Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bobolnya sel Kepolisian Resor Kepulauan Seribu pada Jumat pekan lalu menunjukkan lemahnya penjagaan tahanan itu. Para pesakitan kabur ketika seorang petugas kepolisian memasukkan kembali seorang tahanan setelah tes urine. Lalu, seperti banyak diberitakan media, para tahanan mendorong petugas, bahkan memukulnya. Sekitar 20 tahanan melarikan diri. Sebagian tertangkap dan sebagian lagi berhasil kabur. Bersyukur polisi cepat meringkus sebagian dari mereka. Yang tersisa harus dikejar agar tidak melakukan kejahatan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Perihal bobolnya tahanan polisi sebetulnya bukan baru kali ini terjadi. Minggu, 26 Agustus 2018, kasus serupa terjadi di Polres Ciamis, Jawa Barat. Enam tahanan kepolisian itu berhasil kabur setelah menjebol atap ruang tahanan. Lima di antaranya sudah ditangkap kembali, satu orang masih buron. Pada 2014, kasus serupa pernah terjadi di kantor kepolisian Ciamis: enam tahanan kabur tapi kemudian tertangkap kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Peristiwa pemberontakan tahanan terorisme di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian RI pada Mei lalu juga patut dicatat. Memang tahanan tidak sampai melarikan diri. Ketidaksiapan aparat membuat aksi tersebut sulit dibendung. Bahkan tahanan dapat merebut senjata dan membunuh lima polisi.
Polisi harus memperketat pengamanan sel mereka. Dalam kasus di tahanan Mako Brimob, salah satu penyebabnya adalah jumlah tahanan yang terlalu banyak, sementara petugas jaga sedikit. Untuk itu, rasio antara jumlah tahanan dan petugas mesti diperbaiki. Dengan demikian, setiap sel terpantau oleh petugas.
Pengawasan yang lebih ketat juga perlu dilakukan terhadap para pembesuk. Pada Juni lalu, tahanan Polres Jakarta Timur melarikan diri setelah berhasil membobol dinding sel dengan palu besi dan paku. Diduga keras benda-benda itu dipasok oleh para pembesuk. Pemeriksaan yang teliti dan tegas atas bawang bawaan pembesuk dapat mencegah benda-benda berbahaya tersebut masuk ke sel.
Selain itu, perlu dipertimbangkan pemasangan closed-circuit television (CCTV) di setiap titik di dalam sel. Dengan adanya CCTV, penjaga dapat mengawasi gerak-gerik para tahanan setiap saat dan mengetahui lebih cepat jika ada tanda-tanda yang mencurigakan.
Pemantauan melalui kamera ini memperkecil kemungkinan tahanan dapat membobol tembok atau membongkar atap. Tindakan mereka akan diketahui lebih awal dan dicegah. Selain itu, CCTV memungkinkan aparat mencegah aksi kriminal di dalam sel, seperti perkelahian, perisakan, penggunaan narkoba, atau laku lajak polisi terhadap tahanan.
Kaburnya tahanan Polres Kepulauan Seribu tak perlu terjadi jika petugas sigap dan waspada. Jika ada petugas lain yang memantau tahanan melalui kamera, potensi tahanan kabur bisa dicegah. Setidaknya mereka bisa dicegah keluar dari area kantor kepolisian. Sungguh ironis, insiden ini terjadi pada sore hari, bukan pada malam hari saat petugas mungkin capek atau lengah.
Penyerangan terhadap polisi dan tahanan kabur tak boleh terulang. Sistem keamanan di sel kepolisian harus diperbaiki.