Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbekuknya pelaku utama genosida kaum muslim Bosnia membuat dunia akhirnya dapat mencicipi sedikit rasa keadilan. Baru sedikit, memang. Karena hukuman setimpal untuk perbuatan Radovan Karadzic harus ditunggu di pengadilan Mahkamah Kejahatan Internasional, Den Haag, Belanda. Bekas Presiden Serbia-Bosnia itu adalah penjahat perang paling diburu di Eropa selama 13 tahun terakhir.
Perjalanan waktu yang panjang. Tapi usaha yang sulit itu setidaknya telah terbayar sebagian. Proses selanjutnya menjadi tugas Mahkamah Kejahatan Internasional. Lembaga ini harus menggelar suatu pengadilan yang transparan dan seadil-adilnya. Hasilnya kelak harus dibuka kepada publik.
Mencerna keadilan dalam kasus genosida bukan main sulitnya. Sekadar berandai-andai dengan dalil ”mata ganti mata, nyawa ganti nyawa”, maka entah apa hukuman yang imbang untuk Karadzic, yang membantai 8.000 lebih muslim Bosnia, termasuk anak-anak, pada 1995. Dia memerintahkan pengepungan Kota Sarajevo selama 43 bulan, yang menewaskan hampir 11 ribu warga sipil. Ribuan manusia terkubur, korban perang yang bertahan pun hidup amat menderita.
Maka pengadilan Karadzic menjadi momen amat penting. Peristiwa di Den Haag itu akan mengirimkan pesan kepada pemimpin negara mana pun, termasuk Indonesia, agar tidak melindungi penjahat pencabut hak hidup banyak orang. Dunia tidak pernah cukup lebar untuk menyembunyikan kriminal kemanusiaan. Hanya soal waktu untuk menyeret pelaku kejahatan ke depan pengadilan. Tentu pengadilan Karadzic ini merupakan langkah maju yang perlu dihargai dan didukung komunitas internasional.
Memang persoalan belum selesai dengan menghukum Karadzic. Kita tahu, di Serbia masih ada Jenderal Ratco Mladic. Dia eksekutor pembantaian muslim Bosnia di Srebrenika. Dia pelaksana politik ”pencucian etnis” Radovan Karadzic. Mladic masih bebas dan harus dikejar dengan segala cara. Para simpatisan yang masih melindungi dia, karena menganggap Mladic dan atasannya membawa kejayaan Serbia, harus diterabas jaring-jaringnya. Sebab, pengadilan atas Karadzic bukan problem internal Serbia semata. Ini utang dunia terhadap kemanusiaan yang dilunaskan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa harus segera menjangkau penjahat perang yang masih berkuasa sekalipun. Di Sudan, Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir telah ditetapkan sebagai penjahat perang untuk pembunuhan massal di Darfur. Di Serbia, di Rwanda, Sierra Leone, Irak, sejumlah kriminal perang berkeliaran dengan bebas.
Den Haag juga tidak bisa bergerak sendirian memburu para pelaku. Mahkamah itu memerlukan peran aktif komunitas internasional. Tekanan dunia terhadap sebuah negara yang menyimpan penjahat, setidaknya, dapat mempercepat proses pengadilan si pelaku.
Kebrutalan milisi Serbia yang menewaskan 250 ribu manusia selama 1992-1995 adalah salah satu tragedi kemanusiaan terburuk dalam sejarah. Mahkamah Internasional hendaknya menggunakan momentum pengadilan Karadzic untuk menegaskan bahwa dunia tak akan membiarkan penjahat kemanusiaan hidup tanpa menanggung akibat perbuatan zalimnya. Keputusan setimpal dari Den Haag akan sedikit mengobati luka-luka masa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo