Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM korupsi sistematis, para pejabat membeli loyalitas dengan cara membagi-bagi "rezeki" kepada pengikutnya. Para pengikut harus disuap terus-menerus. Kalau suapan pihak lawan lebih besar, pengikut "menyeberang". Ini biasanya terjadi pada saat kesetiaan primordial mulai menipis, dan kesetiaan yang lebih bercorak kepentingan bersama belum tercipta. Kritik atas korupsi dijadikan alat untuk memukul pesaing, bukan demi pelaksanaan pemerintahan yang baik.
Walaupun belum sempat meluas atau melembaga, korupsi sistematis dilakukan secara terorganisasi, berulang kali, dan biasanya menyangkut jumlah orang yang besar. Skandal populer biasanya menyangkut korupsi jenis ini. Inisiatif diambil oleh para pejabat tinggi, dan melibatkan banyak fungsionaris dan pegawai negeri, para perantara dan pengusaha. Hasil korupsi dibagi-bagi di antara mereka.
Begitu para petinggi pelaku dicopot, korupsi pun setop. Penyelundupan kayu di perbatasan yang melibatkan pejabat bea cukai, aparat keamanan, pengawas kehutanan, dan pengusaha adalah salah satu contoh korupsi sistematis.
Jenis kedua, korupsi sistemis, merupakan kombinasi politik dan korupsi. Ini dilaksanakan secara teratur, dengan disiplin tinggi, kelompok-kelompok pelakunya memanipulasi proses dan hasil pemilihan umum. Elite yang sudah mapan mendikte dunia bisnis. Perusahaan dalam dan luar negeri dikenai sumbangan wajib. Jangan coba-coba tidak memberi. Barisan birokrasi selalu siaga untuk beraksi.
'Political Will'
Banyak pihak berpendapat bahwa korupsi sistematis ataupun sistemis dapat dikurangi asal saja elite politik mempunyai political will. Yang dimaksud political will adalah tekad para aktor politik yang ditunjukkan secara meyakinkan untuk memerangi sebab dan akibat korupsi pada tingkat sistemis.
Political will dianggap ada bila tampak adanya upaya nyata untuk meneliti dan mengerti konteks dan sebab-sebab korupsi. "Harus ada penjajakan empiris tentang besarnya kerugian yang diderita sebagai akibat korupsi, dan sektor kegiatan mana yang merugi paling besar," kata Sahr J. Kpundeh dalam makalah Political Will in Fighting Corruption, pada konferensi di Paris, 1997.
Political will dianggap nyata bila pemerintah menggerakkan dan mengikutsertakan semua pihak yang berkepentingan dalam gerakan antikorupsi. Jadi, harus ada perhitungan untung-rugi dalam merencanakan operasi antikorupsi.
Apakah penuntutan hukum cara paling efektif dalam membasmi korupsi? Atau berbagai pendekatan harus dilakukan secara serentak? Jangan lupa, korupsi, seperti setiap kejahatan, dilakukan dengan motif tertentu, pada kesempatan tertentu, dan dengan cara tertentu. Setiap faktor ini merupakan ladang antikorupsi yang bila digarap dengan sungguh-sungguh akan menghasilkan panen jauh lebih makmur ketimbang mengejar koruptor, yang toh akan lolos dari jangkauan pengadilan yang korup.
Akhirnya, political will akan jelas tampak bila pemerintah mengupayakan pengamatan yang seksama atas dampak suatu kebijakan antikorupsi, untuk kemudian mempertimbangkan hasil pengamatan tersebut dalam merevisi strategi perjuangan antikorupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo