Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kisah Bharat Kalicharan, laki-laki asal India, sudah berlalu 18 tahun silam. Namun sejumlah warga India masih mengingat kekejian yang dilakukan Kalicharan. Cerita Kalicharan diangkat oleh Netflix dan tayang sejak akhir Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kalicharan yang punya nama lain Akku Yadav, pada 13 Agustus 2004, menutup hidupnya dengan tragis. Dia digantung di ruang sidang Pengadilan Distrik Nagpur, India, pada siang bolong setelah ratusan perempuan berang lantaran tersiar kabar Kalicharan kemungkinan akan dibebaskan
Kalicharan adalah seorang gangster, pemerkosa berantai, dan pembunuh berantai. Ibu-ibu yang geram dengar kabar kalau Kalicharan bakal divonis bebas, berjalan dari daerah kumuh ke gedung pengadilan sembari membawa pisau sayur dan bubuk cabai.
Sekitar pukul 14:30 dan 15:00, ketika Kalicharan masuk ke ruang pengadilan dengan percaya diri, dia melihat seorang perempuan yang telah diperkosanya. Dia mengejeknya, memanggilnya pelacur, dan berteriak bahwa dia akan memperkosanya lagi. Polisi dilaporkan malah tertawa mendengarnya.
Atas kejadian ini, dengan cepat seorang perempuan di baris depan memukul kepala Kalicharan dengan kapel. Dia mengatakan kepada Kalicharan, apakah dia akan membunuhnya atau dia harus membunuhnya.
"Kita tidak bisa hidup di bumi ini bersama-sama. Ini kamu atau aku," ujarnya.
Sekitar 200 sampai 400 ibu-ibu yang membawa senjata, ramai-ramai menggantung Kalicharan. Sebelumnya, dia ditikam setidaknya 70 kali dan salah satu korbannya juga memotong penisnya.
Saat dia digantung, Kalicharan ketakutan dan berteriak, "Maafkan saya! Saya tidak akan melakukannya lagi!"
Rombongan ibu-ibu itu mengabaikan teriakannya dan terus menikamnya. Mereka juga melemparkan bubuk cabai dan batu ke wajahnya. Polisi yang menjaganya juga kecipratan bubuk cabai itu hingga mereka meninggalkan tempat kejadian dengan kewalahan dan ketakutan.
Kalicharan menerima vonis hukuman mati tanpa pengadilan di Pengadilan Distrik Nagpur No. 7 di lantai marmer ruang sidang. Darahnya berceceran di lantai dan dinding ruang sidang. Dia ditikam sampai mati dalam 15 menit, untuk kejahatan yang berlangsung lebih dari satu dekade.
Ibu-ibu di ruang sidang itu mengatakan pembunuhan tersebut tidak direncanakan. Aksi bersatu itu hasil dari mulut ke mulut.
Mereka kemudian kembali ke Kasturba Nagar dan memberi tahu para laki-laki di sana bahwa mereka telah membunuh Kalicharan. Mereka juga melakukan perayaan di lingkungan kumuh dengan musik dan tarian di jalanan.
Setelah kejadian itu, lima perempuan segera ditangkap namun kemudian dibebaskan terjadi setelah demonstrasi di kota. Setiap perempuan yang tinggal di wilayah tersebut mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan pada Kalicharan.
Teror dari Kalicharan
Kalicharan lahir pada 1971 atau saat dia digantung oleh ibu-ibu di ruang sidang dia berusia 32 tahun. Dia membunuh setidaknya tiga orang. Dia juga melakukan penyiksaan, menculik, menyerbu rumah, dan melakukan perkosaan pada lebih dari 40 perempuan dan anak perempuan.
Dia juga menyuap polisi, memberi mereka uang dan minuman agar membiarkannya terus melakukan kejahatan.
Selama bertahun-tahun, Kalicharan dan rekan-rekannya memperkosa perempuan usia 10 tahun sebagai peringatan bagi mereka yang menentangnya. Teror Yadav terus berlangsung, terutama untuk suku Dalit yang tinggal di Kasturba Nagar. Dia menerobos masuk ke rumah-rumah untuk meminta uang, mengancam, dan melakukan pelecehan.
Kalicharan memerintahkan antek-anteknya untuk menyeret bahkan perempuan usia 12 tahun ke gedung terlantar di dekatnya dan melakukan perkosaan berantai.
Puluhan korban perkosaan Kalicharan melaporkan kejahatan tersebut tetapi Kepolisian tidak mengambil tindakan. Dia tidak pernah didakwa melakukan pemerkosaan.
Kalicharan dan anak buahnya memperkosa seorang perempuan bernama Kalma, sepuluh hari setelah dia melahirkan. Kejadian ini membuat Kalma bunuh diri.
Kemudian, geng kriminal Kalicharan menarik perempuan yang tengah hamil tujuh bulan. Mereka menelanjanginya dan memperkosanya di jalan, di depan umum.
Meskipun telah mendapat tindakan asusila, Kepolisian lagi-lagi mengabaikan laporan mereka dan mengusir para korban dengan mengatakan mereka tidak berkarakter dan itulah sebabnya mereka diperkosa.
Sebelum kematiannya, Kalicharan telah ditangkap sebanyak 14 kali.
Sekitar satu dekade setelah hukuman mati tanpa pengadilan, semua perempuan yang dituduh membunuh Kalicharan dibebaskan karena kurangnya bukti.
Kasus Kalicharan adalah contoh kelemahan polisi, dan kurangnya niat untuk melindungi perempuan. Kejahatannya bertemu dengan keadilan tragis setelah hukum gagal. Namun, artikel ini tidak menganjurkan atau membela segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh para korban. Keadilan yang diucapkan menurut undang-undang merupakan tanda masyarakat beradab yang dijalankan oleh supremasi hukum.
INDIATIMES | NESA AQILA
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.