Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMIS petang 22 Oktober 1970, danbeberapa hari berikutnya, di
Jalan Sabang No. 2 C Jakarta saya diperiksa Wamil Lettu
Hasanudin Siregar dari Kejaksaan AU. Dalam pemeriksaan telah
digunakan theorie van de omgekeerde bewijslast dengan disertai
ancaman yang tidak dianut oleh pengadilan di Indonesia. Saya
dituduh menjadi anggota PKI tanpa bukti-bukti. Saya harus
memilih: memberi keterangan lancar atau, kalau tidak, diperiksa
dengan kekerasan. Di ruang lain saya mendengar jeritan kesakitan
dengan disertai buk . . . buk . . . Suara itu mempengaruhi jiwa
saya. Terpaksa saya memberi keterangan, keterangan mana semua
fiktif.
Esoknya, hari Jumahat, sebelum pemeriksaan dimulai pemeriksa
berkata: "Tahu, Jayeng sudah mati (di RSPAD). Membunuh orang PKI
tidak ada hukumannya." Dalam hati saya tidak percaya Letda
Jayeng anggota PKI. Selesai diperiksa buru-buru saya membuat
surat pembelaan, dan kemudian menghadap kepala tim pemeriksa
Kapten Sudarijo SH (sekarang mayor). Surat pembelaan saya, saya
berikan kepadanya.
Tetapi Kapten Sudarijo SH tidak mau menerimanya. Saya minta
ditarik kembali semua keterangan yang saya berikan kepada
pemeriksa Wamil Lettu Hasanudin Siregar SH, karena semua yang
saya berikan tidak benar. "Kena apa situ memberi keterangan
tidak wajar," tanya Kapten Sudarijo SH. "Saya dalam keadaan
dwang posisi. Saya tidak mau mati konyol," jawab saya.
Selarna saya ditahan di RTM, saya telah menulis beberapa surat
kepada KASAU, minta ditinjau kembali pemecatan/penahanan atas
diri saya, bahkan saya bersedia diadili. Tetapi tidak ada
tanggapan dari Pimpinan TNI-AU. Setelah saya dibebaskan 26 Juli
1978, saya kirim surat kepada KASAU 15 Agustus 1978.
Tanggal 20 Oktober 1978 saya dapat menghadap Ass. Pam Marsekal
S. Kepada saya Marsekal S. berkata, supaya saya memperlengkapi
surat saya dengan alibi dan pula saya sudah menandatangani
berita acara. Saya jawab: "Menurut hemat saya surat saya kepada
KASAU sudah cukup jelas. Saya terpaksa menandatangani Berita
Acara. Andaikata saya tidak mau menandatangani Berita Acara,
tentunya saya akan dipukuli. Bagaimana kalau saya dikonfrontir
dengan Hasanudin Siregar SH dan Mayor Sudarijo SH untuk
membuktikan alibi saya?" "Itu berarti akan membuka halaman
baru," jawab Marsekal S.
Karena yang berwenang mengenai persoalan G-30 S-PKI adalah
Kopkamtib, maka 25 Oktober 1978 saya menulis surat kepada
Pangkopkamtib dengan tindasan kepada Menhankam/Pangab. Sampai
sekarang tidak ada tanggapan.
Bagaimana kasus saya?
UMAR GUNAWAN
Jl. Raya Tanjung No. 60,
Brebes.
* Disertai tembusan surat kepada Pangkopkamtib 25 Oktober 1978
dan tidak dengan fotokopi kartu pengenal - Red
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo