Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Bantuan Mengatasi Asap

Pemerintah akhirnya menerima bantuan asing untuk menangani kebakaran lahan dan kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Ada lima negara yang segera membantu: Singapura, Malaysia, Australia, Cina, dan Rusia. Sebelumnya, pemerintah sempat menolak dua kali tawaran Singapura untuk mengatasi bencana asap.

13 Oktober 2015 | 01.21 WIB

Bantuan Mengatasi Asap
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Pemerintah akhirnya menerima bantuan asing untuk menangani kebakaran lahan dan kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Ada lima negara yang segera membantu: Singapura, Malaysia, Australia, Cina, dan Rusia. Sebelumnya, pemerintah sempat menolak dua kali tawaran Singapura untuk mengatasi bencana asap.

Kebakaran lahan dan kabut asapakibat pembakaran lahan oleh perusahaan dan pemilik kebunbisa disebut musibah tahunan. Tahun ini dampak kebakaran mulai dirasakan masyarakat Sumatera, khususnya Riau, sejak akhir Agustus lalu. Saat itu, di wilayah lain, termasuk Kalimantan Tengah dan Selatan, juga sudah terdeteksi adanya titik api, meski tak sebanyak di Riau.

Pada awal September, Wali Kota Pekanbaru Firdaus M.T. sudah meminta pelaksana tugas Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, menetapkan status darurat asap bagi Pekanbaru. Saat itu, sekitar 2.000 orang sudah terjangkit infeksi saluran pernapasan atas. Permintaan ditolak karena Pemerintah Provinsi merasa bisa mengatasinya. Ternyata tak terbukti. Daerah ini kemudian diberi status darurat asap pada 13 September lalu.

Lalu kabut asap mencapai Malaysia dan Singapura, yang kemudian membuat Singapura menyampaikan protes sekaligus menawarkan bantuan. Namun pemerintah Indonesia menolak dengan alasan masih sanggup menanganinya sendiri. Alasan lain, ada kekhawatiran bantuan itu akan dipolitisasikekhawatiran yang bisa dikatakan berlebihan.

Terbukti, pemerintah tak sanggup mengatasi masalah ini. Pada awal Oktober, kabut asap makin parah. Asap dari Indonesia sudah menjangkau Thailand, Filipina, dan Vietnam. Lembaga International Forestry Research memperkirakan asap ini menimbulkan kerugian sekitar US$ 14 triliun terhadap produksi pertanian, degradasi hutan, serta gangguan kesehatan, transportasi, dan pariwisata. Nilai itu lebih besar dibanding kerugian dalam musibah yang sama pada 1997, yakni US$ 9 triliun. Meluasnya dampak asap ini membuat tekanan terhadap Indonesia makin kuat. Inilah yang membuat Indonesia akhirnya "membuka pintu" untuk menerima bantuan negara tetangga.

Di sinilah kita menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan "memilih" menjaga gengsi ketimbang melihat kenyataan yang ada. Padahal, sesuai dengan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution pada 2002, negara tetangga berkewajiban membantu Indonesia jika terjadi bencana asap. Negara-negara di kawasan ini perlu membantu karena mereka juga terkena dampaknya.

Jika sejak awal pemerintah menerima uluran tangan negara tetangga, besar kemungkinan musibah ini bisa diatasi. Bisa jadi pula tidak akan jatuh korban seperti sekarang: 40 juta rakyat Indonesia terpapar asap, dan sembilan di antaranya meninggal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus