Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Perang Bawa Lonjakan Keuntungan bagi Industri Pertahanan AS pada 2024

Di saat PBB menyerukan gencatan senjata di Gaza, industri pertahanan AS justru mengharapkan ledakan keuntungan dari perang ini.

19 Desember 2023 | 12.49 WIB

Strip amunisi senapan mesin saat latihan militer anggota Batalyon Siberia dari Legiun Internasional Angkatan Bersenjata Ukraina, di tengah serangan Rusia ke Ukraina, di lokasi yang dirahasiakan di wilayah Kyiv, Ukraina 13 Desember 2023. REUTERS/Valentyn Ogirenk
Perbesar
Strip amunisi senapan mesin saat latihan militer anggota Batalyon Siberia dari Legiun Internasional Angkatan Bersenjata Ukraina, di tengah serangan Rusia ke Ukraina, di lokasi yang dirahasiakan di wilayah Kyiv, Ukraina 13 Desember 2023. REUTERS/Valentyn Ogirenk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan-perusahaan besar dalam industri pertahanan Amerika Serikat memperkirakan keuntungan yang meningkat seiring permintaan yang kuat pada 2024 mendatang. Hal ini dikarenakan AS dan sekutu-sekutunya membeli persenjataan dan amunisi yang mahal di saat perang makin marak di dunia. 
 
Hampir dua tahun sebelumnya, Departemen Pertahanan AS atau sering disebut Pentagon memanggil para kontraktor pertahanan terbesar di dunia ke dalam pertemuan untuk meminta mereka meningkatkan produksi segera setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022. 
 
Salah satu CEO ragu-ragu, mengatakan mereka tidak ingin terjebak dengan gudang penuh roket ketika pertempuran berhenti, menurut tiga orang sumber yang mengetahui diskusi tersebut kepada kantor berita Reuters.
 
Namun kini para perusahaan mengubah sikapnya, melihat permintaan senjata melonjak dari AS dan sekutu ketika tindakan yang menurut mereka semakin agresif datang dari Rusia dan Cina.
 
Sebuah contoh perkiraan keuntungan adalah untuk memenuhi permintaan pertahanan rudal, produksi pencegat Patriot untuk Angkatan Darat AS – sebuah proyektil yang ditembakkan ke rudal yang mendekat untuk menjatuhkannya – akan meningkat dari 550 menjadi 650 roket per tahun. 
 
Dengan harga masing-masing sekitar US$4 juta (Rp62 miliar), potensi peningkatan penjualan tahunan akan naik sebesar US$400 juta (Rp6,2 triliun) hanya untuk satu sistem persenjataan saja.
 
Permintaan yang lebih tinggi untuk persenjataan akan cepat mengalir ke laba bersih perusahaan, karena peningkatan volume produksi pada sistem lama selalu lebih menguntungkan dibandingkan berinvestasi tinggi terhadap sistem baru.
 
Wall Street memprediksi saham perusahaan-perusahaan pertahanan terbesar, yang telah melampaui indeks saham acuan S&P 500 (indeks acuan penting untuk pasar saham AS) selama dua tahun terakhir, diperkirakan akan terus meningkat.
 
Saham Lockheed Martin, General Dynamics dan Northrop Grumman diperkirakan naik antara 5 persen dan 7 persen selama 12 bulan ke depan, sementara S&P diperkirakan memperoleh keuntungan terbatas.
 
Kepala eksekutif Asosiasi Industri Dirgantara AS Eric Fanning mengungkap bahwa persediaan senjata AS belum “penuh” sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada awal 2022 lalu. Dia mengatakan “musuh-musuh kita (AS) melihat persediaan senjata kita mulai menipis dan semakin menipis”.
 
Akibatnya, permintaan persenjataan didorong oleh agresi Cina, ketakutan terhadap agresi Rusia, dan dukungan untuk sekutu AS di Timur Tengah, katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keuntungan dari Perang
 
Sekutu AS di kawasan tersebut, Israel, sedang melancarkan serangan bertubi-tubi di wilayah kantong Gaza dalam perang terbaru di Palestina yang pecah pada 7 Oktober 2023, setelah Hamas menyerbu Israel. Selagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan gencatan senjata, Wall Street justru mengharapkan ledakan keuntungan dari perang ini.
 
Saat Presiden AS Joe Biden meminta Kongres memberikan bantuan militer dan kemanusiaan sebesar US$106 miliar (Rp1,6 kuadriliun) untuk Israel dan Ukraina serta bantuan kemanusiaan untuk Gaza pada Oktober lalu, dana tersebut juga dilihat menjadi keuntungan bagi sektor kedirgantaraan dan persenjataan AS yang langsung mengalami lonjakan nilai.
 
Pada pertemuan laporan pendapatan kuartal ketiga Oktober lalu, analis dari Morgan Stanley dan TD Bank mencatat potensi peningkatan keuntungan dari konflik dan mengajukan pertanyaan blak-blakan kepada para perusahaan tentang manfaat finansial dari perang Israel-Hamas.
 
Wakil presiden eksekutif bidang teknologi dan kepala keuangan perusahaan General Dynamics, Jason Aiken, memulai jawabannya dengan mengatakan “situasi di Israel jelas sangat buruk”. “Tetapi saya pikir jika Anda melihat potensi tambahan permintaan dari hal tersebut, potensi terbesar yang perlu disoroti dan yang paling menonjol mungkin adalah sisi artileri,” tambahnya.
 
CEO RTX (sebelumnya Raytheon) juga memulai laporannya pada 24 Oktober lalu dengan cara yang sama, menyebut peristiwa di Israel sebagai sebuah tragedi. “Sebelum kita mulai, saya ingin meluangkan waktu sejenak untuk situasi tragis yang terjadi di Israel saat ini,” ucap Greg Hayes. “Dengan ini, izinkan saya menunjukkan informasi terbaru mengenai pasar akhir kita.”
 
“Saya pikir di seluruh portofolio Raytheon, Anda akan melihat manfaat dari penyetokan ulang (senjata). Selain dari apa yang kami pikir akan terjadi peningkatan pendapatan Departemen Pertahanan,” kata Hayes tentang permintaan anggarannya.
 
Dalam industri pertahanan AS, RTX memproduksi radar dan sistem darat, dan Lockheed Martin memproduksi rudal pencegat generasi terbaru. RTX meningkatkan produksi peluncur dan sistem kontrol menjadi 12 unit per tahun. Sebuah peluncur dan radar masing-masing berharga sekitar US$400 juta (Rp6,2 triliun).
 
Sinyal permintaan persenjataan yang kuat lainnya dapat dilihat pada simpanan motor roket padat yang digunakan oleh sejumlah besar senjata dengan permintaan yang tinggi sejak invasi Rusia ke Ukraina. AS memiliki dua pembuat motor roket utama, Northrop Grumman dan L3Harris Technologies, yang keduanya melaporkan permintaannya meningkat.
 
Seorang eksekutif di perusahaan pembuat motor roket, seperti dikutip Reuters, mengatakan pemerintahan Biden memprioritaskan amunisi dalam permintaan anggaran Pentagon tahun 2024.
 
Dia memperkirakan akan ada peningkatan pesanan yang tertunda setelah kontrak-kontrak selesai, menyusul disahkannya rancangan undang-undang kebijakan pertahanan senilai US$886 miliar (Rp13,7 kuadriliun) yang dikenal sebagai NDAA, atau Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional. RUU tersebut disetujui oleh Kongres pekan lalu dan Biden diperkirakan akan menandatanganinya menjadi undang-undang.
 
REUTERS | VICE

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus