Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Hari-hari muram di polandia

Pm. wojctech jaruzelski mengumumkan keadaan darurat di polandia. terjadi penangkapan besar-besaran terhadap anggota solidaritas yang dicurigai dan dituduh berusaha menumbangkan sistem komunis. keadaan ekonomi gawat.

26 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELAS truk bermuatan polisi dengan suara gemuruh bergerak menuju Jalan Mokotowska, Warsawa. Salju masih turun malam itu. Secara mendadak mereka mengepung bangunan bertingkat lima-kantor pusat Solidaritas. (Solidarnosc), serikat buruh bebas Polandia. Beberapa jam kemudian, 13 Desember pagi, Jenderal Wojciech Jaruzelski, PM merangkap Sekretaris Pertama Partai Persatuan Pekerja Polandia (P4), lewat pidato radio menyatakan Keadaan Darurat di seluruh negeri itu. "Negeri kita sudah di tepi jurang (kehancuran)," katanya dengan suara gemetar. "Kemerosotan moral dan kekacauan sudah mencapai tingkat yang membahayakan." Karenanya, Jaruzelski kemudian melarang semua organisasi menyelenggarakan kegiatan politik dan pertemuan apalagi berbentuk demonstrasi dan pemogokan. Dan untuk menjamin terselenggaranya pemerintahan sehari-hari, dia mengumumkan pembentukan Dewan Keselamatan Nasional yang beranggotakan 20 perwira tinggi dan menengah. "Kami tidak bermaksud mengambil alih kekuasaan (dan menggantikannya) dengan pemerintahan diktator militer," katanya memberi alasan pembentukan dewan itu. Tapi "Polandia adalah dan tetap akan merupakan kekuatan Pakta Warsawa serta tak akan mundur dari keanggotaan masyarakat sosialis." Pidato Jaruzelski selama 23 menit itu jelas ditujukan pada Solidaritas. Sehari sebelum pengumuman Keadaan Darurat, sejumlah pemimpin serikat buruh bebas itu (juga Lech Walesa, ketuanya) menyelenggarakan pertemuan di Gdansk. Dari kota kelahiran Solidaritas tersebut, mereka meminta agar pemerintah segera menyelenggarakan referendum untuk mendirikan pemerintahan nonkomunis dan meninjau kembali hubungan militer Polandia dengan Uni Soviet. Mereka juga menyerukan pemogokan total di seluruh Polandia jika pemerintah memberlakukan Keadaan Darurat. Ultimatum dan ancaman itu, tentu saja, menggusarkan para penguasa militer di Warsawa. Solidaritas, demikian Jenderal Jaruzelski, membikin Polandia kacau. Dengan dalih demi pemulihan keamanan, penguasa militer segera melancarkan pembersihan. Ribuan anggota dan sejumlah pemimpin Solidaritas ditangkap. Bekas Sekretaris P4 Edward Gierek, bekas PM Piotr Jaroszewicz, dan 15 anggota Politbiro juga ditahan. Sampai pekan lalu, jumlah tahanan politik tersebut konon sudah mencapai 45 ribu orang. Sementara itu, Lech Walesa dikabarkan masih ditahan di sebuah villa di luar Warsawa. Serangkaian timlakan represif tezim Warsawa tersebut dengan cepat mengundang kecaman. Pernyataan Keadaan Darurat itu "jelas menginjak hak-hak asasi manusia," ujar Uskup Agung Katolik Polandia Josef Glemp. "Penderitaan kami, penderitaan seluruh bangsa yang kena teror para penguasa militer." Tapi Rude Pravo, koran Partai Komunis Cekoslowakia, justru menyebut tindakan itu suatu upaya "mempertahankan sosialisme". Sikap pemerintah Warsawa, tulis koran itu, jelas lebih mengutamakan terselenggaranya kehidupan sehari-hari di seluruh negeri. "Kawan-kawan kita di Polandia tidak berjuang sendirian, kami akan mendukun mereka." Akankah loskow turut campur? Sampai pekan lalu, belum tampak tanda-tanda Soviet menggerakkan dua divisi tentaranya yang ditempatkan di Polandia. Juga pasukannya di Jerman Timur (19 divisi) dan Cekoslowakia (lima divisi) dikabarkan masih tenangtenang saja. Soviet tampaknya mempercayai pergolakan itu bisa diselesaikan Jaruzelski sendiri. Jaruzelski tentu masih ingat akan peristiwa 25 tahun lalu ketika terjadi huru-hara yang menghendaki "kebebasan dan roti murah" di Polandia dan Hongaria. Uni Soviet ketika itu membiarkan tentara Polandia menindas sendiri perlawanan di dalam negerinya. Sementara itu, tentara Soviet menindas demonstrasi di Budapest (Hongaria). Lebih dari 25 ribu orang tewas dalam penumpasan yang brutal di Budapest tersebut. Penumpasan brutal serupa diulanginya kembali (tahun 1968) atas Cekoslowakia ketika Pemimpin Partai Komunis Alexander Dubcek menjanjikan perubahan "sosialisme dengan wajah kemanusiaan". Soviet ketika itu mengirimkan sekitar 200 ribu tentara Pakta Warsawa ke sana. PERISTIWA buruk seperti itu belum tentu terjadi di Polandia. Namun Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), menurut pernyataannya, akan mengenakan sanksi ekonomi dan diplomatik jika Uni Soviet sampai mengirimkan tentaranva ke wilayah bergolak tersebut. Pendeknya, "sekutu tetap mengikuti dengan penuh perhatian setiap perkembangan di sana," kata Sekjen NAT0 Joseph Luns. Peringatan serupa juga dikemukakan 10 menteri luar negeri Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Mereka meminta secara tidak langsung agar Moskow mematuhi PersetuJuaI Helsinki (1975) yang ditandatanani 3 5 negara-- termasuk Uni Soviet. Menurut persetujuan itu, setiap negara penandatangan tidak diperbolehkan mencampuri urusan dalam negeri negara lainnya. "Biarlah rakyat Polandia menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa campur tangan pihak luar (Soviet)," kata pernyataan bersama tersebut. Di Polandia bentrokan terjadi di berbagai kota. Satuan keamanan yang bersenjatakan tameng baja dan senjata pentungan, misalnya, baku hantam dengan ratusan buruh pabrik traktor Ursus di Warsawa. Di Katowice, wilayah pertambangan batu bara dan pabrik baja, terjadi ( 17 Desember) bentrokan berdarah yang menewaskan tujuh buruhan melukai sedikitnya 39 polisi. Dalam usaha membubarkan pemogokan di kawasan itu, polisi dikabarkan telah melepaskan tembakan. Sementara itu di Gdansk, kota di tepi laut Baltik, ratusan buruh dan penduduk sipil dikabarkan luka-luka dalam duel terbuka di jalanjalan raya. Dengan kendaraan lapis baja, satuan tentara bersenjata api dikabarkan telah mendobrak pintu gerbang galangan kapal raksasa Lenin di Gdansk. Dan ketika ribuan tentara itu menyerbu masuk, puluhan pamflet dilemparkan lewat jendela sebuah gedung di halaman galangan kapal tersehut. "Jangan mundur. Jika kita mundur hari ini, kita akan menguburkan harapan akan kebebasan untuk beberapa tahun mendatang," bunyi salah satu pamflet. "Ribuan orang tak akan bisa mengalahkan 10 juta anggota Solidaritas." Untuk menggelorakan perlawanan, sejumlah pemimpin Solidaritas yang masih bebas kemudian tetap menyerukan pemogokan yang direncanakan di seluruh Polandia pekan lalu. Keadaan Darurat berlalu mendahului rencana. Pemogokan total itu yang sekaligus bertujuan mengenang peristiwa berdarah di Gdansk 11 tahun lalu. Ribuan buruh galangan kapal Lenin, ketika itu (Desember 1970), turun berdembnstrasi gara-gara pemerintah menaikkan harga roti (makanan pokok rakyat setempat). Tapi akibat duel dengan satuan keamanan, sejumlah 55 buruh tewas dalam kerusuhan berdarah itu. Beberapa hari kemudian Wladyslaw Gomulka, Sekretaris Pertama Partai, dicopot. Dia digantikan Edward Gierek. Solidaritas, motor kebangkitan kaum buruh Polandia, lahir di pantai Laut Baltik. Embrio kelahirannya ditandai dengan terbitnya (Januari 1979) majalah dwi bulanan Pekera Pantai, organ komite pendiri serikat buruh bebas. Diamdiam para pendirinya, antara lain Lech Walesa, mengembangkan organisasinya di kalangan kaum buruh di Gdansk. Ketika pemerintah Polandia secara mendadak menaikkan harga daging dua kali lipat, serikat buruh bebas itu mulai menunjukkan giginya. Ribuan anggotanya, 14 Agustus 1980, serentak melancarkan pemogokan dan menguasai galangan kapal Lenin, Gdansk. Sebagai kompensasi atas kenaikan harga daging, mereka menuntut agar pemerintah menaikkan gaji buruh. Tak lama sesudah pemogokan itu melibatkan 300 ribu buruh di wilayah Baltik, Warsawa mengabulkan tuntutan tersebut. Bahkan pemerintah juga memenuhi permintaan kenaikan gaji, melonggarkan sensur atas media cetak dan membolehkan buruh menyatakan pendapatnya secara bebas. Beberapa pekan kemudian, pengadilan tinggi di Warsawa (14 Oktober 1980) mengesahkan berdirinya Solidaritas sebagai satu-satunya serikat buruh bebas. Dan ketika Sekretaris Partai Stanislaw Kania (14 November) menerima kunjungan Lech Walesa, sebagai pemimpin Solidaritas, maka resmilah pemerintah mengakui serikat buruh itu. Ada 60 organisasi buruh dengan 17 juta anggota di Polandia. Diantara semua itu, Solidaritaslah yang terbesar-anggotanya 10 juta. Solidaritas dicurigai dan dituduh berusaha menumbangkan sistem komunis, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan lain. Walesa membantah "Saya adalah orang serikat buruh bukan politikus," katanya merendah. Namun terjadi pergolakan politik karena kehadiran Solidaritas. Sudah ribuan orang Polandia (terutama dari lapisan atas) yang meminta suaka politik ke beriaagai negara Eropa Barat. Selain itu ekonomi Warsawa juga terpukul hebat. Cadangan mata uang asing dan emas pemerintah itu diperkirakan (sampai September lalu) hanya tinggal US$ 200 juta. Pinjamannya dari,berbagai bank dan sejumlah pemerintah negara Barat berjumiah US$ 27 milyar--dan pada tahun 1985 diperkirakan akan mencapai US$ 33 milyar. Tak ada kemampuannya mencicil utang itu. Bank Handlowy, bank sertral Polandia, meminta penangguhan pembayaran cicilan utangnya sebesar US$ 2,4 milyar kepada 460 bank yang seharusnya dilunasi akhir tahun ini. Dan untuk membayar bunga pinjaman saja tahun inr, Bank Handlowy cabang London meminta sejumlah bank Barat mengulurkan kredit komersial US$ 350 juta. Di New York, permintaan tersebut ditanggapi Morgan Gllaranty Trust (yang mewakili konsorsium sejumlah bank terkemuka di sana) dengan dingin. Gedung Putih kabarnya menekan pula berbagai bank AS agar tak segera memberikan pinjaman. Krisis yang dihadapi Bank Handlowy itu menunjukkan bahwa pinjaman US$ 2,5 milyar yang diberikan Moskow tak banyak membawa perbaikan. Bagai tak mengenal rasa putus asa, dengan berbagai cara Polandia berusaha menanggulangi krisis keuangannya. Romuald Spasowski, Duta Besar Polandia di AS, misalnya, sampai mengetuk pintu Departemen Luar Negeri AS meminta bantuan pangan darurat sebesar US$ 200 juta. Dia menolak menjawab apakah permohonan tersebut dikabulkan. Sampai akhir tahun ini, bantuan pangan dari Washington ke negeri itu sudah mencapai US$ 765 juta. Karena tak suka Jenderal Jaruzelski memberlakukan Keadaan Darurat, Presiden Reagan menunda pengiriman bantuan pangan Amerika seterusnya. Dari MEE, Polandia masih akan menerima bantuan pangan tambahan berupa 8.000 ton daging. Sebelumnya MEE juga telah menyetujui menyalurkan 663 ribu ton gandum dan 77 ribu ton daging. Tapi segala bantuan tersebut tak banyak menolong. Untuk mendapat dagin dan roti, rakyat Polandia harus antre beramalam dalam cuaca musim dingin yang menggigit. Bahkan untuk memperoleh bahan makanan yang terbatas itu, sejumlah rakyat Polandia tak segan-segan mencuri di toko makanan, di gudang penyimpanan makanan, dan merampok ternak. Awal Desember ini, misalnya, terjadi perampokan nekat di dalam sebuah trem yang sedang melaju di tengah keramaian kota Warsawa. Sejumlah orang bersenjata pisau dalam suatu operasi kilat 10 menit berhasil mengambil alih jam tangan, uang, perhiasan, dan bahan makanan penumpan trem itu. Selama sepuluh bulan terakhir ini, demikian Mayor Jenderal Josef Bejm, Kepala Kepolisian Warsawa, tindak kekerasan dan pencurian meningkat sebesar 42%. Pemogokan yang melibatkan kaum buruh itu, juga menyebabkan produksi batu bara, dan sejumlah hasil industri (seperti televisi dan traktor) turun dengan ujam. Jika Warsawa ingin memulihkan kembali tingkat produktivitas buruh Polandia, menurut Prof. Raczkowski, Penasihat ekonomi untuk pemerintah, penguasa harus melakukan demokratisasi di bidang industri. Maka ketika sejumlah bank Barat mulai mengetatkan bantuannya, rakyal berbagai negara Eropa Barat justru mengirimkan hadiah Natal kepada rakyat Polandia. Awal Desember, misalnya, rakyat Belanda mengirimkan hadiah Natal yang dimuat dalam 140 truk lori iungguh menyedihkan, sekali ini rakyat Polandia merayakan Natal justru di bawah ancaman pemerintah sendiri. Dari Roma, Paus Johannes Paulus II menghimbau pula supaya rakyat Polandia menghindari pertumpahan darah Pemimpin gereja Katolik seluruh dunia itu, kelahiran Krakow (Polandia), sebe lumnya dikenal sebagai Karol Wojtyla Kardinal Polandia. "Jangan ada lagi darah rakyat Polandia yang tumpah," katanya di depan 30 ribu jamaah di Gereja St. Peters, Roma. "Sudah banyak darah rakyat Polandia tumpah selama Perang Dunia II." Pada masa itu, diperkirakan lebih 300 ribu rakyat Polandia terbunuh. Anjuran pemimpin umat Katolik tersebut untuk sementara waktu dipatuhi. Di negeri bergolak yang berpenduduk 36 juta itu, kini terdapat 33 juta pemeluk Katolik. Dalam kehidupan politik di Polandia, peranan gereja memang tak bisa dikesampingkan. Dalam sejumlah perselisihan antara Solidaritas dengan pemerintah sebelumnya, Uskup Josef Glemp, misalnya aktif berperanan sebagai penengah. Sekalipun demikian "gereja tak pernah membuat keputusan politik. Tapi gereja tak akan tinggal diam jika keselamatan negara terancam," kata Uskup Glemp.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus