Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Minimnya jumlah jamaah haji di Jepang membuat pendaftar bisa langsung berangkat tanpa harus menunggu belasan tahun seperti di Indonesia. Hal ini dialami seorang WNI, yang berangkat ke Tanah Suci dari negeri Sakura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Alhamdulillah saya insya Allah tahun ini naik haji dari Jepang,” kata Rahmah saat ditemui dalam persiapan haji atau manasik di Balai Indonesia, Tokyo, Minggu, 21 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia sudah mendaftar haji di Indonesia sejak lama dan antrean bertambah panjang setelah pandemi COVID-19. Rahmah, yang pindah ke Jepang mengikuti suami, mendaftar haji pada Desember lalu dan bisa berangjkat tahun ini.
“Di situ kami utarakan keinginan kami untuk berhaji dan diberi tahu oleh pihak tur kemungkinan masih lama antreannya karena sudah sejak 2019. Namun, mereka mengatakan akan mengabari jika ada kuota,” katanya.
Empat bulan berselang, WNI yang tinggal di Shibuya, Tokyo, itu mendapatkan surat elektronik dari pihak tur bahwa masih terdapat kuota dan tidak berpikir panjang, ia langsung mendaftar.
Ia akan berangkat ke Tanah Suci menunaikan ibadah haji bersama keluarganya, yakni suami, putri yang berusia 16 tahun dan putranya yang masih berusia 10 tahun.
Adapun, untuk biaya haji dari Jepang, yakni sekitar satu juta yen atau sama dengan biaya paket ONH Plus di Indonesia sekitar Rp120 juta.
Rahmah berpendapat harga tersebut sepadan karena tidak perlu mengantre dan bisa berangkat di tahun yang sama.
Di luar biaya itu, dia menyebutkan terdapat biaya-biaya tambahan, seperti biaya untuk vaksin meningitis dan influenza.
Sementara itu, untuk syarat haji dari Jepang, salah satunya yakni harus menunjukkan bukti tinggal dengan zaryu kaado minimal satu tahun. “Jadi enggak bisa turis wisata ke sini, terus naik haji. Harus ada bukti tinggal,” ujarnya.