Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 3.500 tentara dari Divisi Airborne ke-82 Amerika Serikat menuju ke Timur Tengah, setelah kematian Jenderal Garda Revolusi Iran Qassem Soleimani oleh serangan drone AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keluarga tentara dan masyarakat di dekat pangkalan Fort Bragg tergesa-gesa menyampaikan perpisahan kepada tentara yang akan dikirim ke Timur Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penyelenggara yang mengadakan dongeng bulanan untuk anak-anak prajurit berencana menghabiskan sebagian dari pertemuan mereka berikutnya dengan membuat pita kuning. Seorang pemilik toko donat yang sering menyumbangkan barang-barang untuk pasukan yang sedang berdinas di luar, telah menghabiskan beberapa hari terakhir ini dengan mengumpulkan ratusan kue.
Jade Morales, seorang istri militer muda, menyambut tahun baru dengan perasaan sangat gelisah ketika suaminya, yang hampir pensiun dari Angkatan Darat Amerika Serikat, bergegas ke situasi yang tidak pasti.
"Kami tidak siap untuk ini," kata Morales, yang masih berusia 20 tahun, dikutip dari New York Times, 5 Januari 2020.
Dalam sebuah lingkungan yang sudah lama terbiasa dengan ritme kehidupan militer sehari-hari, gejolak ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran dalam beberapa hari terakhir membuat mereka gelisah. Di Fort Bragg, sekitar 3.500 tentara di Divisi Lintas Udara atau Airborne ke-82 Angkatan Darat Amerika Serikat diperintahkan ke Timur Tengah. Ini adalah salah satu mobilisasi cepat terbesar dalam beberapa puluh tahun. Dianggap sebagai pasukan respons cepat bangsa, divisi ini dilatih untuk lepas landas dalam jumlah besar hanya dalam 18 jam setelah perintah tiba.
"Ini adalah Amerika 911," kata Brian Knight, direktur area United Service Organisation. "Presiden mengangkat telepon dan telepon berdering di Fort Bragg."
Pangkalan Fort Bragg terus siaga, dengan pasukan selalu diposisikan untuk bertindak. Tetapi dua dekade perang yang terjadi setelah 11 September 2001, serangan teroris telah menjadi tugas rutin di luar negeri dan direncanakan jauh sebelumnya.
Sekarang, mobilisasi "tanpa pemberitahuan" telah mengguncang keluarga karena tentara diberikan waktu yang sangat sedikit untuk berkemas dan pergi.
Puluhan warga mengikuti rangkaian pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani di Baghdad, Irak, 4 Januari 2020. Mayor Jenderal Qassim Suleimani, merupakan komandan keamanan dan intelijen Iran yang bertanggung jawab atas kematian ratusan tentara Amerika selama bertahun-tahun. REUTERS/Khalid al-Mousily
Di Facebook, istri seorang prajurit yang dikerahkan baru-baru ini mengakui, "Saya perlahan-lahan kehilangan kewarasan saya," mencatat bahwa ia hamil dan 12 jam jauhnya dari anggota keluarganya yang lain. Di tempat pembuatan bir lokal, Ashley Thompson, seorang guru, bertanya-tanya apakah ada muridnya yang akan kembali ke kelas minggu depan.
"Saya akan mencari tahu apakah anak-anak saya memiliki orang tua yang anak-anaknya dikirim," katanya. "Itu akan sulit."
Fort Bragg, yang membentang di lebih dari 160.000 hektar dan meliputi enam kabupaten di padang pasir North Carolina, adalah pangkalan untuk pasukan operasi udara dan khusus, yang menampung lebih dari 50.000 personel militer aktif. Sekitar 10 persen dari pasukan Angkatan Darat berlabuh di sana, tepat di luar Fayetteville, sebuah kota berpenduduk sekitar 200.000 orang.
Bendera merah dalam tradisi Syiah melambangkan balas dendam berdarah.[The Sun]
Mobilisasi di Fort Bragg dilakukan setelah Mayor Jenderal Qassem Suleimani, seorang komandan Iran yang kuat dan berpengaruh, terbunuh dalam serangan udara yang diklaim Presiden Trump untuk menghentikan perang.
Tetapi kematian Jenderal Qassem Soleimani juga telah meningkatkan gesekan dengan Iran, yang bersumpah untuk membalas dendam dengan perang Jihad, dan Perang Dunia III atau World War 3 menjadi diskusi para ahli dan perhatian warga Internet.
Di puluhan ribu kilometer jauhnya, sebuah bendera merah dikibarkan di Masjid Jamkaran, Qoms, Iran, seperti disiarkan di televisi satelit Hizbullah di Lebanon, Al Manar.
Bendera merah adalah tradisi Muslim Syiah untuk pertempuran hebat, dan pada momen ini sebagai lambang balas dendam untuk Jenderal Qassem Soleimani, dikutip dari laporan Express.co.uk.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khameini telah menyatakan balas dendam seberat-beratnya untuk Jenderal Qassem Soleimani, dan menyebut balas dendam ini sebagai perang Jihad bagi Iran.