Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEADAAN Kamboja tidaklah seaman yang digambarkan para
pembesarnya di Phnom Penh. Begitu kesimpulan dua wartawan
Amerika -- Richard Dudman dan Elizabeth Becker - yang baru saja
berkunjung ke Kamboja atas undangan pemerintah. "Kesan bahwa
negeri ini sedang berada dalam keadaan perang sama sekali tidak
bisa dihindari," tulis Richard Dudman. Mereka diberi penjagaan
ketat. Pihak yang anti - pemerintah toh bisa berhasil menyerbu
ke dalam wisma tamu di Phnom Penh dan membunuh Malcolm Caldwell,
sarjana Inggeris yang dikenal luas sebagai simpatisan
pemerintahan Pol Pot. Ia seorang Marxist tapi pada saat yang
san-a juga seorang skeptis. Beberapa hari sebelum tertembak
dalam kamarnya (lihat Matinya Pengunjung) ia menyatakan
kecemasannya mengenai kebijaksanaan yang ditempuh rezim Pol Pot.
"Saya cemas, apakah para kader tidak takut akan keselamatan
mereka jika berada di tengah-tengah massa, " kata Caldwell. Tapi
Caldwell juga skeptis terhadap pemberitaan mengenai
pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh rezim Pol Pot.
Yang jelas sekarang ini setiap orang memang cemas berada di
tempat umum tanpa pengawalan. Selain karena intervensi Vietnam,
di Kamboja sendiri terjadi perpecahan. Front Keselamatan
Nasional Kamboja yang menentang rezim Pol Pot secara resmi sudah
muncul.
Pasukan Vietnam nampak mengurangi keterlibatan langsungnya
setelah adanya Front itu. Para pengamat di Bangkok serta sumber
intelijen di wilayah Kamboja merasa yakin akan adanya pembagian
tugas antara Hanoi dan Front itu. Meski demikian, akibat invasi
Vietnam tahun silam, sebagian wilayah Paruh Bebek -- berbatasan
dengan bekas Vietnam Selatan -- kini praktis tidak bisa
dikontrol lagi oleh pasukan Kamboja.
Keadaan Kamboja sekarang ini mirip dengan situasi di situ
beberapa bulan sebelum jawhnya rezim Lon Nol. Ketika itu tentara
Lon Nol memang masih bebas berkendaraan di jalan raya. Tapi
beberapa kilometer dari situ, pasukan Khmer Merah sudah
mempunyai basis. Sekarang pun demikian. Kenyataan ini nampaknya
secara tidak langsung diakui Pol Pot. "Kami tidak bisa
menghadapi pasukan Vietnam secara frontal. Mereka kuat. Tapi
kami akan melakukan perang berlarut-larut," katanya.
Wartawan Amerika yang mengunjungi Kamboja beberapa hari yang
lalu memang tidak melihat kesiapan tempur untuk suatu perang
frontal. Ini nampaknya sejalan dengan pernyataan Pol Pot bahwa
jenis perang di wilayah Kamboja kini amat berbeda dengan perang
ketika Vietnam tahun silam mengerahkan pasukannya secara
besar-besaran. Secara tidak langsung Cina memegang peranan bagi
perubahan itu. Dengan memancing provokasi di perbatasan
Cina-Vietnam, Cina berhasil mengalihkan pemusatan perhatian
Hanoi dari wilayah Kamboja.
Aktivitas langsung dan terbuka Vietnam di Kamboja hari-hari ini
terutama terpusat pada kampanye mendukung Front Keselamatan
itulah. Phnom Penh menuduh Hanoi membentuk Front itu yang malah
berpusat di Saigon. Pekan silam, Wakil Perdana Menteri Vietnam,
Nguyen Duy Trinh, membantah tuduhan itu, walaupun memperkuat
dukungan pemerintahnya terhadap Front tersebut.
Sementara kekisruhan itu melanda Kamboja, pemerintah Phnom Penh
memulai suatu kebijaksanaan terbuka terhadap dunia luar. Selain
mengundang wartawari Amerika, kini hampir setiap pekannya --
menumpang pesawat dari Peking tiap Sabtu -- sejumlah tamu
berdatangan ke Phnom Penh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo