Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Bahaya Politik Pilkada Jokowi bagi Prabowo

Jokowi mendukung kandidat pilkada di Jakarta dan Jawa Tengah. Sudah saatnya Prabowo menarik garis dengan mantan presiden itu.

24 November 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jokowi turun berkampanye memenangkan kandidat kepala daerah di Jakarta dan Jawa Tengah.

  • Prabowo harus menolak ajakan cawe-cawe ini karena merusak demokrasi dan persaingan politik yang sehat.

  • Jualan nama presiden dan wakil presiden menunjukkan kandidat kepala daerah tak punya program dan visi-misi yang jelas.

SATU hal yang menonjol dari mantan presiden Joko Widodo adalah sikapnya yang esuk dhele, sore tempe—istilah Jawa untuk seseorang yang inkonsisten. Sebulan lalu, saat pensiun sebagai presiden, ia berjanji pulang ke Solo, Jawa Tengah, dan menjadi rakyat biasa. Sekarang ia turun gunung dalam pemilihan kepala daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Jakarta, ia mengumpulkan relawan untuk mendukung Ridwan Kamil-Suswono. Jokowi meminta mereka bergerak di sisa masa kampanye untuk mengerek elektabilitas keduanya yang stagnan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak awal Jokowi memang mendukung Ridwan sebagai calon Gubernur Jakarta. Ridwan diusung Partai Golkar bersama partai-partai politik yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus. Sebagian besar adalah anggota koalisi partai pendukung Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden lalu. Jokowi ingin Gubernur Jakarta punya visi-misi yang sama dengan pemerintah pusat. 

Atas desakan Jokowi, beberapa partai turut mendukung Ridwan. Tujuannya menghalau Anies Baswedan dari arena pemilihan kepala daerah Jakarta. Anies telah dianggap ancaman terbesar bagi Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden 2029. Dukungan Anies buat Pramono Anung-Rano Karno, rival Ridwan-Suswono, membuka peluang mantan Gubernur Jakarta itu muncul dalam pelbagai acara berskala nasional. 

Itu sebabnya Jokowi berkepentingan menyingkirkan siapa pun yang berpotensi menyaingi Gibran dalam pemilihan presiden berikutnya. Yang mungkin abai diperhitungkan Jokowi, Pramono Anung atau Ridwan Kamil juga berpotensi menjadi pesaing. Sebagai Gubernur Jakarta, keduanya dengan mudah menjadi populer dalam lima tahun ke depan. 

Jalan Ridwan-Suswono memenangi pilkada Jakarta tidak mudah. Beberapa partai yang tergabung dalam KIM plus, seperti Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional, sudah meninggalkan mereka. Sejak awal, dukungan partai-partai ini tidak tulus. Gaya kampanye Ridwan yang elitis juga dikeluhkan oleh para ketua umum partai. Dengan koalisi yang rapuh, kerja mesin partai tidak optimal. Elektabilitas Ridwan-Suswono stagnan bahkan cenderung menurun. 

Survei Saiful Mujani Research and Consulting pada 31 Oktober-9 November 2024 mencatat elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono 39,1 persen. Sedangkan Pramono Anung-Rano Karno, yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, melesat 46 persen. Adapun pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana di urutan terakhir dengan elektabilitas 5,1 persen. Sigi lembaga lain menunjukkan tren serupa. Itu sebabnya Jokowi mendorong skenario dua putaran. Bukannya meningkatkan elektabilitas, dukungan Jokowi malah mempertebal resistansi terhadap Ridwan. 

Dukungan serupa diberikan Jokowi kepada Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen dalam pilkada Jawa Tengah. Ia bahkan meminta Prabowo Subianto mendukung Luthfi-Yasin setelah pasangan ini keteteran melawan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi.

Keberpihakan Prabowo, seperti dilakukan Jokowi saat masih menjadi presiden, tidak patut dan melanggar aturan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota melarang pejabat negara melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon. Patut dikecam pula keputusan Badan Pengawas Pemilu yang menilai video Prabowo bukan pelanggaran.  

Keberpihakan presiden bisa diterjemahkan sebagai perintah atasan kepada bawahan. Keberpihakan itu membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan serta menyimpang dari prinsip kontestasi politik yang adil dan sehat.

Campur tangan Prabowo dan Jokowi mencerminkan lemahnya gagasan calon kepala daerah. Ketergantungan pada dukungan elite politik juga menunjukkan ketidakmampuan mereka mendapatkan suara melalui visi-misi yang jelas. Bukannya menawarkan solusi, mereka sibuk menjual nama presiden dan mantan presiden.

Prabowo Subianto hendaknya tidak membebek kehendak Jokowi. Mengikuti kemauan Jokowi menyingkirkan lawan potensial Gibran pada Pemilu 2029 bisa membunuh kesempatan Prabowo sendiri menjadi presiden dua periode. Di luar soal persaingan politik, tanpa ikut campur di pilkada, Prabowo akan dihormati karena telah menghargai konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

Artikel ini terbit di edisi cetak Awas Jokowi Kembali di bawah judul Pilkada: Bahaya Jokowi Bagi Prabowo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus