Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Konklaf: Seluk-beluk dan Makna Tradisi Asap dari Kapel Sistina

Tradisi asap putih dan hitam dari cerobong Kapel Sistina menandakan hasil konklaf Paus, dengan komunikasi hanya melalui asap dan lonceng.

6 Mei 2025 | 22.36 WIB

Kapel Sistina di dalam lingkungan Istana Apostolik merupakan ruang untuk mengangkat Paus. Foto: @tejard
Perbesar
Kapel Sistina di dalam lingkungan Istana Apostolik merupakan ruang untuk mengangkat Paus. Foto: @tejard

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Bagi umat Katolik, kemunculan asap putih atau hitam dari cerobong Kapel Sistina di Vatikan menjadi simbol penting dalam pemilihan Paus baru hasil konklaf.

Asap putih menandakan Paus telah terpilih, sementara asap hitam menunjukkan bahwa belum ada kesepakatan di antara para kardinal. Namun, tak banyak yang mengetahui seluk-beluk fakta di balik tradisi dalam konklaf ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

1. Warna asap hasil rekayasa kimia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dinukil dari Penakatolik, warna asap yang muncul dari cerobong sebenarnya merupakan hasil dari proses kimia yang terjadi saat kartu suara yang digunakan oleh kardinal dalam konklaf dibakar. Setiap amplop suara yang sudah dihitung dicampur dengan zat tertentu yang menghasilkan asap putih atau hitam. Asap putih yang menandakan terpilihnya Paus, dihasilkan dengan membakar bahan seperti seng dan belerang, yang menghasilkan gas putih tebal. Sementara itu, bahan berbasis kayu atau arang yang dibakar menghasilkan asap hitam, yang menandakan bahwa belum ada hasil pemilihan.

2. Asap berasal dari dua tungku besi

Asap yang terlihat dari cerobong berasal dari dua tungku besi di Kapel Sistina. Kedua tungku ini memiliki ukuran tinggi sekitar 1 meter dengan dua bukaan, satu di bagian bawah untuk menyalakan api, dan satu lagi di bagian atas untuk memasukkan amplop surat suara serta bahan kimia lain yang diperlukan untuk menghasilkan warna asap yang sesuai.

3. Pertama kali digunakan sebagai bentuk protes

Tradisi asap dalam pemilihan Paus mulai diterapkan pada akhir abad ke-19 sebagai respons atas ketegangan politik pasca-penyatuan Italia, lalu secara resmi menggunakan warna hitam dan putih sejak 1914 untuk menandai hasil konklaf.

Pada 1903, Paus Pius X menetapkan bahwa surat suara yang telah dihitung harus dibakar demi menjaga kerahasiaan dan mencegah gangguan dari pihak luar.

Sistem warna asap berwarna hitam dan putih baru digunakan secara resmi pada 1914 dalam pemilihan Paus Benediktus XV. Asap hitam berarti belum ada hasil, sementara asap putih menandakan Paus telah terpilih.

4. Panjang sistem tungku mencapai 30 meter

Sistem pembakaran ini memiliki panjang yang cukup mencolok, mencapai sekitar 30 meter dari bagian bawah hingga atap. Bagian pertama dari sistem tungku terdiri dari total 32 tabung, sementara bagian terakhir yang mengarah ke atap menggunakan satu tabung besar yang terbuat dari baja dan tembaga sepanjang 20 meter. Panjang dan konstruksi tungku ini dirancang khusus untuk mengalirkan asap dengan efisien dari dalam Kapel Sistina ke cerobong di puncak bangunan.

5. Hanya asap dan lonceng sebagai isyarat resmi

Selama konklaf berlangsung, cara resmi untuk mengumumkan pemilihan Paus yang baru adalah melalui asap yang keluar dari cerobong dan dentang lonceng yang terdengar dari Basilika Santo Petrus. Hal ini menjadi satu-satunya cara yang diizinkan untuk menyampaikan hasil pemilihan. Semua bentuk komunikasi lain, termasuk pesan teks atau media lainnya, dilarang keras untuk menjaga kerahasiaan dan kesakralan proses pemilihan Paus.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus