Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak awal 1990-an, Jepang telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat dan bahkan resesi beberapa tahun kemudian. Hal ini disebabkan oleh masalah struktural yang dalam, seperti kurva IS yang vertikal dan kurva LM yang horizontal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kurva IS didefinisikan sebagai kurva yang menunjukkan hubungan antara berbagai tingkat bunga dengan pendapatan nasional yang menjamin (memungkinkan) pasar barang dalam keadaan seimbang. Pergeseran kurva IS menunjukkan terjadinya perubahan tingkat autonomus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara kurva LM adalah suatu kurva yang menggambarkan berbagai titik kombinasi antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan dimana permintaan uang sama dengan penawaran uang.
Dilansir dari ADB Institute, faktor utama yang menyebabkan masalah struktural termasuk demografi penuaan, alokasi transfer dari pemerintah pusat ke daerah, dan keengganan bank-bank Jepang untuk meminjamkan uang kepada bisnis startup dan UKM, terutama karena persyaratan modal Basel.
Dikutip dari CNN, akhir pekan lalu, selain faktor demografi, kontraksi ekonomi Jepang juga disebabkan oleh lemahnya konsumsi domestik, yang telah mendorong negara ini ke dalam resesi dan menyebabkan penurunan posisinya sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia setelah Jerman.
Pada akhir 2023, Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang menyusut 0,4 persen dalam tiga bulan terakhir, sebuah kontraksi yang jauh di bawah perkiraan pasar. Meskipun ada harapan akan pertumbuhan sebesar 1,4 persen secara tahunan pada kuartal tersebut, permintaan domestik tetap sangat lemah, sementara hanya permintaan eksternal yang memberikan kontribusi positif.
Kelemahan Yen juga telah berdampak signifikan pada biaya hidup, dengan 94 persen kebutuhan energi dasar dan 63 persen makanan Jepang diimpor, sehingga penurunan nilai Yen membuat biaya hidup lebih tinggi.
Meskipun mengalami resesi teknis, pasar Jepang tetap stabil, dengan indeks acuan Nikkei 225 menguat dan menutup di atas level 38.000 untuk pertama kalinya sejak tahun 1990.
Di tengah tantangan ini, prospek ekonomi Jepang memperlihatkan tanda-tanda pemulihan dari resesi. Konsumsi swasta diperkirakan akan membaik, didukung oleh stabilisasi inflasi dan perkiraan pertumbuhan upah, sementara investasi fasilitas diperkirakan akan meningkat berkat pendapatan perusahaan yang kuat dan permintaan teknologi informasi yang tinggi.
Analis juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi positif pada kuartal pertama tahun 2024, dengan pasar ekuitas Jepang yang menunjukkan kinerja luar biasa pada tahun 2023, didorong oleh reformasi perusahaan dan peningkatan laba ekuitas.
Pilihan editor: Ikuti Jepang Perekonomian Inggris Alami Resesi