Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Menteri di Israel Kompak Tolak Pembentukan Negara Palestina

Para menteri di pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak pembentukan negara Palestina, seperti sedang direncanakan AS dan negara-negara Arab.

15 Februari 2024 | 22.12 WIB

Bendera AS dan bendera Israel yang dikibarkan oleh masyarakat saat demonstrasi untuk menunjukkan dukungan kepada Presiden AS Joe Biden, karena tidak mengundang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih, di depan Konsulat AS di Tel Aviv, Israel , 30 Maret 2023. REUTERS/Ronen Zvulun
Perbesar
Bendera AS dan bendera Israel yang dikibarkan oleh masyarakat saat demonstrasi untuk menunjukkan dukungan kepada Presiden AS Joe Biden, karena tidak mengundang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih, di depan Konsulat AS di Tel Aviv, Israel , 30 Maret 2023. REUTERS/Ronen Zvulun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri-menteri di pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak pembentukan negara Palestina. Penolakan itu muncul setelah Washington Post mewartakan Amerika Serikat mengajukan rencana mendirikan negara Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo



“Kami sama sekali tidak akan menyetujui rencana ini, yang mengatakan warga Palestina berhak mendapatkan hadiah atas pembantaian mengerikan yang mereka lakukan terhadap kami: sebuah negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” kata Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 
Dia mengatakan Negara Palestina merupakan ancaman nyata terhadap Negara Israel, “sebagaimana terbukti pada 7 Oktober”. Menteri itu merujuk pada tanggal Hamas melancarkan serangan lintas batas yang menewaskan 1.139 orang dan menyandera 250 lainnya di Israel selatan.


 
Dalam cuitan selanjutnya, Smotrich menambahkan pada pertemuan kabinet politik dan keamanan yang berlangsung pada Kamis, 15 Februari 2024, ia akan menuntut keputusan tegas yang menyatakan Israel menentang pembentukan negara Palestina dan penerapan sanksi terhadap lebih pemukim.
 


The Washington Post pada Kamis, 15 Februari 2024, mewartakan Amerika Serikat dengan sekelompok kecil negara-negara Arab tengah bergegas menyelesaikan rencana paska-perang komprehensif untuk perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina, termasuk pembentukan negara Palestina. Negara-negara Arab tersebut mencakup Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Qatar dan Arab Saudi. Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan inisiatif politik apa pun yang tidak dimulai dengan negara Palestina sebagai anggota penuh PBB “pasti gagal”.
 


Pembantu pemerintahan Netanyahu lainnya juga masing-masing mengeluarkan pernyataan terpisah yang senada dengan Smotrich. Mereka adalah Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, Menteri Urusan Diaspora Amichai Chikli, Menteri Pendidikan Yoav Kisch dan anggota parlemen Matan Kahana dari kubu penantang utama Netanyahu, Benny Gantz.


 
“Ini adalah sebuah bencana, untuk memberi penghargaan kepada Palestina setelah 7 Oktober dengan mendirikan sebuah negara,” kata Chikli dari partai Likud Netanyahu kepada Radio Angkatan Darat.

Sedangkan Ben-Gvir dalam sebuah cuitan di X menulis "1.400 orang dibunuh dan dunia ingin memberi mereka sebuah negara. tidak akan terjadi!"

 
Menurut penghitungan otoritas kesehatan Gaza, serangan Israel di Gaza telah menewaskan 28.340 orang dan membuat 67.984 lainnya luka-luka sejak 7 Oktober. Sebanyak 1,7 juta atau lebih dari 75 persen populasi Gaza menjadi pengungsi internal sejak itu berdasarkan data terbaru dari badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

 
Hanya sebagian kecil dari dua juta lebih warga Palestina menjadi warga negara di bawah pemerintahan Israel. Otoritas Palestina selama bertahun-tahun telah menyerukan diakhirinya pendudukan Israel dan perluasan pemukiman di Tepi Barat – salah satu wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah pada 1967 – di mana mereka ingin membentuk sebuah negara yang mencakup Yerusalem Timur dan Gaza.

 
Warga Palestina dan komunitas internasional sebagian besar menganggap permukiman tersebut ilegal. Israel membantah hal ini dengan alasan adanya kaitan sejarah, alkitabiah dan politik dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.


 


REUTERS

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus