Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Hentikan Kasus Bambang

Presiden Joko Widodo tak perlu ragu mengambil sikap dalam kasus Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Bambang Widjojanto. Karena perkara Bambang sudah di Kejaksaan Agung, Presiden semestinya bisa memerintahkan Jaksa Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP).

7 Oktober 2015 | 01.57 WIB

Hentikan Kasus Bambang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Presiden Joko Widodo tak perlu ragu mengambil sikap dalam kasus Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Bambang Widjojanto. Karena perkara Bambang sudah di Kejaksaan Agung, Presiden semestinya bisa memerintahkan Jaksa Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP).

Sebanyak 72 akademikus dari berbagai perguruan tinggi dan 44 agamawan dari berbagai daerah, pada kesempatan berbeda pekan lalu, mengirim surat kepada Presiden. Mereka mendesak Presiden turun tangan dalam kasus Bambang. Menurut mereka, tidak cukup alasan untuk melanjutkan kasus ini ke pengadilan. Kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dan pegiat antikorupsi harus dihentikan.

Badan Reserse Kriminal Polri pada Januari lalu menetapkan Bambang sebagai tersangka dalam perkara yang berkaitan dengan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat. Bareskrim, yang saat itu dipimpin Komisaris Jenderal Budi Wasesokini ia digeser menjadi Kepala Badan Narkotika Nasionalmenyatakan Bambang memerintahkan pemberian kesaksian palsu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.

Tindakan Bareskrim terhadap Bambang diduga erat berkaitan dengan penetapan calon Kapolri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPKmeskipun status ini kemudian dibatalkan oleh hakim Sarpin Rizaldi dalam sidang praperadilan. Bukan hanya Bambang, Bareskrim saat itu juga menetapkan Ketua KPK Abraham Samad dan penyidik KPK, Novel Baswedan, sebagai tersangka.

Terhadap kasus Bambang, Ombudsman Republik Indonesia sudah menerbitkan rekomendasi telah terjadi maladministrasi yang mengakibatkan pelanggaran hukum. Pelanggaran tersebut, antara lain, penangkapan, penahanan, dan penetapan status Bambang yang tidak sesuai dengan undang-undang. Tuduhan Bambang memerintahkan kesaksian palsu itu sejak awal memang terasa mengada-ada, karena saksi yang disebut polisi tersebut menegaskan Bambang tak pernah memerintahkan dirinya memberikan kesaksian palsu.

Semestinya Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti memperhatikan rekomendasi Ombudsman, menghentikan kasus Bambang dengan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Bahkan, berdasarkan rekomendasi tersebut, Kapolri harus memerintahkan agar mereka yang terlibat dalam penanganan kasus Bambang diperiksa. Kita menyesalkan Badrodin yang tak melakukan hal ini dan memilih "main aman": melimpahkan kasus ke Kejaksaan.

Karena kasus ini sudah di Kejaksaan, Presiden Joko Widodo bisa turun tangan menghentikan perkara Bambang. Mekanisme hukum paling tepat pada level ini adalah penghentian penuntutan. Presiden memang sudah berjanji memberikan solusi yang tidak mempermalukan salah satu pihak, kejaksaan ataupun kepolisian, tapi sebaiknya keputusan soal itu disegerakan.

Hal itu perlu dilakukan Presiden Joko Widodo agar kasus yang menjadi polemik berkepanjangan ini bisa segera dituntaskan. Pada saat yang sama, Presiden bisa menunjukkan sikapnya yang tegas dalam upaya pemberantasan korupsi dan sekaligus mencegah berbagai tindakan yang menghalangi atau menghambat upaya tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus