salah satu booster-nya percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah," kata Direktur Investasi PT Taspen (Persero) Iman Firmansyah dalam acara talk show bertema "Pembiayaan Alternatif Penyediaan Infrastruktur" di kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jumat, 17 Februari 2017.
Kata Iman, investasi langsung di sektor infrastruktur diatur dan diperbolehkan dalam regulasi pengelolaan dana pensiun yang dikelola perseroan. "Sesuai dengan aturannya, kami diperkenankan bisa investasi langsung maksimum 10 persen," ujarnya.
Mengenai bisnis, menurut Iman, Taspen memiliki bisnis jangka panjang. "Kewajiban kami rata-rata adalah jangka panjang. Karena itu, kami juga harus melakukan switching dari instrumen jangka pendek dan menengah ke dalam instrumen investasi yang jangka panjang. Ini bisa dipenuhi dari alternatif investasi pembiayaan infrastruktur ini," tuturnya.
Iman menuturkan adanya penurunan tingkat hasil dari instrumen-instrumen investasi saat ini. Contohnya, dari deposito, obligasi korporasi, dan surat utang negara (SUN). "Karena itu, untuk memenuhi target hasil investasi dan laba yang ditargetkan pemegang saham dalam jangka pendek, serta tujuan investasi jangka panjang kami dalam rangka pemenuhan kewajiban manfaat jangka panjang, maka instrumen investasi dalam rangka pembiayaan infrastruktur ini menjadi pilihan utama kami saat ini," katanya.
Menurut Iman, keterlibatan Taspen berinvestasi di WTR merupakan yang pertama dalam proyek infrastruktur. Jumlah investasi di WTR ini baru mencakup dua persen dari satu program. "Kami mengelola dua program, yaitu program pensiun dan program tabungan hari tua atau THT. Sesuai aturannya, kami diperkenankan bisa investasi langsung maksimum 10 persen. Berarti, masih ada 8 persen di dana pensiun dan 9 persen di THT yang bisa digunakan untuk pembiayaan infrastruktur," ucapnya.
Namun, kata Iman, investasi perseroan harus mixing antara proyek green field dan brown field. Sebab, pemegang saham sudah menargetkan perseroan untuk pemenuhan hasil investasi dalam jangka pendek. Karena itu, investasi tidak boleh semua ditempatkan dalam proyek yang statusnya masih green filed yang ada grace period-nya. "Nah, pada saat grace period, kita kan tidak memperoleh hasil investasi apa pun. Jadi itu harus diikuti penempatan investasi di instrumen yang lain. Karena itu, kita mix agar target kewajiban jangka pendek tercapai dan kewajiban jangka panjangnya juga tercapai," ujar Iman.
Karena itu, kata Iman, untuk memenuhi target hasil investasi dan laba yang ditargetkan pemegang saham dalam jangka pendek dan tujuan investasi jangka panjang dalam rangka pemenuhan kewajiban manfaat jangka panjang, maka instrumen investasi dalam rangka pembiayaan infrastruktur ini menjadi pilihan utama perseroan. "Dan keterlibatan kami berinvestasi di WTR merupakan yang pertama dalam proyek infrastruktur," katanya. (*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini