Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Swedia menunda proses kewarganegaraan dua keluarga Suriah setelah anak laki-lakinya menolak bersalaman dengan guru perempuan mereka dengan alasan agama. Insiden penolakan ini memicu perdebatan nasional atas kebebasan beragama di Swedia.
Dua anak laki-laki berusia 14 dan 15 tahun itu merupakan putra pengungsi politik Suriah yang mendapat jaminan kewarganegaraan pada 2001. Mereka mendapat pendidikan di sebelah utara Kota Therwil, tapi menolak melakukan kontak dengan perempuan yang bukan muhrimnya sebagaimana diajarkan dalam agama yang dianut.
Pada Selasa, 19 April 2016, otoritas setempat menyatakan proses naturalisasi untuk keluarga tersebut ditunda. Penundaan itu juga terkait dengan informasi tambahan mengenai kondisi keluarga bersangkutan.
Murid laki-laki ini selanjutnya diberi kebebasan untuk tidak berjabat tangan dengan guru-guru mereka. Adapun pejabat Therwil juga menginstruksikannya untuk menghindari kontak dengan guru-guru laki-laki dengan alasan diskriminasi gender.
Namun kompromi ini memicu respons panas dari politikus Swiss, termasuk Menteri Kehakiman Simonnetta Sommaruga. Menurut dia, berjabat tangan adalah bagian dari budaya Swedia.
Swedia berpenduduk delapan juta jiwa, termasuk sekitar 350 ribu muslim di sana.
Sebelumnya terjadi perselisihan karena para orang tua murid muslim menginginkan anak-anak gadisnya dibebaskan dari kursus berenang. Sejumlah keluarga muslim Swedia menang gugatan atas tuntutan anak-anak perempuan mereka diperkenankan mengenakan jilbab di sekolah.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini