Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MANILA – Filipina dicengkeram gelombang pembunuhan baru yang menargetkan para imam Katolik dan pejabat setempat. Pembunuhan ini diduga merupakan perluasan dari perang mematikan pemerintah terhadap bandar narkoba, dan memicu spekulasi sebagai pembunuhan yang disponsori negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedikitnya tiga imam dan 16 wali kota serta wakil wali kota tewas sejak Presiden Rodrigo Duterte berkuasa pada pertengahan 2016. Tiga wali kota dan satu wakil wali kota tewas hanya dalam kurun waktu sepekan pada awal bulan ini. Mereka adalah Wali Kota Tanauan Antonio Halili, Wali Kota General Tinio Ferdinand Bote, Wali Kota Trece Martires Alexander Lubigan, dan Al Rashid Mohammad Ali, Wakil Wali Kota Sapasapa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun perang antinarkoba dilaporkan telah merenggut lebih dari 20 ribu jiwa, jauh melebihi jumlah pembunuhan di bawah rezim mantan diktator Ferdinand Marcos. Hingga saat ini, belum ada satu pun investigasi menyeluruh terhadap para pelaku atau motivasi sebenarnya di balik serangan terhadap imam dan pejabat lokal dalam beberapa bulan terakhir.
Kelompok hak asasi manusia Filipina menuding Dutertemantan wali kota yang terpilih di platform antikejahatanmenggunakan perang narkoba untuk menindak para lawan politik, baik politikus maupun pejabat gereja, yang gencar mengkritik kebijakannya."Kematian para wali kota menimbulkan ketakutan bagi politikus, terutama di daerah, sehingga terpaksa mengikuti garis Duterte," kata Carlos Conde, peneliti Filipina untuk divisi Human Rights Watch (HRW) Asia, kepada Time.
Filipina memiliki sejarah panjang pembunuhan politik. Pembunuhan 1983 terhadap Benigno"Ninoy" Aquino Jrseorang politikus dan lawan vokal dari diktator Ferdinand Marcosadalah salah satu kekuatan di balik Revolusi Kekuatan Rakyat yang menggulingkan autokrat.
Pada 2009, di bawah kepemimpinan Presiden Gloria Macapagal Arroyo, sejumlah orang bersenjata menewaskan sedikitnya 57 orang yang bepergian bersama pendukung politikus yang menantang klan kuat dalam pemilihan lokal di selatan Filipina.
“Serentetan pembunuhan wali kota akhirakhir ini mencerminkan iklim impunitas yang terusmenerus, yang diperparah oleh perang narkoba Duterte," kata penulis dan analis Richard Heydarian kepada Time."Sampai saat ini, belum ada kasus pembunuhan di luar proses hukum yang diselesaikan. Ini menunjukkan aturan hukum Filipina telah digerogoti."
Pembunuhan empat pejabat pemerintah lokal dalam rentang waktu satu pekan telah memicu kepanikan nasional. Liga Kota Filipina (LMP) pun meminta pertemuan langsung dengan Presiden untuk mengatasi masalah ini.
Mereka khususnya menuntut penjelasan ihwal daftar"politikusnarkoba" yang dirilis Duterte. LMP menuding daftar ini membuat banyak pejabat lokal menjadi target pembunuhan di luar hukum oleh pasukan negara, musuh pribadi, dan lawan politik.
Tidak ada yang tahu pasti bagaimana daftar Duterte dikompilasi dan berapa banyak orang yang berada di dalamnya. Lembaga pemerintah utama, yaitu Badan Penindakan Narkoba Filipina (PDEA) dan Biro Investigasi Nasional (NBI), telah membantah terlibat dalam pembuatan daftar tersebut.
Apa yang lebih mengejutkan masyarakat Katolik konservatif Filipina adalah meningkatnya pembunuhan terhadap para imam. Bahkan ada yang terbunuh ketika berada di dalam kapel dan selama prosesi.
Seperti yang dikemukakan oleh seorang sosiolog Filipina terkemuka, Randy David, pembunuhan para imam"mewakili perkembangan yang mengkhawatirkan dalam kehidupan bangsa," yang"melintasi batas yang bahkan telah dihormati oleh generasi Filipina selama masa revolusi."
Bukannya memberikan simpati, Duterte justru menuduh salah satu imam yang dibunuh, Pastor Mark Ventura, memiliki hubungan di luar nikah."Para wanita ini adalah istri dan anak perempuan serta kekasih para pengusaha besar, politikus," ujar Duterte mengutip laporan dan investigasi polisi.
Harry Roque, juru bicara Duterte, berusaha mengecilkan eskalasi kekerasan mematikan."Kami memiliki masalah pembunuhan di luar proses hukum sejak masa GMA (Gloria MacapagalArroyo), jadi pembunuhan di luar hukum tidak dapat disalahkan kepada perang (Duterte) terhadap narkoba," kata Roque, saat menggambarkan lonjakan baru dalam pembunuhan di seluruh negeri. ASIA TIMES | TIME | DAILY BEAST | SITA PLANASARI AQUADINI
Perang Duterte Melawan Gereja
Presiden Filipina Rodrigo Duterte sudah lama dikenal sebagai orang yang kerap berkata kasar dan sembarangan.
Namun, ketika dia menyebut Tuhan"bodoh" dan"bajingan" dalam pidato bulan lalu, ini adalah langkah yang terlalu jauh bagi banyak warga di negara Katolik yang taat."Siapa Tuhan bodoh ini?" kata Duterte, ketika mengkritik konsep dosa asal."Bajingan ini benarbenar bodoh."
Akar perseteruan Duterte dengan gereja dapat ditelusuri hingga masa kecilnya. Duterte mengaku dia dan beberapa teman sekelasnya pernah dilecehkan secara seksual oleh seorang imam Katolik saat masih anakanak di Kota Davao.
“Presiden secara terbuka mengatakan dia adalah korban pelecehan seksual dari setidaknya (satu) imam Katolik," kata Harry Roque, juru bicara Duterte, kepada Foreign Policy di Manila, akhir pekan lalu."Dari situlah amarah itu berasal. Itu sebabnya dia secara terbuka menuduh gereja munafik."
Namun yang mungkin paling penting bagi Duterte adalah peran yang dimainkan gereja dalam menjatuhkan pemimpin politik masa lalu. Selama rezim Ferdinand Marcos, Kardinal Jaime Sin, Uskup Agung Manila, dengan tegas menentang pemerintahan Marcos dan membantu menjatuhkan sang diktator. Sin, yang terkenal karena perannya yang luar biasa dalam politik, juga merupakan bagian dari upaya untuk menggulingkan Presiden Joseph Estrada pada 2001.
“Gereja merupakan penentu dalam politik Filipina," ujar Richard Heydarian, seorang akademikus dan penulis biografi Duterte yang berbasis di Manila."Jadi Presiden Duterte juga menegaskan kembali kekuasaan negara terhadap kekuatan gereja."FOREIGN POLICY | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo