Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MIKHAIL Gorbachev memang tak lalu menyatakan diri masuk Katolik, ketika bertemu Paus Yohanes Paulus II di Istana Paus di Vatikan, Jumat pekan lalu. Tapi sebuah keputusan bersejarah diambil oleh sang tamu: dijaminnya kebebasan beragama di Uni Soviet, negeri yang dihuni lebih dari 220 juta orang. Tampaknya, Mikhail Gorbachev -- lahir dari seorang ibu Kristen, yang mengaku mengenal gereja hanya pada saat ia dibaptis di Gereja Ortodoks Rusia, dan kemudian hidup dan dibesarkan di antara mereka yang dididik dan diajar untuk percaya tidak ada Tuhan -- merasakan negerinya jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara Barat, bukan cuma dalam soal politik dan ekonomi, tapi juga dalam bidang spiritual. Dalam kesempatan bertemu dengan Paus di ruang perpustakaan, Mikhail Gorbachev banyak menyampaikan masalah yang berkaitan dengan usaha-usaha pembaruan dan situasi di beberapa negara bagian. Ia meminta Paus dapat memberikan pengaruhnya kepada umat Katolik di Lithuania dan Ukraina, yang diperkirakan berjumlah 4-5 juta jiwa. Pertemuan yang hangat antara dua orang Slav, menggunakan bahasa Rusia. Paus Yohanes Paulus lancar berbahasa Rusia, karena bahasa Rusia di Polandia menjadi bahasa kedua. Mikhail Gorbachev menjadi pemimpin Uni Soviet pertama yang diterima Takhta Suci Vatikan sejak Tsar Nicholas I pada 1845. Ia pulalah yang pertama mengunjungi Vatikan sesudah hubungan Vatikan dan Uni Soviet terputus. Sebenarnya, ini bukan pernyataan pertama Gorbachev tentang kebebasan beragama di negerinya. Tapi, ketika ia beberapa waktu lalu memberikan kebebasan pada pemeluk agama di Uni Soviet, orang masih ragu-ragu. Buktinya, umat Katolik Lithuania dan Ukraina masih turun ke jalan, menuntut kemerdekaan itu. Tatkala Gereja Ortodoks Rusia memperingati seribu tahun berdirinya, banyak tokoh gereja dari seluruh dunia diundang, untuk melihat sendiri kebenaran ucapan Gorbachev. Bunda Theresa yang banyak menolong orang miskin di Kalkuta pun diundang. Sejak itu ibadah agama sering disiarkan melalui radio dan televisi negara. Dan tahun ini Natal merupakan hari libur resmi di seluruh Soviet. Dalam sambutan resminya, Paus mengharapkan perkembangan di Soviet memungkinkan ia mengunjungi negeri itu. Adapun makna kalimat itu, menurut para pengamat, Paus berharap kebebasan beragama bagi umat Katolik di negeri yang sudah luntur merahnya itu benar-benar dilindungi undang-undang. Akhirnya, secara tidak resmi ia memberkati pemimpin Uni Soviet, keluarganya, dan rakyat Uni Soviet. Mudah-mudahan perestroika berhasil, kata Paus dalam bahasa Italia. Mikhail Gorbachev dalam sambutan resminya menyatakan, "Rakyat berbagai kepercayaan -- Kristen, Islam, Yahudi, Budha, dan lainnya -- yang hidup di Uni Soviet semuanya mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan spiritual mereka." Persatuan sosialis dan religi, kata dia, "sungguh terasa luar biasa." Sehari sebelumnya, di depan politikus dan budayawan Italia, Mikhail Gorbachev mengakui bahwa sikap Soviet yang tidak bertoleransi kepada agama merupakan kekeliruan. Ia mengakui pula, "tak seorang pun dapat mencampuri kata hati seseorang." Di samping itu, ia menyatakan bahwa nilai-nilai moral yang diberikan agama mempunyai dampak yang sangat menguntungkan. Di negerinya, Mikhail Gorbachev menyadari betapa banyak kemerosotan moral. Sebenarnya, usaha memulihkan hubungan antara Uni Soviet dan Vatikan, yang putus sejak Bolshevik memenangkan revolusi di Soviet pada 1917, telah dirintis sewaktu Andrei Gromyko menjadi menteri luar negeri. Pada 1979, ia bertemu dengan Paus untuk pertama kalinya. Namun, ketika Paus Yohanes Paulus II ditembak oleh Ali Agca dari Turki, atas perintah dinas rahasia Bulgaria, kejadian ini membatalkan rencana dibukanya hubungan Vatikan dan Uni Soviet. Bulgaria memang bukan Soviet, tapi ketika itu, 1982, keduanya adalah negeri komunis, dan belum ada bayangan bahwa negara komunis bakal berubah. Baru pada tahun lalu, ketika Gereja Ortodoks Rusia berulang tahun ke-1.000, sebuah delegasi Vatikan dipimpin oleh Kardinal Casaroli hadir. Rupanya, Kardinal Casaroli memperoleh kesan baik di Soviet. Itu soalnya bila Paus bersedia menerima Gorbachev. Bila nanti ada kunjungan balasan Paus ke Soviet, sungguh -- sebagaimana dikatakan oleh seorang uskup di Lithuania -- perkembangan Katolik di Soviet bakal sangat pesat. Maka, bersama kaum Muslim di Republik Uzbekistan dan Gereja Ortodoks di Republik Rusia, umat Katolik Soviet akan menjadi bukti kebebasan beragama di negeri yang 4 tahun lalu mencatat lebih dari separuh penduduknya mengaku atheis itu. Asbari Nur Patria Krisna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo