Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sri Lanka mendesak warganya di luar negeri mengirim uang untuk membantu membayar makanan dan bahan bakar. Gubernur bank sentral Nandalal Weerasinghe mengatakan Sri Lanka sangat membutuhkan sumbangan devisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seruan Weerasinghe ini datang sehari setelah pemerintah mengumumkan menangguhkan pembayaran semua utang luar negeri sebesar US$ 51 miliar (Rp 723 triliun), Selasa. Langkah yang diharapkan bisa membebaskan uang untuk mengisi kembali persediaan bensin, obat-obatan dan kebutuhan lainnya yang sedikit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Default hari Selasa yang jatuh tempo pada Senin, akan menghemat Sri Lanka sekitar US$ 200 juta (Rp 2,8 triliun). Uang itu akan dialihkan untuk membayar impor penting.
Weerasinghe mengatakan telah menyiapkan rekening bank untuk sumbangan di Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Dia berjanji kepada ekspatriat Sri Lanka uang itu akan dibelanjakan di tempat yang paling dibutuhkan.
"Bank memastikan bahwa transfer mata uang asing tersebut akan digunakan hanya untuk impor kebutuhan pokok, termasuk makanan, bahan bakar dan obat-obatan", kata Weerasinghe dalam sebuah pernyataan, dilansir dari CNA, Kamis, 14 April 2022.
Seruan Weerasinghe sejauh ini disambut dengan skeptisisme dari orang-orang Sri Lanka di luar negeri.
"Kami tidak keberatan membantu, tetapi kami tidak dapat mempercayai pemerintah dengan uang tunai kami," kata seorang dokter Sri Lanka di Australia yang meminta namanya tidak disebutkan.
Seorang insinyur perangkat lunak Sri Lanka di Kanada mengatakan dia tidak yakin bahwa uang itu akan dihabiskan untuk yang membutuhkan.
"Ini bisa berjalan dengan cara yang sama seperti dana tsunami," katanya. Ia mengacu pada jutaan dolar yang diterima pulau itu sebagai bantuan setelah bencana Desember 2004, yang merenggut sedikitnya 31.000 jiwa di pulau itu.
Sebagian besar sumbangan uang asing yang dimaksudkan untuk para penyintas dikabarkan telah berakhir di kantong para politisi, termasuk Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa saat ini. Dia sendiri terpaksa mengembalikan dana bantuan tsunami yang dikreditkan ke rekening pribadinya.
Sri Lanka berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948. Sri Lanka sangat kekurangan barang-barang penting dan pemadaman listrik secara teratur menyebabkan kesulitan yang meluas.
Gelombang protes sudah dimulai sejak bulan lalu, hanya saja unjuk rasa meningkat dalam beberapa hari terakhir hingga berujung bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi.
Baca: Krisis Ekonomi, Sri Lanka Tunda Pembayaran Utang Luar Negeri
CHANNEL NEWS ASIA