Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, secara resmi menerbitkan dekrit mengenai perubahan struktural di lembaga politik, militer dan birokrasi Turki lainnya. Langkah ini adalah bagian dari transformasi kekuasaan eksekutif yang terpusat pada presiden. Perubahan sistem pemerintahan ini telah dilakukan melalui pemilu pada Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Total ada tujuh dekrit yang dikeluarkan oleh Erdogan yang akan berdampak pada perubahan struktural banyak lembaga-lembaga negara, termasuk Dewan Keamanan Nasional, Direktorat Industri Pertahanan dan Dewan Pengawas Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seorang pria memegang foto Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat merayakan keberhasilan Erdogan memenangi pemilu di Istanbul, Turki, 24 Juni 2018. AP
Kantor berita Anadolu mewartakan, diantara perubahan yang dilakukan adalah departemen staf umum telah berada di bawah otoritas Kementerian Pertahanan Turki. Perubahan ini diikuti penunjukan Hulusi Akar sebagai Menteri Pertahanan Turki yang baru.
Perubahan sistem pemerintahan ini dilakukan dua tahun setelah meletupnya percobaan kudeta militer pada Juli 2016 yang setidaknya menewaskan 250 orang. Banyak dari korban tewas itu adalah warga sipil. Semenjak percobaan kudeta militer itu pula, Turki berstatus darurat dan masa berlaku status ini akan berakhir pada pekan ini.
Sementara itu Reuters melaporkan, Partai AK dan sekutu-sekutu nasionalnya berencana memperkenalkan sejumlah aturan keamanan baru untuk memastikan pemberantasan terorisme akan tetap berlanjut meskipun status gawat darurat Turki berakhir. Partai AK adalah partai berkuasa di Turki yang menggolkan Erdogan ke kursi kekuasaan.
Menurut Erdogan, presiden dengan kekuasaan penuh adalah penting agar bisa membuat pemerintahan lebih efisien, fokus mendorong pertumbuhan ekonomi dan memastikan keamanan. Namun pandangan Erdogan itu menuai kritik dan kecaman karena dinilai hanya meningkatkan otoritarianisme dan mendorong pada kekuasaan yang bertumpu pada satu orang.
Presiden Erdogan diambil sumpah jabatan pada Senin, 9 Juli 2018 dibawah sistem pemerintahan baru dan saat ini sudah memiliki wewenang untuk menguasai seluruh lembaga di Turki. Kondisi ini memungkinkan Erdogan menerbitkan dekrit untuk hal-hal khusus, hingga menunjuk dan mencopot PNS.