Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INDIKASI patgulipat pajak Asian Agri Group semakin terang-benderang. Dalam persidangan dengan terdakwa Suwir Laut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu, sembilan saksi, termasuk dua dari kantor akuntan publik dan Vincentius Amin Sutantosaksi kunci kasus inimemastikan perusahaan milik kelompok Raja Garuda Mas itu memanipulasi pembayaran pajak periode 2001-2006. Total kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun.
Para saksi menyebutkan Suwir Laut, Tax Manager Asian Agri Group, ikut berperan mengecilkan nilai penjualan agar seolah-olah keuntungan perusahaan kecil atau dikenal dengan transfer pricing. Selain itu, biaya-biayanya sengaja digelembungkan melalui transaksi hedging fiktif, pembuatan management fee bodong, serta rekayasa laporan keuangan. Dengan modus-modus itu, pajak yang dibayarkan Asian Agri lebih sedikit daripada yang seharusnya disetorkan ke negara.
Fakta yang terungkap dalam persidangan Suwir Laut ini menjadi petunjuk berharga buat majelis hakim dan jaksa. Tapi Kejaksaan tak boleh berpuas diri. Persidangan masih panjang. Asian Agri pasti akan menyiapkan saksi-saksi meringankan, bahkan mementahkan kesaksian sembilan orang tadi. Karena itu, jaksa harus kreatif. Jaksa jangan hanya mengandalkan Direktorat Pajak, tapi harus proaktif mencari saksi lain yang bisa membuktikan adanya penggelapan pajak itu.
Bukti di pengadilan juga bisa menjadi bekal Kejaksaan membawa tersangka lain ke meja hijau. Selama ini ada kesan Kejaksaan Agung tak serius menuntaskan kasus pajak Asian Agri. Sudah empat tahun kasus ini bergulir, Kejaksaan baru bisa membawa satu tersangkaSuwir Lautke pengadilan. Padahal Direktorat Pajak telah menetapkan 12 tersangka dan menyerahkan 22 berkas perkaranya ke Kejaksaan sejak April 2008.
Kejaksaan malah berkali-kali mengembalikan berkas-berkas perkara tersebut ke Direktorat Pajak dengan dalih kurang lengkap atau kerugian negara tak jelas. Kini, dengan fakta terang-benderang di pengadilan, Kejaksaan tak boleh ragu lagi membawa tersangka lain ke pengadilan. Buatlah dakwaan lebih cermat dan kuat agar bisa menjerat orang yang memerintahkan manipulasi.
Kejaksaan jangan terpengaruh oleh keinginan Asian Agri menyelesaikan kasus pajaknya di luar pengadilan atau out of court settlement dan membayar denda. Para jaksa boleh saja mempersilakan Asian Agri membayar denda empat kali lipat sesuai dengan Undang-Undang Pajak. Tapi Kejaksaan harus tetap membawa para pelaku penggelapan pajak itu ke ranah hukum karena ada unsur pidana dalam kasus tersebut.
Penyelidikan kasus ini sebaiknya tak berhenti hanya di tingkat direktur atau karyawan Asian Agri. Kesaksian sembilan orangbisa bertambah lagidi pengadilan seharusnya menjadi pintu masuk Direktorat Pajak, Kejaksaan, dan hakim dalam membongkar keterlibatan Sukanto Tanoto. Apalagi di pengadilan sudah terungkap bahwa orang terkaya di Indonesia 2006 dan 2008 versi majalah Forbes itu merupakan pemilik sesungguhnya (beneficial owner) Asian Agri.
Kesaksian Vincentius di pengadilan bisa menjadi petunjuk kuat. Bekas pengontrol keuangan Asian Agri Group ini bersaksi, dalam rapat pajak setiap tahun Asian Agri selalu merencanakan pengurangan setoran pajak senilai US$ 75 juta atau sekitar Rp 652,5 miliar. Mustahil, sebagai pengendali perusahaan, Sukanto tak tahu urusan sepenting itu.
Jaksa, hakim, dan juga kepolisian harus all-out membongkar kejahatan ini. Langkah Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum mengawal kasus pajak Asian Agri sudah tepat. Lembaga ini harus bekerja keras, memasang mata dan telinga, jangan sampai mafia hukum ”bermain” dan merekayasa perkara penggelapan pajak superjumbo ini sehingga negara dikalahkan dan otak pelakunya tak terjamah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo