Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekjen PBB Antonio Guterres tak bisa menutupi kekhawatirannya atas kondisi yang sedang terjadi di Libya saat ini. Guterres pada Minggu, 20 Januari 2020 mengatakan pihaknya waswas setelah sejumlah pelabuhan pengiriman minyak mentah dan ladang minyak di Libya ditutup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Situs reuters.com mewartakan pasukan militer Libya pengikut setia Khalifa Haftar telah menutup produksi pengolahan minyak mentah di ladang-ladang utama minyak di penjuru Libya. Ketegangan di Libya saat ini mengancam keuangan negara itu dan membayang-bayangi KTT di Berlin, Jerman pada Minggu, 19 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Lebih dari 220 sekolah di Ibu Kota Tripoli ditutup, sekitar 116 ribu hak-hak dasar anak-anak untuk mengakses pendidikan di rampas. Migran dan pengungsi terjebak di pusat-pusat penahanan dekat medan pertempuran, mereka pun terdampak dan terus menderita akibat kondisi yang mengerikan. Kondisi sangat buruk seperti ini tidak bisa terus-terusan dibiarkan terjadi,” kata Guterres, seperti dikutip dari news.un.org, Senin, 20 Januari 2020.
Seorang imigran membawa barangnya melewati reruntuhan bangunan di pusat penahanan dan penampungan imigran Afrika yang menjadi sasaran serangan udara, di Tajoura, Libya, Rabu, 3 Juli 2019. Serangan yang terjadi pada Selasa malam (2/7) itu mengakibatkan 40 orang tewas dan 80 orang luka-luka. REUTERS/Ismail Zitouny
Haftar menghentikan pertemuan Turki-Rusia yang digelar pekan lalu dan pada Jumat, 17 Januari 2020 membuat ketegangan di Tripoli memburuk ketika sejumlah pelabuhan pengiriman minyak ditutup. Organisasi Nasional Kerja Sama Minyak Libya atau NOC mengatakan penutupan pelabuhan-pelabuhan pengiriman minyak diperintahkan secara langsung oleh pasukan pengikut setia Haftar. NOC dalam keterangannya menyebut, ladang-ladang minyak El Sharara dan El Feel ditutup setelah pasukan setia Haftar menutup sebuah pipa penyaluran minyak.
Dengan ditutupnya ladang-ladang minyak tersebut, maka output minyak Libya pun akan terpangkas menjadi 72 ribu barel per hari dari 1,2 juta barrel per hari dalam tempo hitungan hari. Untuk bisa kembali ke output minyak seperti sedia kala, maka penutupan ladang-ladang minyak tersebut harus dicabut. Penutupan ladang minyak tersebut akan menjadi pukulan telak bagi Tripoli, dimana pundi-pundi pemerintahan saat bergantung dari penjualan minyak untuk mendanai anggaran pengeluaran negara.
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas mengatakan Perdana Menteri Fayez al-Serraj dan Haftar sudah setuju untuk menyelasaikan masalah blokade minyak ini. Namun tidak disebutkan Maas batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Perdana Menteri al-Serraj menguasai wilayah barat Tripoli, sedangkan wilayah timur dikuasai oleh Haftar. Wilayah timur Tripoli di bawah kekuasaan Haftar mencoba mengekpor minyak mentah tanpa melalui NOC agar bisa mendapatkan keuntungan lebih besar.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan kemajuan sudah dibuat untuk mencapai gencatan senjata sepenuhnya dalam perang Libya. Diharapkan fasilitas pengolahan minyak di Libya akan dibuka kembali setelah dilakukan perundingan.