Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UPACARA "perpisahan" itu diselengi garakan dalam suasana tertib dan khidmat. Begitu Perdana Menteri Italia Bettino Craxi, dan Kepala Urusan Luar Negeri Vatikan, Kardinal Agostino Casaroli, membubuhkan tanda tangan, tamatlah pertalian yan sudah terialin 55 tahun. Katolik Roma dinyatakan bukan lagi "agama negara" bagi Italia. Konkordat baru ini, yang diresmikan dua pekan lalu, dengan sendirinya membatalkan perjanjian yang pernah ditandatangani diktator Benito Mussolini dan Gereja Katolik, 11 Februari 1929. Dengan konkordat ini pula, Roma tak lagi bergelar "Kota Suci". Artinya, kini pemerintah Italia tak perlu ambil pusing terhadap buku dan film yang bisa dianggap merusakkan iman Katolik atau mencela kepausan. Isu pro-kontra mengenai "agama negara" sebetulnya sudah menghangat dalam 20 tahun terakhir. Namun, negosiasi baru dimulai sejak sekitar delapan tahun lalu. Pada awal 1960-an, dalam Konsili Vatikan II, Gereja memutuskan untuk mengambil jarak dari kegiatan politik sehari-hari. Proses ini kemudian didorong oleh berbagai perkembangan, terutama undang-undang perceraian yang hendak dipaksakan Gereja bagi pemerintah Italia pada 1974. Berdasarkan referendum, mayoritas penduduk Italia, yang 97% beragama Katolik, meno!ak undang-undang itu. Tujuh tahun kemudian, parlemen Italia meluluskan sebuah undang-undang yang menghalalkan pengguguran kandungan. Vatikan naik pitam, dan kembali menuntut sebuah referendum. Sayangnya, kali ini pun mereka kecewa. Mayoritas suara mendukung undang-undang tadi. Bagi Craxi, yang sudah lama terkenal sebagai politikus sekuler, penandatanganan ini bagaikan sebuah kemenangan pribadi. Perdana Menteri Giovanni Spadolini, yang bukan berasal dari Kristen Demokrat, pada 1982 sebetulnya hampir berhasil meresmikan konkordat serupa. Tapi negosiasi tertunda karena Banco Ambrosiano, salah satu bank Italia terbesar, porak-poranda. Bank ini terlibat urusan selingkuh. Direkturnya, Roberto Calvi, ditemukan mati di London, Juni tahun itu. Bank Vatikan ikut memiliki Bank Ambrosiano. Dan Calvi diketahui akrab dengan Vatikan. Dalam suasana dukacita seperti itu kedua belah pihak memutuskan untuk menunda pembicaraan. Dalam upacara penandatanganan itu, Craxi menyebut konkordat baru ini "mencerminkan hubungan baru antara Gereja dan masyarakat politik." Dengan konkordat ini, sejumlah lembaga keagamaan, juga pejabat gereja tertentu, tak lagi menerima tunjangan dari pemerintah Italia. Akad nikah juga tidak lagi mutlak harus dilakukan di depan pastor. Pasangan yang akan menaiki pelaminan boleh berikrar di depan catatan sipil. Di bidang pendidikan, konkordat membawa perubahan besar dalam mata pelajaran agama. Sebelum ini, mata pelajaran itu dinyatakan sebagai "pondasi dan mahkota pendidikan masyarakat". Kini, pelajaran agama di sekolah-sekolah tinggal sebagai mata pelajaran pilihan. Namun, tidak semua dari ketiga bagian penting Konkordat 1929 mengalami perubahan. Kota Vatikan masih diakui sebagai negara berdaulat, dengan hak-haknya yang utuh. Pemerintah Italia akan mengakui perkawinan yang dikukuhkan Gereja. Sekolah-sekolah Katolik diberi kebebasan sepenuhnya. Imam-imam Katolik dibebaskan dari dinas militer. Di balik konkordat bersejarah ini agaknya terselip juga faktor etnis. Gereja Katolik Italia tampaknya kurang bersemangat setelah pengangkatan Paus Yohannes Paulus II yang bukan Italia. Para pemimpin Kristen Demokrat, yang dulu menjadi pembela-pembela tangguh Vatikan, kurang akrab dengan paus Polandia ini. "Ia memang populer, tapi kalah populer dengan Presiden Sandro Pertini," tulis koran International Herald Tribune.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo