Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Lepas Tangan Membayar Tunjangan Kinerja Dosen

Pemerintah tak mencairkan tunjangan kinerja dosen periode 2020-2024. Penghargaan bagi pendidik tak menjadi prioritas.

4 Februari 2025 | 06.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Pada 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan peraturan mengenai tunjangan kinerja dosen.

  • Tunjangan kinerja bukan hanya tentang uang, tapi juga tentang pengakuan terhadap peran strategis dosen dalam mencerdaskan bangsa.

  • Pembayaran tunjangan dosen, demikian juga anggaran untuk kesejahteraan guru, harus menjadi prioritas.

KEPUTUSAN pemerintah tidak mencairkan tunjangan kinerja dosen periode 2020-2024 menjadi bukti nyata negara tak pernah sungguh-sungguh menghargai profesi mulia ini. Para tenaga pendidik ini dituntut mencerdaskan bangsa dan memperbaiki kualitas pendidikan, tapi negara memperlakukan mereka bak relawan. Semua disebabkan oleh kesalahan pola pikir pemerintah sejak dulu.

Kisruh tak cairnya tunjangan kinerja dosen periode 2020-2024 bermula dari kekacauan pengelolaan anggaran pendidikan. Pada 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan pasal 2 peraturan tersebut, pegawai di lingkungan Kementerian Pendidikan diberi tunjangan kinerja setiap bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tak cukup di situ, menjelang lengser, Nadiem menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan Nomor 447/P/2024 tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Pemberian Besaran Tunjangan Kinerja Dosen di Kementerian Pendidikan. Anehnya, ia tak mengajukan alokasi anggaran pembayaran tunjangan kinerja ini dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Jelas ini kelalaian Nadiem dan para menteri lain di era pemerintahan Joko Widodo. Kisruh tunjangan kinerja dosen kian memperlihatkan watak asli pejabat negeri ini yang tak peduli pendidikan dan lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Bagaimana tidak, saat penyusunan Rancangan APBN 2025 selepas pemilihan umum tahun lalu, banyak menteri dan pejabat yang justru sibuk menyiapkan program dan anggaran agar sesuai dengan program-program unggulan Prabowo Subianto. Padahal waktu itu Prabowo belum dilantik menjadi presiden.

Kini Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi—sebagai pecahan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—dengan entengnya melepas tanggung jawab. Memang, upaya memperjuangkan anggaran tunjangan kinerja dosen 2025 sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat, tapi kewajiban yang muncul dari peraturan menteri pada masa sebelumnya tak boleh dianggap tidak ada.

Peraturan menteri bukanlah sekadar dokumen administratif. Meski dikeluarkan oleh lembaga dengan nomenklatur berbeda, peraturan adalah janji resmi negara kepada rakyat. Janji ini tidak boleh diabaikan hanya karena terjadi perubahan struktur atau kepemimpinan di kementerian. Ketika sebuah aturan dikeluarkan, ia menjadi komitmen resmi yang mengikat secara moral dan hukum. Mengabaikan aturan tersebut sama saja dengan mengingkari janji yang telah dibuat kepada publik.

Dalam konteks tunjangan kinerja dosen, aturan ini bukan hanya tentang uang, melainkan juga tentang pengakuan terhadap peran strategis dosen dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tunjangan kinerja juga bukan sekadar bonus atau hadiah, melainkan juga hak yang bisa menjadi penyemangat para dosen untuk terus berkarya. Pemerintah harus menunjukkan konsistensi dan integritas dalam memenuhi janji-janjinya karena pendidikan adalah investasi terbesar bagi kemajuan bangsa.

Upaya pemangkasan anggaran yang sedang dilakukan pemerintah untuk menyehatkan kas negara menjadi momentum yang pas untuk mengatur lagi prioritas pengeluaran. Pembayaran tunjangan dosen, demikian juga anggaran untuk kesejahteraan guru, harus menjadi prioritas. Pengeluaran-pengeluaran tak penting, misalnya biaya seremoni kenegaraan, kunjungan presiden ke luar negeri, dan proyek-proyek mubazir seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara warisan Jokowi, selayaknya dipangkas hingga tipis.

Kita tidak bisa terus-menerus mengorbankan masa depan bangsa hanya karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola prioritas. Dosen-dosen yang menunggu tunjangan bukanlah sekadar pegawai biasa. Mereka adalah pilar-pilar yang menopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri ini. Jika terus mengabaikan mereka, jangan heran jika suatu hari nanti kualitas pendidikan kita makin terpuruk.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus