Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jalan Sunyi Gerilyawan Kurdi

Pasukan Kurdi terimpit tekanan dari Amerika Serikat dan Turki. Dituding memanfaatkan konflik Suriah untuk memperluas wilayah otonomi.

5 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bak petir di siang bolong, peringatan dari Joe Biden itu menyambar pasukan Kurdi. Di ibu kota Turki, Ankara, Wakil Presiden Amerika Serikat itu berseru, ”Pasukan Kurdi harus kembali ke seberang timur Sungai Efrat.” Lewat seruan itu, Biden menyiratkan ancaman yang, bagi tentara Kurdi, ibarat tikaman dari belakang.

”Saya kira benar apa kata orang. 'Orang Kurdi hanya berteman dengan pegunungan',” ucap Erwin Stran, mantan relawan asal Amerika yang bergabung dengan pasukan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah (YPG). ”Pada titik ini, saya sama bingungnya dengan pasukan Kurdi,” ujarnya, menanggapi pernyataan Biden pada Rabu dua pekan lalu itu.

Bergabung dalam organisasi payung Pasukan Demokratik Suriah (SDF), YPG sukses merebut Kota Manbij dan tujuh desa di sekitarnya di Suriah utara dari cengkeraman milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Manbij terletak di sisi barat Sungai Efrat. Washington semula girang oleh capaian itu, mengingat pasukan Kurdi adalah sekutu utama dalam melawan ISIS di Suriah dan Irak. Namun semua berbalik drastis ketika Ankara rewel.

Biden, pejabat senior Amerika pertama yang melawat ke Turki setelah kudeta gagal pada 15 Juli lalu, sekonyong-konyong mengungkit komitmen Washington dan Ankara. Menurut dia, kedua negara telah bersepakat sebelum operasi pembebasan Manbij pada medio Agustus lalu. ”Mereka (Kurdi) tidak bisa, tidak akan, dalam keadaan apa pun, mendapat dukungan Amerika jika tidak menjaga komitmen itu,” ujar Biden menegaskan.

Pasukan Kurdi langsung berang. Di Manbij, pasukan Kurdi, yang berasal dari SDF, YPG, dan Unit Tentara Perempuan Kurdi (YPJ), telah kehilangan 265 tentara. Namun, giliran Manbij bebas, Amerika dan Turki seenaknya mendesak mereka hengkang. ”Mereka telah berdarah-darah. Tanpa mereka, Barat dan Eropa bakal kewalahan menghadapi milisi ISIS yang terampil dan ahli merakit bom,” ucap Joe Ackerman. Bekas tentara Inggris dari Halifax ini bertempur lebih dari setahun bersama pasukan Kurdi melawan ISIS hingga Maret 2016.

Campur tangan Turki rupanya tidak berhenti di Manbij. Militer negara itu melancarkan operasi di Jarabulus, kota yang terletak 38 kilometer ke arah utara dari Manbij. Seperti Manbij, Jarabulus berada di barat Sungai Efrat. Aksi itu mengagetkan pasukan Kurdi, yang tengah merangsek ke Jarabulus berupaya merebut kota itu dari ISIS. ”Intervensi Turki di Jarabulus adalah permusuhan. Mereka tidak mengincar ISIS, tapi Kurdi,” kata juru bicara YPG, Redur Xelil.

l l l

Joe Biden datang tepat waktu di Turki. Di Ankara, Biden menyaksikan operasi pembebasan Kota Jarabulus di Suriah utara, dekat perbatasan Turki, pada Rabu dua pekan lalu. Operasi gabungan militer Turki dan Amerika itu dimulai pada pukul 04.00, hanya beberapa jam sebelum Biden tiba. Selama 16 jam, militer dua negara itu menggempur milisi ISIS.

Dari Karkamis, distrik sejauh dua kilometer di provinsi tenggara Turki, Gaziantep, lusinan tank Turki beriringan merangsek ke selatan, memasuki Jarabulus. Berderet menumpang mobil, pasukan khusus Turki dan ratusan serdadu Tentara Pembebasan Suriah (FSA) menyelip di sela barisan kendaraan lapis baja. FSA adalah organisasi payung berbagai kelompok pemberontak anti-rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad, sekaligus anti-ISIS.

Seakan-akan kurang perkasa, rombongan pasukan darat itu dibekingi jet-jet tempur Amerika. Mereka membombardir titik-titik persembunyian milisi ISIS. ”Bola-bola asap hitam membubung di perbukitan dan sekitar kota,” kata seorang wartawan Reuters yang melihat langsung operasi militer itu dari tapal batas di Karkamis. Suara dentuman putaran artileri juga terdengar jelas seiring dengan derap laju tank-tank Turki yang dipercepat.

Seorang perwira militer Turki menyebutkan serangan udara telah menghantam 12 target ISIS. Sedangkan tembakan meriam tank menghancurkan 70 sasaran. ”Selain menjaga keamanan perbatasan, operasi ini untuk mendukung koalisi anti-ISIS yang dipimpin Amerika,” ujarnya. Serangan masif itu ampuh membikin milisi ISIS ciut nyali. Kocar-kacir, mereka angkat kaki ke Al-Abab, wilayah sejauh 77,5 kilometer ke arah barat daya dari Jarabulus.

Di Ankara, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan penduduk Jarabulus dapat kembali menghuni kediaman mereka. ”ISIS telah pergi dari sana,” ujarnya tentang kota yang dicengkeram ISIS sejak Juli 2013 itu. Biden, 73 tahun, terlihat sumringah. ”Kami sangat mendukung operasi ini. Kami berharap dapat terus bekerja sama erat dengan Turki dalam operasi lanjutan untuk membasmi Daesh (akronim ISIS dalam istilah Arab).”

l l l

”Tameng Efrat” nama operasi militer gabungan itu. Terinspirasi dari Sungai Efrat di timur Jarabulus, operasi itu menandai gebrakan perdana Turki dalam konflik Suriah, yang meletus sejak Maret 2011. Keputusan Ankara bukan tanpa sebab. ”Pagi ini, sebuah operasi digelar di Suriah utara terhadap kelompok teror yang terus mengancam negara kita, seperti ISIS dan PYD,” kata Erdogan, merujuk pada Partai Uni Demokratik Kurdi di Suriah.

Serangan di Jarabulus terjadi empat hari setelah insiden bom bunuh diri di sebuah pesta pernikahan di Distrik Sahinbey, Gaziantep. Sedikitnya 54 orang tewas, termasuk anak-anak, dan 69 lainnya terluka akibat ledakan itu. Otoritas Turki menuding pelaku, seorang bocah berusia 12-14 tahun, berkaitan dengan ISIS. Namun, setiba di Jarabulus, pasukan Turki rupanya tidak hanya menggempur milisi ISIS, yang semula menjadi target utama aksi balasan.

”Pertempuran juga untuk menangkal musuh yang lebih kuat, yakni Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah (YPG),” begitu menurut The Telegraph. YPG adalah sayap militer PYD, yang berafiliasi dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Oleh Turki, PKK dicap sebagai pemberontak. Ankara menuding setiap kelompok yang terhubung dengan PKK, antara lain PYD dan YPG, sebagai organisasi teroris. Dengan dasar itu, Ankara menilai YPG tak ubahnya seperti ISIS.

Salih Muslim, salah seorang ketua PYD, pernah memperingatkan ihwal manuver Turki pada awal Agustus lalu. ”Turki bersepakat dengan Israel, Rusia, Iran, atau Assad hanya untuk mencegah Kurdi meraih haknya,” ucap Salih Muslim, merujuk pada cita-cita Kurdi untuk menggenggam wilayah otonomi di Irak, Suriah, dan Turki. Seorang sumber yang dekat dengan Teheran bahkan menyebutkan, ”Turki dan Suriah kongkalikong melalui Iran.”

Sejak konflik Suriah meletus, posisi Turki memang diuntungkan. Letak Turki yang strategis membuat Uni Eropa membutuhkan negara itu untuk mengerem arus pengungsi. Turki, negara dengan kekuatan militer terbesar kedua di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), juga menyediakan pangkalan udara Incirlik bagi koalisi anti-ISIS yang dipimpin Amerika.

Turki juga merangkul poros non-Barat. Dengan Rusia, sekutu utama Assad, Ankara memperbaiki hubungan yang sempat tegang akibat insiden penembakan Sukhoi di perbatasan Turki-Suriah pada 2015. Ankara makin akrab dengan Teheran, sekutu lain Assad, ketika negeri para mullah itu menyokong Erdogan pascakudeta. ”Presiden Hassan Rouhani termasuk yang pertama menelepon Erdogan,” begitu menurut Al-Monitor. Sebagai bentuk dukungan, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif melawat ke Ankara.

Di penjuru selatan, Turki menggamit dukungan dari Israel. Kedua negara itu sepakat berdamai setelah enam tahun putus hubungan diplomatik. Ankara bahkan secara implisit bermaksud merangkul Assad dalam ”aliansi” besarnya. ”Kesatuan wilayah Suriah harus dilindungi. Pemerintahan inklusif, yang mewakili semua kelompok, harus dibentuk,” kata Perdana Menteri Turki Binali Yildirim sembari menyebutkan pentingnya peran Assad dalam masa transisi Suriah.

Amerika semula tidak sreg dengan manuver Turki di Suriah. Sebab, sejak awal konflik Suriah, Washington ingin Assad, yang dianggap diktator, lengser. Namun Erdogan dengan cerdik menyulap kudeta gagal sebagai ”kartu as”. Posisi Washington menjadi serba salah manakala Ankara mendesak ekstradisi Fethullah Gulen, bekas sekutu Erdogan yang dituding mendalangi makar. Gulen tinggal di pengasingan di Pennsylvania sejak 1999.

Dari Kurdistan, tanah air bangsa Kurdi, gerilyawan Kurdi rupanya mencer­mati konflik Suriah. Menurut lembaga kajian Washington Institute, bangsa Kurdi bahkan menunggangi perang multikubu di Suriah untuk memperluas wilayah otonomi mereka. Berjumlah lebih dari 22 juta, orang Kurdi selama ini terserak di Kurdistan, kawasan pegunungan yang mencakup sebagian wilayah Turki, Irak, Iran, Suriah, Armenia, dan Azerbaijan.

Sepak terjang pasukan Kurdi terbukti membikin cemas Ankara dan Damaskus. Sejak kemenangan di Kobane, Suriah utara, pada Januari 2015, misalnya, YPG terus memperluas wilayahnya. Sebagian besar perluasan itu dari bekas daerah ”jajahan” ISIS. Namun gerilyawan Kurdi juga menguasai koridor Azaz dari tangan kelompok pemberontak Suriah. Mereka bahkan merebut Hasakah, ibu kota Provinsi Hasakah, dari tentara pro-Assad.

Bersama SDF, aliansi pejuang Kurdi dan Arab, YPG tidak hanya mencengkeram wilayah berpenduduk etnis Kurdi, seperti Afrin, Kobane, dan Qamishli. Mereka juga menaklukkan daerah campuran Arab-Kurdi, bahkan area non-Kurdi, antara lain Al-Shadadi di selatan Provinsi Hasakah. Dengan target mempersatukan seluruh wilayah Kurdistan Barat, yang dikenal sebagai Rojava, YPG merebut Tal Abyad pada musim semi 2015 dan Manbij.

”Mereka merebut Al-Shadadi di Suriah timur untuk menguasai sumur minyak di wilayah non-Kurdi tersebut,” demikian kajian Washington Institute. Menurut lembaga riset ini, Al-Shadadi juga vital sebagai jalur penghubung antara Raqqa, ibu kota de facto ISIS, dan Kota Mosul, area kekuasaan terbesar kelompok ekstremis Sunni itu di Irak.

l l l

Dikenal andal di darat, YPG digandeng Amerika untuk membasmi ISIS. Tapi keputusan itu rupanya mengusik Ankara. Di Turki, PKK, yang dituding berkelindan dengan YPG, telah berpuluh tahun memberontak. Ibarat duri dalam daging, Ankara tidak ingin sukses YPG di Suriah merembet ke Turki. Itu sebabnya militer Turki buru-buru menyerbu Jarabulus, dengan maksud menghalau serdadu Kurdi agar tak merangsek ke tapal batas.

Di Suriah, rezim Assad bereaksi keras ketika YPG mendeklarasikan ”Federasi Suriah Utara” pada Maret lalu. Untuk pertama kalinya, militer Suriah melancarkan serangan udara di lingkungan Kurdi di utara Kota Hasakah pada medio Agustus lalu. ”Damaskus waswas terhadap kekuatan kelompok Kurdi yang bertumbuh,” begitu menurut Middle East Eye.

Mungkin ada benarnya tatkala Erwin Stran, warga Amerika yang pernah berperang bersama YPG, mengatakan bangsa Kurdi hanya berteman dengan pegunungan. Mereka seakan-akan tak memiliki kawan sejati. Bahkan Amerika, yang selama ini menjadi sekutu YPG di Suriah dan Irak, memilih menyokong Turki dalam operasi ”Tameng Efrat” di Jarabulus.

”Serbuan ke Jarabulus adalah bentuk pengkhianatan Amerika,” ujar Stran kepada ARA News. Menurut dia, operasi ”Tameng Efrat” tidak hanya menampar wajah serdadu Kurdi, tapi juga menyulut kekecewaan mendalam bagi para relawan asing. ”Kami telah bersiaga di tepi Sungai Efrat, sekitar dua kilometer dari Jarabulus, selama lebih dari tiga bulan.”

Mahardika Satria Hadi (Daily Sabah, ARA News, New York Times, Middle East Eye, The Telegraph)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus