Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi akhirnya membongkar suap di Pelabuhan Tanjung Priok. Tiga pegawai dan pejabat di Kementerian Perdagangan yang diduga mempermainkan urusan bongkar-muat barang (dwelling time) ditetapkan sebagai tersangka. Walau terlambat, langkah ini bisa menjadi momentum pembenahan pelayanan di pelabuhan.
Kepolisian bergerak setelah sekitar sebulan yang lalu Presiden Joko Widodo marah saat meninjau Pelabuhan Tanjung Priok. Presiden kecewa lantaran proses membongkar barang impor di Indonesia masih memerlukan waktu 5,5 hari. Padahal, di negara tetangga seperti Singapura, urusan bongkar-muat barang hanya berlangsung sekitar 1 hari, dan di Malaysia 3-4 hari saja.
Ribetnya urusan di pelabuhan-melibatkan 18 instansi-merupakan penghambat layanan bongkar-muat barang. Pemerintah sudah menetapkan sistem layanan satu atap, tapi tidak berjalan. Akibatnya, pengusaha harus mengurus ke setiap instansi. Pegawai dan pejabat terkesan sengaja mengganjal pembenahan layanan di pelabuhan karena urusan ini merupakan ladang suap yang subur.
Dua tahun lalu, para pengusaha meributkan lamanya dwelling time di Tanjung Priok, yang mencapai 17 hari. Kala itu para pelaku usaha sampai harus mengirim surat protes ke Menteri Koordinator Perekonomian terkait dengan masalah tersebut karena situasi itu sangat mengganggu arus kelancaran keluar-masuk barang. Akhirnya saat itu dwelling time bisa ditekan menjadi sekitar 7 hari.
Pada Maret lalu, dalam rapat koordinasi, pemerintah menegaskan waktu bongkar-muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok akan ditekan lagi menjadi 4,7 hari, dari saat itu 5,2 hari, dalam tiga bulan. Sekarang, setelah tiga bulan, dwelling time justru menjadi 5,5 hari. Fakta inilah yang membuat Presiden Jokowi murka. Apalagi molornya waktu bongkar-muat itu mengakibatkan kerugian yang mencapai triliunan rupiah.
Buruknya angka dwelling time membuat peringkat Indonesia dalam Logistics Performance Index 2014, yang diterbitkan Bank Dunia, hanya pada posisi ke-53. Ini hanya lebih baik daripada Filipina, Myanmar, dan Laos. Dari survei itu, diketahui bahwa persoalan utama pelabuhan di Indonesia adalah infrastruktur dan layanan yang masih buruk.
Itu sebabnya, pembenahan layanan pelabuhan merupakan keharusan. Diperlukan kerja keras dan koordinasi yang kuat dari sejumlah instansi terkait karena urusan bongkar-muat barang merupakan persoalan lintas sektoral. Setiap pemimpin instansi harus membuang jauh-jauh ego masing-masing. Seluruh kementerian dan lembaga terkait harus berkoordinasi dengan baik.
Pengusutan suap di pelabuhan seperti yang dilakukan kepolisian amat penting agar para pegawai dan pejabat yang mempermainkan layanan menjadi jeri. Hanya, langkah tersebut mesti diikuti upaya lain, seperti membuka lebar-lebar keluhan masyarakat yang urusannya di pelabuhan dipersulit. Pemerintah juga perlu menerbitkan regulasi yang bisa membuat koordinasi di antara 18 instansi terkait di pelabuhan menjadi lebih baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini