Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nyanyian perantara suap Damayanti Wisnu Putranti, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan, kembali menyingkap perburuan rente di lembaga legislatif yang masih merajalela. Politikus Senayan tak pernah kapok meski banyak kolega mereka masuk bui gara-gara bermain proyek.
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Damayanti setelah dia menerima suap setara dengan Rp 3,28 miliar dari pengusaha Abdul Khoir. Uang itu merupakan "komisi" atas jasa Damayanti meloloskan proyek jalan di Maluku Tengah senilai Rp 41 miliar yang digarap perusahaan Abdul Khoir.
Sejatinya, ada belasan anggota DPR yang masuk radar KPK karena terlibat permainan proyek infrastruktur. Tapi KPK baru menetapkan lima tersangka. Selain Damayanti, ada anggota Fraksi Golkar, Budi Supriyanto. Komisi antikorupsi masih membidik anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Damayanti dan kawan-kawan terlibat berbagi jatah proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Anggota Komisi V Bidang Infrastruktur DPR itu rata-rata mendapat jatah mengawal proyek sekitar Rp 50 miliar. Sedangkan pemimpin Komisi mendapat kaveling proyek lebih besar, sekitar Rp 300 miliar. Yang keterlaluan, tanpa berkeringat, Damayanti dkk mematok komisi 8 persen dari nilai "proyek aspirasi" tersebut.
Latar belakang fraksi yang beragam menjadi indikasi bahwa korupsi tak mengenal perbedaan "ideologi". Persaingan ketatsampai kampanye hitam hanya cerita semasa pemilihan umum. Begitu duduk di DPR, politikus menanggalkan atribut "aliran" yang pernah mereka jual. Politikus yang semula mengklaim "nasionalis" atau "religius", ujungnya sama saja: bagi-bagi proyek lewat jaringan "kartel politik".
Setiap kali korupsi berjemaah terbongkar, sesama anggota kartel saling melindungi. Jarang sekali ada anggota Dewan yang membongkar korupsi kolega mereka. Yang sering terjadi, mereka justru saling menutupi. Tak mengherankan, ketika perbuatan lancung Damayanti dkk terbongkar, pemimpin partai pun adem-ayem saja. Jaringan korupsi seperti ini sudah muncul sejak dulu. Pada DPR periode yang lalu, sejumlah anggota Dewan, seperti M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh, juga dijerat KPK karena permainan proyek.
Komisi antikorupsi harus membongkar tuntas jaringan suap Damayanti dkk. Politikus yang namanya disebut oleh perantara suap jangan sampai lolos. Bila terbukti bersalah, untuk membuat jera, politikus pemburu rente ilegal itu harus dihukum berat, dimiskinkan, sekaligus dipermalukan.
Pada saat yang sama, ruang perburuan rente harus dipersempit. Pemerintah Joko Widodo tak perlu ragu menolak proyek titipan Dewan. Kewajiban anggota DPR menangkap aspirasi konstituen tak boleh dimanipulasi menjadi keleluasaan berbagi jatah proyek. Kewajiban DPR justru mengawasi proyek pemerintah agar bermanfaat bagi konstituen mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini