Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Hantu 'Jadul' Komunisme

Pengepungan dan penyerangan terhadap kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Sabtu hingga Minggu malam lalu merupakan tindakan anarkistis yang tak beradab. Sebuah acara diskusi dan pergelaran seni yang sama sekali tak melanggar hukum bisa diteror sedemikian rupa. Polisi semestinya menangkap aktor di balik penyerangan yang terindikasi telah direncanakan ini.

19 September 2017 | 01.17 WIB

Hantu 'Jadul' Komunisme
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Pengepungan dan penyerangan terhadap kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Sabtu hingga Minggu malam lalu merupakan tindakan anarkistis yang tak beradab. Sebuah acara diskusi dan pergelaran seni yang sama sekali tak melanggar hukum bisa diteror sedemikian rupa. Polisi semestinya menangkap aktor di balik penyerangan yang terindikasi telah direncanakan ini.

Sulit memahami bagaimana diskusi bertema "Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/1966" yang disusul pentas seni itu dianggap berbahaya. Pada hari pertama, polisi mendesak agar acara dibubarkan, bahkan sampai menyerbu masuk ke area seminar. Pada hari kedua, giliran puluhan orang berteriak-teriak, mengepung, melempari, dan berusaha menyerbu masuk, walau polisi yang kemudian berjaga-jaga telah menjelaskan bahwa tak ada diskusi tentang Partai Komunis Indonesia di dalam gedung.

Peristiwa seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sudah beberapa kali diskusi, seminar, atau pemutaran film tentang tragedi 1965 berlangsung di bawah tekanan atau dibubarkan. Seolah-olah kebetulan, pada pekan yang sama TNI Angkatan Darat mengumumkan rencana mereka menggelar acara nonton bareng film warisan Orde Baru, Pengkhianatan G 30S PKI, di seluruh Indonesia.

Tak ada aturan yang dilanggar dalam rencana nobar itu, walau mereka yang paham akan sejarah tahu persis bahwa film tersebut adalah propaganda Soeharto yang akurasi sejarahnya sudah terlalu sering digugat. Hal yang jadi soal adalah penyerangan terhadap diskusi di LBH, juga ajakan menonton film itu, menimbulkan kesan bahwa lagi-lagi berlangsung upaya membangkitkan hantu PKI.

Upaya ini selalu muncul setiap September, dan terutama terasa sejak pemilihan presiden pada 2014. Saat itu bertebaran isu bahwa Joko Widodo, yang maju sebagai calon presiden, dekat dengan PKI. Boleh jadi, menjelang pemilihan presiden dua tahun lagi, isu kebangkitan PKI akan menjadi amunisi politik.

Sesungguhnya, menganggap komunisme akan bangkit adalah cara berpikir "anti-realitas". Sejarah sudah membuktikan, ideologi komunis telah rontok atau sekurang-kurangnya tidak laku lagi. Praktik komunisme di negara-negara yang dulu dikenal sebagai Blok Komunis sudah tercerai-berai.

Di Uni Soviet dan Cina, ideologi ini terbukti gagal. Cina bahkan lebih dikenal sebagai negara kapitalis. Begitu pula Vietnam, yang lebih sibuk mengejar pertumbuhan ekonominya, dan akan disusul Kuba. Satu yang tersisa adalah Korea Utara dengan rezimnya yang menindas. Bagaimana ideologi "jadul" seperti itu bisa dianggap kuat dan menakutkan?

Upaya membangkitkan hantu "jadul" komunisme bukan hanya tindakan anti-sejarah, tapi juga menyesatkan. Menempatkan komunisme sebagai musuh utama akan membuat kita lupa bahwa ada musuh yang jauh lebih berbahaya dan nyata: korupsi. Itulah hantu sesungguhnya. Apakah kita lupa, saat terjadi ribut-ribut seminar PKI dan nobar itu, pada waktu yang sama dua kepala daerah tertangkap basah oleh KPK saat menerima suap? Tidak cukup merusakkah lenyapnya puluhan triliun rupiah uang negara yang dimakan para koruptor?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus