Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kandidat Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Khaled el-Enany menyoroti urgensi perlindungan warisan budaya di negara-negara Timur Tengah yang tengah dilanda konflik, khususnya Palestina, Suriah, dan Lebanon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia menilai perlindungannya warisan budaya di wilayah-wilayah tersebut juga menjadi bagian dari kewajiban UNESCO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Profesor Egiptologi Helwan University itu menuturkan bahwa kebudayaan memberikan kontribusi yang unik bagi sejarah kolektif umat manusia. Oleh sebab itu, jelas dia, kewajiban perlindungan atas keberagaman ini sangat penting di tengah ancaman seperti konflik, bencana alam, perubahan iklim, dan globalisasi.
"Melindungi situs bersejarah, tradisi lisan, dan praktik seni tidak hanya mempertahankan identitas budaya masing-masing, tetapi juga memperkuat rasa memiliki bersama terhadap kemanusiaan yang sama," kata Khaled kepada Tempo di rumah dinas Kedutaan Besar Mesir, Jakarta Pusat, pada Selasa, 6 Mei 2025.
Khaled menuturkan bahwa UNESCO harus bertindak dalam kerja sama yang erat dengan negara, masyarakat lokal dan pemangku kepentingan dalam setiap tahap di kawasan konflik. Menurut dia, pencegahan kerusakan sangat penting, termasuk melibatkan dokumentasi dan identifikasi aset budaya yang cermat.
Mantan Menteri Pariwisata dan Peninggalan Purbakala Mesir itu mengatakan bahwa tindakan ini membantu negara menetapkan langkah-langkah perlindungan selama masa damai, termasuk protokol evakuasi artefak, kampanye kesadaran publik, dan pelatihan militer khusus untuk menjaga situs budaya.
"Teknologi digital canggih juga memainkan peran penting dalam upaya pencegahan, yang memungkinkan pelestarian memori budaya melalui digitalisasi proaktif," tuturnya.
Lebih lanjut, Khaled menjelaskan bahwa penilaian dan identifikasi yang komprehensif terhadap situs-situs yang rentan sangat penting sekaligus menantang. Selain itu, dia menyebut bahwa warisan tak hanyamencakup situs fisik, tetapi juga mencakup ekspresi budaya tak bend,a seperti tradisi dan pengetahuan leluhur.
Tak sampai di situ, Khaled menyinggung soal degradasi warisan budaya bertahap yang disebabkan oleh perubahan iklim. Kondisi itu, sambung dia, menuntut kolaborasi internasional dan strategi rendah karbon dengan memanfaatkan pilar-pilar strategis UNESC, yakni budaya, pendidikan, sains, dan komunikasi.
Khaled menegaskan bahwa dengan menyadari beberapa warisan budaya pasti akan berubah, maka sangat mendesak untuk mendokumentasikan adat istiadat dan praktik tak benda sebagai langkah melestarikan warisan budaya manusia yang beragam untuk generasi mendatang.
Adapun Khaled tiba di Indonesia pada Selasa, 6 Mei 2025. Lawatan itu menjadi bagian dari kampanye Khaled yang kini menjadi kandidat direktur jenderal UNESCO. Dia juga diagendakan akan menemui sejumlah menteri Indonesia, salah satunya Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Khaled menuturkan bahwa dia telah mengunjungi puluhan negara untuk memperkenalkan program-programnya ke seluruh dunia.
Sepanjang perjalanan itu, dia juga mengaku telah menyimak berbagai aspirasi tentang pendidikan, sains, dan kebudayaan dari berbagai komunitas masyarakat internasional. Adapun pemilihan pemimpin baru UNESCO akan digelar pada Oktober mendatang.
"Saya telah berkeliling dunia untuk mendengarkan orang-orang. Saya ingin belajar dari mereka," ucapnya.
Dilansir dari The African Report, Khaled, 53 tahun, lahir dan tumbuh di distrik Roda, sebuah pulau permukiman di Sungai Nil di ibu kota Mesir. Dia merupakan putra insinyur dan guru bahasa Prancis.
Sebelum menjadi ahli Mesir Kuno, Khaled memulai kariernya sebagai pemandu wisata. Setelah memperoleh gelar sarjana, Khaled memutuskan untuk melanjutkan studinya, dengan gelar master dalam bidang Egyptologi di Universitas Helwan, Mesir, pada 1996 dan gelar doktor dalam bidang Egyptologi di Universitas Montpellier III, Prancis pada 1997-2001.
Khaled akhirnya bergabung dengan Institut Arkeologi Oriental Prancis yang terkenal di Kairo pada tahun 2002 sebagai rekan peneliti dan anggota dewan administratif dan ilmiah.
Sebagai anggota kehormatan Masyarakat Mesir Kuno Prancis dan Institut Arkeologi Jerman, ia diangkat menjadi direktur jenderal Museum Nasional Peradaban Mesir pada 2014, dan kemudian Museum Mesir di Kairo pada 2015-2016.
Khaled kemudian menjadi menteri peninggalan purbakala dari 2016 hingga 2019, dan kemudian menteri pariwisata dari 2019 hingga 2022.