Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Donald Trump merayakan kebebasannya dari upaya pemakzulan dengan kata-kata tajam, Kamis, 6 Februari 2020 waktu Amerika. Dalam pidato yang ia bacakan di sayap kiri Gedung Putih, Ia menyerang musuh-musuhnya. Alih-alih pidato dengan nada optimistis yang ia janjikan sehari sebelum pembacaan, pidato Trump lebih seperti amukan serta makian kepada musuh-musuh politiknya.
"Tanpa saya ketahui, ternyata saya berhadap dengan orang yang sangat-sangat jahat dan mengerikan, dengan dokumen-dokumen palsu," ujar Trump dalam pidatonya.
"Saya telah menghadapi ini selama lebih dari tiga tahun. Sangat jahat. Sangat korup. Ada 'polisi-polisi' kotor. Ada pembocor dan pembohong. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi terhadap presiden siapapun. Saya tidak yakin presiden lain bisa menghadapinya," ujar Trump lagi.
Ada banyak orang yang diserang Trump. Sentor Republikan Mitt Romney adalah salah satunya. Senator yang memilih untuk mendukung Demokrat melengserkan Trump itu disebut sang Presiden sebagai figur yang tidak berpendirian. Trump menggunakan kata "flip-flop" yang dalam bahasa lokal bisa disamakan seperti "mencla - mencle" atau tidak konsisten.
House speaker atau perwakilan Parlemen Amerika Nancy Pelosi tidak ketinggalan diserang. Ia yang menjadi sorotan karena merobek pidato Trump di belakangnya disebut sebagai figur yang benar-benar buruk. Perlu diketahui, Nancy Pelosi adalah sosok yang memajukan upaya pemakzulan Trump hingga ke sidang di Senat Amerika.
Serangan Trump tidak berhenti di situ. Dalam acara National Prayer Breakfast, yang berlangsung sesudah pidato, ia kembali menyerang Romney dan Pelosi. Uniknya, dalam acara yang didatangi oleh berbagai tokoh agama itu, Trump menyinggung unsur religius yang dipakai Romney dan Pelosi untuk mendukung upaya pemakzulannya.
"Saya tidak menyukai orang yang menggunakan keyakinannya sebagai justifikasi untuk melakukan apa yang mereka tahu jelas-jelas salah. Atau orang yang berkata 'aku mendoakanmu' yang jelas jelas tidak melakukannya," ujar Trump.
Nada Trump kontras dengan pidato mantan Presiden AS Bill Clinton yang juga hampir dimakzulkan karena skandal hubungan haramnya dengan pegawai magang Gedung Putih, Monica Lewinsky. Alih-alih menyerang, Clinton menggunakan momen tersebut untuk meminta maaf. Clinton meminta rekonsiliasi.
"Sekarang, setelah Senat menyelesaikan tugasnya, saya ingin mengakhiri ini semua. Saya ingin mengucapkan permohonan maaf kepada seluruh warga Amerika atas apa yang saya lakukan, atas kehebohan yang saya timbulkan, dan beban yang diberikan kepada anda serta anggota konggres," ujar Clinton di Rose Garden pada tanggal 12 Februari 1999.
Pelaksanaan pidato Clinton juga lebih 'sederhana'. Tidak sampai satu jam seperti Trump, pidatonya hanya 4 menit. Tidak ada iring-iringan lagu "Hail to The Chief", tidak ada tepuk tangan seperti Trump.
ISTMAN MP | WASHINGTON POST
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini