Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembunuhan Ismail Haniyeh tak pelak menjadi pukulan telak bagi Hamas. Salah satu pemimpin terkemuka kelompok tersebut tewas di kediamannya di Teheran, Iran, pada Rabu 31 Juli 2024. Kepala Biro Politik Hamas ini gugur setelah rumahnya diserang oleh Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ismail Haniyeh merupakan otak diplomasi internasional Hamas, terutama saat perang berkecamuk di Gaza. Dilansir dari Antara, Terlepas dari retorikanya, Haniyeh dipandang oleh banyak diplomat sebagai seorang yang moderat dibandingkan dengan anggota kelompok yang lebih keras yang didukung Iran di Gaza. Lantas bagaimana sepak terjang karir Haniyeh?
Sepak terjang karir politik Haniyeh
Ismail Haniyeh lahir pada 1962 di kamp pengungsi Al-Shati, Jalur Gaza. Ia berasal dari keluarga pengungsi Palestina yang diusir dari desa Al-Jura dekat Ashkelon pada tahun 1948. Politikus Palestina ini dibesarkan di kamp pengungsi dan mendapatkan pendidikan dari sekolah-sekolah UNRWA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada tahun 1981, Haniyeh masuk Universitas Islam Gaza untuk belajar sastra Arab dan aktif dalam politik mahasiswa. Dia bahkan memimpin kelompok yang terkait dengan Ikhwanul Muslimin.
Pada 1988, tepat setahun pasca infitada Palestina pertama, gerakan Hamas secara resmi didirikan. Haniyeh menjadi salah satu anggota pendiri termuda dan memiliki hubungan dekat dengan Sheikh Ahmed Yassin, pemimpin spiritual Hamas. Pada tahun itu juga, ia ditangkap oleh otoritas Israel dan dipenjara selama enam bulan karena perannya dalam intifada pertama melawan pendudukan Israel.
Pada 1989, ia kembali ditangkap dan dideportasi ke Lebanon selatan pada tahun 1992 bersama sekitar 400 aktivis Islam lainnya. Haniyeh kembali ke Gaza pada 1993 setelah Perjanjian Oslo dan kemudian diangkat menjadi dekan di Universitas Islam Gaza.
Haniyeh menjadi salah satu pendukung awal Hamas memasuki dunia politik. Pada tahun 2003, ia menjadi ajudan dipercaya Sheikh Ahmad Yassin. Setelah Yassin dibunuh oleh Israel pada tahun 2004, Haniyeh terus mendukung perjuangan Hamas.
Pada tahun 2006, Hamas memenangkan pemilihan parlemen Palestina kemudian sebagai perdana menteri Palestina. Namun, setelah konflik antara Hamas dan Fatah, pemerintahan dibubarkan dan Hamas mengambil alih Jalur Gaza pada tahun 2007. Haniyeh kemudian menjadi pemimpin de facto di Jalur Gaza hingga 2014.Foto arsip tertanggal 27 Maret 2019 menunjukkan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh sedang memeriksa puing-puing kantornya yang dihancurkan akibat serangan pasukan Israel terhadap Gaza di Kota Gaza, Gaza. Foto: Kantor Pers Ismail Haniye
Pada tahun 2017, Haniyeh terpilih sebagai Kepala Biro Politik Hamas, menggantikan Khaled Meshaal. Selama masa jabatannya, ia berpindah-pindah antara Turki dan Qatar, menghindari perjalanan ke Jalur Gaza yang diblokade. Hal ini memungkinkannya untuk bertindak sebagai negosiator dalam pembicaraan gencatan senjata atau untuk berbicara dengan sekutu Hamas, Iran.
Pada 10 April 2024, tiga putra Haniyeh, Hazem, Amir, dan Mohammad, tewas dalam serangan udara Israel yang menghantam mobil mereka. Haniyeh juga kehilangan empat cucunya dalam serangan tersebut. Meskipun mengalami tragedi pribadi, Haniyeh tetap berkomitmen pada perjuangan Palestina. Ia menyatakan bahwa "kepentingan rakyat Palestina lebih diutamakan daripada segalanya."
Ismail Haniyeh tewas dalam serangan di Teheran pada Rabu, 31 Juli 2024. Ia diketahui berada di Teheran untuk menghadiri pelantikan presiden terpilih Iran, Masoud Pezeshkian, sekaligus memberikan informasi terbaru tentang perkembangan politik dan situasi terkini terkait perang Palestina-Israel di Gaza. Investigasi atas pembunuhan politik ini sedang berlangsung.
KARUNIA PUTRI | RIZKI DEWI AYU | BRITANNICA
Pilihan editor: Putra Ismail Haniyeh: 'Ayah Saya Tidak Lebih Berharga dari Warga Palestina yang Terbunuh'