Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Eksklusif- Wakil Menlu Polandia: Kami Tak Berpaling dari Suriah

Wakil Menlu Maglerowki mengatakan, Polandia mengutuk serangan kimia di Suriah namun tidak menerima masuknya pengungsi Suriah ke negara itu.

24 April 2018 | 08.05 WIB

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Polandia, Marek Magierowski. TEMPO/Fakhri Hermansyah
Perbesar
Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Polandia, Marek Magierowski. TEMPO/Fakhri Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Belum genap empat bulan menjadi anggota tidak tetap, Polandia telah bersuara lantang di Dewan Keamanan PBB. Pada 8 April lalu, Polandia dan delapan negara anggota lainnya menyerukan sidang darurat tentang laporan serangan senjata kimia di Suriah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Serangan kimia adalah pelanggaran hukum internasional. Kami mengutuk terjadinya serangan senjata kimia di Suriah," kata Wakil Menteri Luar Negeri Polandia Marek Magierowski kepada Tempo di sela lawatannya di Jakarta, Kamis, 12 April 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bersama Wakil Menteri Energi Grzegorz Tobiszowski, Magierowski mengajak 15 delegasi pebisnis Polandia--kebanyakan dari sektor energi dan pertambangan ke Indonesia pada 11-12 April 2018.

"Sektor ini penting karena sebagian besar ekonomi Polandia bergantung pada ekstraksi batu bara dan produksi energi dari batu bara," ujarnya.

Presiden Joko Widodo bertemu Perdana Menteri Polandia Beata Szydlo di Beijing, Cina, 14 Mei 2017. Jokowi mendorong kerja sama maritim hingga pembukaan rute penerbangan Jakarta-Warsawa. Biro Pers Sekretariat Presiden.

Baca: Setelah Dikritik, Polandia Terima 60 Keluarga Kristen Suriah

Magierowski menerima wartawan Tempo Mahardika Satria Hadi di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Dalam sebuah wawancara selama 25 menit, pria kelahiran 12 Februari 1971 di Bystrzyca Kodzka, berbagi cerita tentang hubungan bilateral kedua negara dan krisis akibat pengungsi yang melanda Eropa, hingga desakan Polandia kepada Dewan Keamanan PBB untuk bertindak dalam menyikapi penggunaan senjata kimia di Suriah.

"Komunitas internasional harus dengan suara bulat mengutuk kekejaman semacam ini di Suriah terlepas dari siapa yang sebenarnya melakukan itu," kata Magierowski, pernah menjadi jurnalis selama 20 tahun. Berikut petikan wawancaranya.

Apa sektor kerja sama yang dijajaki dalam pertemuan Anda dengan pejabat Indonesia?

Sektor pertambangan dan energi sangat penting bagi kami. Sebab, perekonomian Polandia sebagian besar bergantung pada ekstraksi batu bara dan produksi energi dari batu bara. Saya paham pro dan kontra yang menyertainya, terutama ketika menyangkut pembicaraan tentang perubahan iklim dan kebutuhan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Lalu apa solusi dari pemerintah Anda?

Kami mengembangkan teknologi hijau untuk memerangi emisi gas rumah kaca. Ada beberapa perusahaan Polandia yang akan mengekspor teknologi hijau itu, termasuk ke Indonesia yang juga menjadikan sektor pertambangan sebagai hal yang penting. Apalagi Indonesia, dengan 17 ribu pulau, ingin mencukupi kebutuhan energi sendiri. Ini yang kami tawaran untuk Indonesia.

Anda membawa delegasi pengusaha dari Polandia..

Saya mengajak 15 perusahaan. Ada satu perusahaan, JSW (Jastrzbska Spóka Wglowa S.A.), yang mengkhususkan diri dalam penambangan dan produksi batu bara. Mereka juga mengembangkan teknologi hijau yang tentunya sangat menarik bagi perusahaan Indonesia.

 Anda juga menjajaki sektor lain?

Kami ingin mengekspor lebih banyak makanan ke Indonesia, seperti halnya ke Cina, India dan negara-negara Asia lainnya. Sayangnya, pasar Asia tidak sebebas Uni Eropa. Ini salah satu topik yang saya bicarakan selama konsultasi politik dengan sejumlah pejabat Indonesia. Kami ingin pemerintah Indonesia membuka pasar untuk produk makanan Polandia.

Baca: Pascateror Brussels, Polandia Tolak Pengungsi

 Apa saja produk makanan yang diekspor?

Kami menawarkan makanan organik yang sehat, produk asla Polandia yang telah dikenal di seluruh dunia. Sayuran, buah, dan daging halal. Untungnya kami memiliki banyak perusahaan Polandia yang telah memperoleh izin untuk mengekspor makanan halal ke Indonesia.

Indonesia menghadapi konservatisme Islam yang tengah menguat. Bagaimana Anda melihat fenomena ini?

Kebangkitan ekstremisme Islam tidak hanya terjadi di negara-negara muslim, tapi juga di Eropa, seperti Prancis, Jerman, negara-negara Skandinavia. Saya percaya Indonesia akan tetap menjadi contoh bagi banyak negara muslim, khususnya dari Timur Tengah. Sebab, pihak berwenang Indonesia memperlakukan penganut Katolik, Protestan, dan perwakilan agama lain dengan baik.

Apakah Polandia menghadapi fenomena serupa?

Untungnya kami tidak harus menghadapi masalah ekstremisme Islam. Kami tidak memiliki komunitas muslim seperti di Prancis. Di sisi lain, kekuatan sayap kanan populis di Polandia juga lemah. Jika Anda melihat jajak pendapat, dukungan untuk mereka bahkan tidak mencapai 0,5 persen. Tidak ada basis pemilih untuk partai sayap kanan yang anti-muslim di Polandia.

Bagaimana Anda menyikapi meruyaknya kekuatan sayap kanan di Eropa?

Kami prihatin dengan munculnya populisme sayap kanan di sejumlah negara di Eropa barat. Di Prancis, misalnya, ada Marine Le Pen, pemimpin Front National. Mereka memiliki pandangan ekstrem tentang Islam dan komunitas muslim di Prancis.

Seorang anak laki-laki membawa barang-barang di antara bangunan yang rusak akibat pertempuran di kota Douma, Suriah, 16 April 2018. REUTERS/Omar Sanadiki

Bagaimana dengan Polandia?

Saya sendiri seorang wakil dari pemerintah yang konservatif. Saya tidak akan pernah menyebut partai penguasa di Polandia saat ini sebagai partai sayap kanan atau kanan-jauh.

Berapa banyak populasi muslim di Polandia?

Sekitar 60 ribu orang, kurang dari 1 persen populasi. Kebanyakan mereka tinggal di timur laut Polandia. Namun mereka bukan kaum pendatang. Mereka telah turun-temurun selama 600 tahun dan telah hidup menyatu dengan masyarakat Polandia.

Jadi, negara Anda tidak menampung pendatang muslim?

Kami tidak menampung pendatang muslim dari negara-negara Arab. Namun kami memiliki sekitar satu juta imigran asal Ukraina yang tinggal dan bekerja di Polandia. Mereka imigran ekonomi yang berpindah bukan karena alasan politik. Pada 2017, Polandia menyerap lebih dari 60 persen imigran ekonomi yang tiba di Uni Eropa. Kebanyakan mereka dari Ukraina.

Baca: Di Inggris, Imigran Polandia Paling Produktif

Mengapa Polandia tidak menerima pengungsi dari negara-negara Arab?

Skema relokasi yang diajukan Komisi Uni Eropa tidak berhasil. Kami tidak ikut skema untuk menampung pengungsi dari negara-negara muslim itu. Kami mengusulkan untuk mengatasi masalah pada akarnya. Di Suriah, Libanon, Yordania, kami banyak membantu para pengungsi yang tinggal di kamp-kamp pengungsi. Kami menambah dana amal kemanusiaan dan bantuan pembangunan ke negara-negara itu. Kami tidak berpaling dari para pengungsi Suriah.

Ada berapa pengungsi yang dibebankan ke Polandia?

Komisi Uni Eropa meminta Polandia menampung 7.000 pengungsi. Ini sangat sulit bagi kami. Saya punya anekdot yang kerap dilontarkan Presiden Polandia Andrzej Duda. "Kita bisa menerima 7.000 pengungsi di tanah Polandia, tetapi apa yang harus kita lakukan dengan mereka? Haruskah kita menempatkan mereka di kamp-kamp detensi? Mereka orang-orang bebas yang dapat pindah ke negara lain, tidak ada batasan dalam wilayah Uni Eropa."

Mengapa Polandia menyerukan sidang darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas laporan serangan senjata kimia di Suriah?

Kami akan menjadi tuan rumah pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Mei mendatang. Hukum internasional jadi prioritas kami. Serangan kimia adalah pelanggaran hukum internasional. Kami mengutuk serangan kimia di Suriah. Komunitas internasional harus dengan suara bulat mengutuk kekejaman semacam ini di Suriah, terlepas dari siapa yang sebenarnya melakukan itu.

Bagaimana Anda melihat konflik Suriah yang tak kunjung berakhir?

Kekerasan di Suriah harus dihentikan. Jika kita tidak berkomitmen untuk mengakhiri perang saudara di negara itu, kita tidak akan pernah dapat menangani krisis akibat pengungsi secara efisien, karena gelombang pendatang tidak akan pernah berakhir.

Mahardika Satria hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus