Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, QUITO- – Ekuador diguncang gempa berkekuatan 7,8 pada skala Richter pada Sabtu malam waktu setempat. Gempa yang berpusat 27 kilometer dari Kota Muisne itu menewaskan 77 orang, melukai 588 orang, dan merobohkan gendung serta jembatan di Ibu Kota Quito.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia, Daryono, menduga gempa hebat itu dampak dari aktivitas subduksi lempeng Nazca yang menyusup ke bawah lempeng Amerika Selatan. Menurut dia, lempeng Nazca cukup aktif menunjang lempeng Amerika Selatan dengan kecepatan sekitar 40–53 milimeter per tahun. “Ekuador sering diguncang gempa kuat dan merusak karena zona subduksi kedua lempeng itu dekat daratan,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Berdasarkan analisis Badan Meteorologi, gempa tersebut dipicu oleh mekanisme penyesaran naik (thrust fault). Data-data mendukung dugaan kuat bahwa gempa tersebut akibat aktivitas subduksi lempeng.
Gempa Ekuador terjadi tak sampai 24 jam dari gempa besar yang dua kali mengguncang Pulau Kyushu, Jepang Selatan. Tepatnya di Prefektur Kumamoto, pada Kamis malam lalu dengan kekuatan 6,5 skala Richter, disusul Sabtu dinihari lalu berkekuatan 7,3 skala Richter. Menurut kantor berita NHK, dua gempa itu disusul 440 gempa kecil selama tiga hari terakhir.
Menurut Daryono, kedua gempa tak berhubungan. Meski begitu, ia mengingatkan, Indonesia memiliki banyak subduksi lempeng aktif seperti di Ekuador yang terdapat di sebelah barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, serta di Laut Banda.
Selain itu, di sebelah utara Sulawesi terdapat zona subduksi, termasuk subduksi dobel di lempeng Laut Maluku, serta subduksi lempeng di sebelah utara Papua. “Dibanding Ekuador, ancaman gempa subduksi lempeng lebih besar dialami negara kita yang seolah dikepung generator gempa dari berbagai arah,” demikian penjelasan Daryono.
Gempa Ekuador kemarin berada pada kedalaman 19 kilometer. Dengan lempeng subduksi di bawahnya, Ekuador langganan gempa besar sejak 1900. Selama satu abad negara ini diguncang tujuh kali gempa di atas 7 skala Richter.
Presiden Ekuador Rafael Correa mengumumkan darurat nasional. “Gempa ini yang terkuat menyerang Ekuador sejak 1979,” kata Correa di akun Twitter, yang langsung mengakhiri lawatannya di Italia.
Adapun Wakil Presiden Ekuador Jorge Glas menyatakan keadaan darurat di enam provinsi: Esmeralda, Los Rios, Manabi, Santa Elena, Guayas, dan Santo Domingo. “Sebanyak 10 ribu tentara dan 3.500 polisi dikerahkan ke area bencana,” kata Glas seperti dikutip NBC News, kemarin.
Hingga kemarin, Kementerian Luar Negeri RI memastikan tidak ada warga negara Indonesia menjadi korban. “Tidak ada laporan WNI yang menjadi korban,” demikian pernyataan Kementerian dalam rilisnya, kemarin. Menurut data KBRI di Quito, jumlah WNI di Ekuador sebanyak 45 orang dan mayoritas tinggal di pegunungan. Hanya dua WNI berprofesi pelaut terdata di area Manta, dekat lokasi gempa.
L ANWAR SISWADI | NATALIA SANTI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini