Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KISAH tiga teroris Korea Utara yang meledakkan Mausoleum Martir di Rangoon, 9 Oktober 1983, bak cerita flim. "Mirip James Bond," tulis Patrice de Beer di koran mingguan The Guardian edisi 22 Januari. Target misi Korea Utara itu adalah membunuh presiden Korea Selatan Chun Doo Hwan yang tengah melawat ke Burma. Awal kisah, menurut pengakuan anggota misi, Kapten Kang Min-chul, di pengadilan, bermula dari ketidaksenangan pemerintah Korea Utara atas kunjungan Chun Doo Hwan ke Burma. Lalu Jenderal Kang Chang-su, perwira tinggi yang dekat dengan Kim Jung Il, ahli waris Presiden Kim Il Sung, mengirim tiga orang anggota komando untuk menghabisi Chun Doo Hwan di Rangoon. Mereka adalah Kapten Kang Minchul, Kapten Sin Ki-chol, dan Mayor Zin Mo - semuanya berasal dari kesatuan yang ditempatkan di Kaesong yang terletak di perbatasan Korea Utara dan Selatan. Ketiga komando itu bertolak dengan kapal Tong Gonge Gukho dari Ch'ongjin, 9 September 1983. Tiba di Rangoon dua belas hari kemudian. Karena dilarang masuk pelabuhan, denan pura-pura ada kebocoran, kapal barang itu membuang sauh di muara Sungai Rangoon. Naik ke darat secara diam-diam ketiga komando itu kemudian bersembunyi selama dua minggu di rumah staf kedutaan besar Korea Utara, Chun Chang-hui. Pada 8 Oktober malam, kedua kapten itu mengunjungi mausoleum, yang akan dikunjungi Chun Doo Hwan paginya. Dua bom sempat mereka pasang di langit-langit mausoleum sebelum pasukan keamanan Burma datang memeriksa dan menjaga tempat itu. Bom itu, yang diledakkan Mayor Zin Mo dengan pengontrol jarak jauh, memang minta nyawa - tiga di antaranya menteri senior Korea Selatan. Tapi Presiden Chun Doo Hwan selamat. Ia, terlambat lima menit tiba di tempat upacara. Jalanan macet. Sial masih mengikuti ketiga teroris itu. Tak seorang pun di antara mereka menguasai bahasa Burma. Akibatnya, mereka terpaksa berlagak gagu. Bila disapa orang, mereka cuma menjawab: "Ah! Ah!" Ketika seorang Burma meminjam pena Zin Mo dan memintanya memberi penjelasan dengan tulisan, mayor itu merampas kembali penanya, dan langsung lari menuju kapalnya di muara Sungai Rangoon. Tapi waktu merenangi Kali Pazundaung, ia tertangkap. Masyarakat mengiranya maling. Zin Mo ternyata tak mau menyerah begitu saja. Ia lalu mencabut per granat yang dibawanya. Tapi granat itu keburu meledak sebelum sempat dilempar. Ia dan beberapa pengejarnya terluka. Dua anak buah Zin Mo lari ke arah lain. Seorang tukang perahu menguntitnya sampai ke Desa Thakhutpin, dan kemudian memanggil polisi. Kapten Sin mencoba melawan dengan meledakkan granat. Tapi ia sendiri yang kehilangan nyawa. Akan halnya Kapten Kang, yang berhasil melarikan diri untuk sementara, ditangkap lagi setelah membunuh tiga tentara dan melukai seorang lainnya dengan granat. Bukti keterlibatan Korea Utara dalam pemboman Mausoleum Martir terungkap dari identifikasi senjata, terjebaknya Kang Min-chul di tangan interogator. Dalam suatu pancingan, Kang balik bertanya. "Apakah Presiden Chun terbunuh?" "Ya," jawab interogator. Begitu mendengar jawaban itu, Kang langsung berseru, "Misi telah terlaksana!" Ketahuan kejebak, Kang buru-buru mengaku bukan dari Korea Utara, melainkan dari komplotan anti Chun Doo Hwan. Reaksi Korea Utara? Menurut mereka, episode di Rangoon itu adalah sandiwara: "Kenyataan bahwa Chun yang mengorganisir penyerangan terhadap dirinya terbukti dengan lolosnya dia dari sergapan itu."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo