SEORANG penyiar warta berita di stasiun Saluran 9 televisi
Bangkok mendadak ditodong. Laras pistol menyentuh pelipis
matanya. Pruet Upathampanont, yang pernah terpilih sebagai
penyiar terbaik tahun 1980, Rabu pagi itu betul-betul terjepit.
Ia beberapa jam sebelumnya menolak mengumumkan bahwa Dewan
Revolusi mengambil alih kekuasaan PM Jenderal Prem Tinsulanonda,
Karena ia masih menunggu perintah atasan.
Dengan darah mengalir dari pelipis matanya tentu saja, ia tak
punya piiihan lain. Berita Dewan Revolusi yang dipimpin Jenderal
Sant Chitpatima langsung disiarkannya.
Berlangsung tepat 1 April, berita kudeta yang didukung kelompok
Young Turk (Perwira Muda) itu ternyata bukan April Mop. Segera
PM Prem langsung mengungsi ke istana dan membujuk Raja Bhumibol
Adulyadej memihak padanya. Ia ternyata mendapat dukungan raja.
Suatu hal luar biasa.
Sejak 1973 Muangthai sudah mengalami 4 kali kudeta. Biasanya
dalam hal ini Raja Bhumibol tidak pernah mau melibatkan diri. Ia
selalu memberikan restu kepada pemerintahan baru setelah kudeta
berlangsung: Dan ia mendengarkan berbagai pertimbangan kedua
pihak. Tapi kali ini ia secara jelas memihak PM Prem.
Raja Bhumibol yang disertai Ratu Sirikit dan Putra Mahkota
Vajiralongkorn sengaja meninggalkan Bangkok menuju Korat,
beberapa jam setelah Prem berangkat ke sana. Keluarga kerajaan
menempati guest house dalam wilayah Markas Besar Divisi II
Angkatan Darat.
Dan dari Korat itu, sekitar 240 km sebelah timur laut Bangkok,
Prem memimpin perlawanan terhadap Dewan Revolusioner yang hanya
menguasai ibukota. Dengan keluarga kerajaan bersamanya, Prem
sudah menang selangkah.
Jenderal Sant Chitpatima, 59 tahun, sebelum menjadi tokoh utama
kudeta ini adalah Deputi Panglima Angkatan Darat. Ia adalah
orang kepercayaan Prem yang juga menjabat Panglima AD. Tapi Sant
rupanya merasa agak kecewa sejak masa jabatan Prem sebagai
panglima diperpanjang. Apalagi ia disebut-sebut akan punya
jabatan di Markas Besar Angkatan Bersenjata.
Prem Tinsulanonda, 60 tahun, seharusnya sudah pensiun dari
jabatan militer. Atas desakan orang-orang dekatnya, Prem
menyetujui perubahan UU yang memungkinkan ia memperpanjang masa
jabatan militernya setahun lagi. Mungkin inilah awal dari
keretakan di kalangan AD. Salah satu pendukung utama Prem dalam
hal ini adalah Mayjen Athit Kamlang-ek, Komandan Divisi II AD.
Sedang keputusan perpanjangan masa jabatan itu melanggar tradisi
yang selama ini dihormati tentara Muangthai.
Kekecewaan terutama datang dari kelompok perwira muda yang biasa
dikenal dengan sebutan Young Turk. Mereka berpandangan Iiberal,
berusia sekitar 40-an.
Sumber di Bangkok mengatakan bahwa para perwira muda sudah lama
menentang jabatan rangkap yang dipegang Prem. Dengan kedudukan
Prem sebagai Panglima AD dan sekaligus PM, menurut anggapan
mereka, pemerintah akan lebih mudah menjurus ke otoriter.
Apalagi oposisi di parlemen tidak begitu kuat.
Tentara yang pro Prem konon digerakkan menuju ibukota. Melalui
siaran radio, Prem memberikan ultimatum supaya Sant dan
pengikutnya menyerah. Memang dia tidak melawan ketika tentara
dari Divisi II masuk.
Dewan Revolusioner hanya mampu berkuasa selama 55 jam. Prem yang
dituduh 'bermoral rendah dan lemah bagaikan wanita' oleh Sant
akhirnya merebut Bangkok kembali tanpa pertumpahan darah, 3
April.
Sant menghilang. Menurut dugaan, ia masih bersembunyi dl
Bangkok. Ada berita menyatakan dia minggat dengan helikopter,
dan sedang berusaha mendapat suaka politik dari pemerintah
Amerika Serikat.
"Para pemberontak tidak akan diperlakukan secara kejam.
Bagaimanapun mereka adalah saudara kita sebangsa," kata Prem
dalam pidato tevenya pekan lalu, sesudah pulih keadaan. Ia juga
menjanjikan akan berlaku adil terhadap mereka yang terlibat.
Sebuah komisi pengumpul fakta yang dipimpin Jenderal Saiyud
Kerdphol, Kepala Staf Angkatan Bersenjata, akan mulai bekeria.
Komisi inilah kelak yang akan membuka tabir, mengapa peristiwa
ini harus terjadi dan siapa sebenarnya yang di belakang layar.
Sesudah kudeta kali ini gagal, akan adakah kudeta yang lain?
Pertanyaan ini mungkin relevan buat Muangthai yang sejak tahun
1932 mengalami lebih dari 30 kali kudeta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini