Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Disharmoni Hukum Regulasi Proses Penyidikan Pencucian Uang (Bagian 1)

Para pelaku kejahatan akan menyamarkan harta hasil kejahatan dengan berbagai cara. Kejahatan pencucian uang membahayakan stabilitas ekonomi

2 September 2022 | 11.05 WIB

Ilustrasi pencucian uang. freepik.com
Perbesar
Ilustrasi pencucian uang. freepik.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Sesuai teori kedaulatan hukum, hukum ditempatkan sebagai sumber kekuasaan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Hukum menjadi pedoman, panduan dan tuntunan dalam penyelenggaraan negara, baik dalam penataan kelembagaan maupun operasionalisasi tugas, fungsi dan wewenang yang diembannya. Demikian pula pengaturan relasi antar lembaga negara dengan rakyat yang sepenuhnya didasarkan pada hukum dan perundang-undangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dalam menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat, pemerintah menyelenggarakan pembangunan nasional yang intensif, menyeluruh, dan berkesinambungan. Program pembangunan tersebut beriringan dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju dan dinamis dalam era keterbukaan dan globalisasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memacu kemajuan kehidupan, di satu sisi memberikan manfaat yang cukup besar tetapi di sisi lain juga memberikan dampak yang dapat merugikan kehidupan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu dampak negatif yang terjadi adalah berkembangnya kejahatan dengan berbagai modus yang semakin canggih karena memanfaatkan teknologi informasi, sulit dideteksi dan melintasi batas wilayah negara serta menimbulkan kerugian yang cukup besar. Berkembangnya kejahatan tersebut akan dapat mengganggu jalannya pembangunan dan kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk, antara lain: kejahatan yang merugikan keuangan negara yaitu korupsi, kejahatan pencurian kekayaan negara dan berbagai bentuk kejahatan ekonomi yang menimbulkan kerugian cukup besar. 

Para pelaku kejahatan akan menyamarkan harta hasil kejahatan dengan berbagai cara agar harta yang bersumber dari kejahatan (dirty money) tersebut menjadi seolah-olah dari sumber resmi dengan cara: penempatan (placement); pemisahan (layering) dan penggabungan (integration). Metode inilah yang disebut dengan pencucian uang.

Pencucian uang telah menimbulkan dampak negatif terhadap tatanan kehidupan masyarakat dan sistem perekonomian dan keuangan masyarakat. Pencucian uang yang marak akan dapat mengganggu kegiatan sektor swasta yang sah, merongrong integritas pasar keuangan serta dapat menghilangkan kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya. Bahkan pencucian juga dapat mendistorsi ekonomi karena menyebabkan hilangnya pendapatan negara dari penerimaan pajak, membahayakan privatisasi perusahaan negara oleh pemerintah, merusak reputasi negara dan tingginya biaya sosial.
 
Menyadari bahaya tindak pidana pencucian uang yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi maka Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina pada 1998. Langkah ini diikuti dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 dan diubah Kembali dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.

Indonesia menyusun dan memberlakukan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang substansi pengaturan mengenai kewenangan penyidikan dan pelaksanaannya melibatkan banyak institusi, baik Penyidik Kepolisian RI maupun Penyidik diluar polisi. Banyaknya institusi yang terlibat dalam Penyidikan TPPU ini disebabkan pengaturan tentang definisi tindak pidana asal yang menghasilkan harta kekayaan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 yang penyidikan dilakukan oleh Penyidik Polri maupun Penyidik di luar Polri.

Secara normatif, TPPU bukan merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, melainkan sebagai kelanjutan dari tindak pidana asal. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU mengatur kewenangan menyidik pencucian uang oleh Penyidik Tindak Pidana Asal. Namun, tidak semua Penyidik Tindak Pidana Asal diberikan kewenangan untuk menyidik TPPU. Diantaranya, Polisi Militer, Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau PPNS Kehutanan dan PPNS Perikanan.

Selain itu, penyidikan TPPU juga tidak ditetapkan menjadi kewenangan penyidik tindak pidana asal apabila ancaman hukumannya di bawah empat tahun tetapi melibatkan aset dalam jumlah besar. Dengan pengaturan seperti itu, maka terdapat potensi tumpang tindih kewenangan yang disertai dengan perbedaan penafsiran dan perlakuan dalam penanganan penyidikan TPPU.

Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan proses penyidikan TPPU di Indonesia kurang menjamin kepastian hukum. Untuk itu, diperlukan suatu kajian terstruktur dengan mendasarkan pada  kerangka permasalahan sebagai berikut:
(1) Bagaimana pengaturan mengenai kewenangan penyidikan TPPU saat ini?
(2) Bagaimana implementasi kewenangan penyidikan TPPU?
(3) Bagaimana konsep pengaturan kewenangan penyidik POLRI yang ideal untuk mewujudkan penyidikan TPPU yang efektif dan efisien?

Tulisan ini bagian pertama dari dua tulisan, yang diambil dari pidato Arief Sulistyanto pada sidang promosi doktor hukum Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan pada 1 September 2022.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus