Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Eropa Mau Buat Pasukan Medis Antisipasi Gelombang Kedua Covid-19

Negara-negara Eropa berencana mengembangkan "pasukan medis" untuk menghadapi gelombang kedua Covid-19 setelah lockdown dicabut.

23 Juni 2020 | 09.00 WIB

Petugas medis berada di ruang unit gawat darurat saat mengecek kondisi pasien virus corona atau Covid-19 di Rumah sakit Circolo di Varese, Italia, 9 April 2020.  REUTERS/Flavio Lo Scalzo
Perbesar
Petugas medis berada di ruang unit gawat darurat saat mengecek kondisi pasien virus corona atau Covid-19 di Rumah sakit Circolo di Varese, Italia, 9 April 2020. REUTERS/Flavio Lo Scalzo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Negara-negara Eropa berencana mengembangkan "pasukan medis" untuk mengantisipasi gelombang kedua Covid-19 setelah lockdown dicabut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Orang Eropa mulai menikmati pelonggaran lockdown virus corona secara bertahap, tetapi di rumah sakit mereka sudah bersiap untuk gelombang infeksi berikutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa spesialis perawatan intensif berusaha untuk merekrut staf yang lebih permanen. Yang lain ingin membuat "pasukan" cadangan profesional medis yang siap ditempatkan di mana pun untuk bekerja di bangsal dengan pasien yang sakit parah.

Negara-negara Eropa telah memberikan kursus kilat kepada petugas medis tentang cara menangani pasien Covid-19, dan sekarang mencari cara untuk melatih kembali staf untuk menghindari kekurangan pekerja inti jika ada gelombang kedua virus corona.

"Kami membutuhkan pasukan kesehatan," kata Maurizio Cecconi, presiden terpilih European Society of Intensive Care Medicine (ESICM), yang menyatukan tenaga medis dari seluruh dunia yang bekerja di bangsal dengan pasien yang sangat sakit, dikutip dari Reuters, 22 Juni 2020.

Cecconi, yang mengepalai departemen perawatan intensif di rumah sakit Humanitas di Milan, mengatakan staf medis harus lebih fleksibel dalam pekerjaan yang mereka lakukan, dan lebih banyak bergerak.

"Jika ada gelombang besar lainnya, kita harus siap untuk mengerahkan dokter dan perawat dari daerah terdekat di Italia. Ini tidak banyak terjadi pada gelombang pertama," katanya.

Banyak negara yang tidak siap menghadapi pandemi Covid-19 pada bulan Maret dan April, dan buru-buru melatih kembali petugas medis untuk bekerja dengan pasien dengan kasus penyakit yang parah, untuk meningkatkan jumlah dan mengganti mereka yang jatuh sakit.

Beberapa negara mengirim mahasiswa kedokteran dan pensiunan dokter untuk membantu tim medis di ruang perawatan intensif ketika staf rumah sakit kewalahan. Mereka yang paling terpukul oleh pandemi itu harus menyediakan lebih banyak tempat tidur dan peralatan penting untuk unit perawatan akut, dan beberapa membangun rumah sakit baru.

Namun, masih ada masalah dan kekurangan. Italia, misalnya, mungkin perlu meningkatkan 50% jumlah ahli anestesi, ahli resusitasi, dan tenaga medis lain yang telah bekerja di perawatan intensif, menurut masyarakat perawatan intensif Italia SIAARTI.

Petugas medis membawa pasien positif virus corona atau Covid-19 ke dalam kereta cepat TGV di Strasbourg, Prancis, 3 Maret 2020. Kasus meninggal akibat virus corona di Prancis mencapai 6.507 kasus. PIXELLATIONS FROM SOURCE Patrick Hertzog/Pool via REUTERS

Di seluruh Eropa, rumah sakit telah melatih kembali ahli bedah, ahli jantung, dokter penyakit dalam dan perawat dari departemen lain, dan telah memindahkan mereka ke unit perawatan intensif bila diperlukan.

Banyak yang menghadiri kursus kilat tentang cara menangani pasien Covid-19, kata Jozef Kesecioglu, presiden ESICM dan kepala perawatan intensif di Pusat Medis Universitas Utrecht, di Belanda.

"Kami memberi mereka pekerjaan dengan tanggung jawab yang kurang, seperti membersihkan pasien, membalikkan pasien, memeriksa paru-paru atau melihat pindaian," kata Kesecioglu.

Spesialis perawatan intensif terus melakukan pekerjaan yang paling rumit, seperti menangani tabung di tenggorokan pasien atau menyesuaikan ventilasi mekanis, kata Kesecioglu.

Dia berencana untuk memanggil kembali orang yang sama untuk menawarkan mereka lebih banyak pelatihan. Dalam keadaan normal, pekerja perawatan intensif menjalani pelatihan bertahun-tahun tetapi dia berkata, "Kita tidak harus menunggu sampai gelombang baru datang, kita harus memberi mereka pelatihan reguler."

Belanda sedang mencoba untuk merekrut lebih banyak pekerja terampil dan berharap untuk mempersempit kesenjangan struktural dalam tenaga perawatan intensif, kata Erasmus Medical Centre Rotterdam, salah satu rumah sakit universitas terbesar di Eropa.

SIAARTI mengatakan mahasiswa kedokteran yang berspesialisasi dalam kedokteran perawatan intensif harus diintegrasikan sepenuhnya ke bangsal selama dua tahun terakhir dari masa pelatihan lima tahun mereka, dan telah merekomendasikan insentif keuangan yang ditawarkan untuk menarik lebih banyak mahasiswa.

Komisi Eropa, eksekutif Uni Eropa, mendanai transfer staf medis lintas batas ke negara-negara yang paling terkena dampak pada puncak krisis virus corona.

Pada bulan April, tim "dokter terbang" dikirim dari Norwegia dan Romania ke Italia.

Tetapi proyek percobaan ini gagal mengumpulkan banyak dukungan, dan Cecconi mengatakan memindahkan dokter dari satu negara ke negara lain harus menjadi satu dari sekian opsi tetapi bukan pilihan pertama, karena hambatan bahasa membuat mereka kurang efektif, kata Cecconi.

Beberapa pasien juga dipindahkan untuk menerima perawatan. Prancis memindahkan beberapa pasien ke daerah yang kurang terpengaruh di negara itu dan mengirim yang lain ke Jerman, yang juga menerima pasien Covid-19 dari Italia.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus