Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam tubuh Ratu Anne bukan hanya ada penyakit pirai (pembengkakan di sendi-sendi tulang kaki), encok dan darah tinggi. Tetapi dia juga rendah diri karena merasa tidak cukup jelita; dia merasa tak percaya diri dengan kemampuannya memerintah Inggris di awal abad 18 ketika negaranya tengah bertempur dengan Prancis, dan pada dasarnya dia lebih bergairah bercengkerama dengan perempuan daripada dengan lelaki.
Maka tak heran jika Ratu Anne (diperankan dengan luar biasa oleh Olivia Colman) sangat tergantung pada Duchess of Malborough yang dikenal sebagai Sarah Churcill (Rachel Weisz). Tugas Sarah bukan sekedar mendorong kursi roda, karena kaki sang Ratu didera pirai yang semakin parah, tetapi juga menasehati berbagai hal dari soal domestik istana hingga soal undang-undang dan keputusan Ratu untuk meneruskan perang dengan Prancis atau damai. Sedemikian pentingnya Sarah, seluruh istana mahfum bahwa kekuasaan yang nyaris tak terbatas ada di tangan Sarah karena sering kali sang Ratu patuh pada keinginan Sarah.
Datanglah sang sepupu yang tak kalah jelita. Abigail Masham, seorang Baronnes Masham yang keluarganya jatuh miskin akibat utang yang kemudian dijual sang ayah kepada siapa saja yang mau membelinya. Abigail yang semula bekerja sebagai pembantu istana dengan lihai mampu menarik perhatian sang Ratu. Dia menyiapkan obat herbal bagi seluruh persendian Ratu yang bengkak. Sarah murka dengan kelancangan Abigail yang menembus ruang-ruang pribadi sang Ratu. Ternyata herbal itu ampuh. Sang Ratu tak merasa kesakitan. Jadilah Abigail ikut mendampingi Sarah membantu kegiatan sehari-hari Ratu Anne. Hingga dia mampu mencuri semua teknik Sarah dalam meladeni Ratu, termasuk memuaskannya secara seksual. Pada satu saat, Abigail berhasil mendepak Sarah dari sisi sang Ratu dan bahkan dari istana.
Film The Favourite adalah sebuah perjalanan panjang penulis skenario dan penggagas Deborah Davis. Dia mengaku sudah menulisnya sejak tahun 1998 dengan judul asli The Balance of Power. Dengan menggunakan berbagai sumber pustaka, salah satunya buku karya Winston Churchill yang menulis tentang nenek moyangnya the Duke Marlborough yang menikah dengan Sarah Churchill. Isi buku itu salah satunya menceritakan hubungan unik ketiga perempuan ini dan bagaimana mereka saling memanipulasi untuk bertahan. Bagian inilah yang kemudian menjadi fokus dari skenario film ini. Produser Ceci Dempsey sangat tertarik dengan gagasan Deborah Davis, tetapi saat itu sulit memperoleh dana dari investor karena isi cerita yang secara terbuka menceritakan kisah hubungan 3 perempuan lesbian sementara tokoh-tokoh lelaki hanya sekedar pendukung. Baru beberapa tahun silam proyek ini mendapatkan dukungan finansial dengan perkembangan sosial dan politik yang terjadi di berbagai negara -negara Barat.
Yang menarik dari penggarapan film ini, meski mengambil tema periode abad 18, sutradara Yorgos Lanthimos (Dogtooth, 2009; Lobster, 2015; The Killing of a Sacred Deer, 2017) tetap terasa kontemporer karena musik yang justru ‘anti-klasik’ , lebih eksperimental. Kostumnya pun sengaja dibuat kontras, para lelaki justru berdandan penuh dengan pupur putih dan gincu super merah, sementara para perempuan minim polesan. Bahkan Sarah sesekali mengenakan pakaian maskulin saat latihan menembak.
Tentu saja ini semua adalah upaya Deborah Davis dan sutradara Yorgos menggunakan lisensi kreatif mereka, karena di dalam bukus sejarah resmi tak pernah dijelaskan secara terbuka tentang hubungan Ratu Anne dengan kedua asisten perempuannya yang bersaing memperoleh kekuasaan dengan menggunakan seks.
Aktris Olivia Colman tampil bagaikan dinamit. Setelah dia memperoleh berbagai kemenangan dalam mini seri The Night Manager (2016), Colman berhasil menampilkan seluruh spektrum emosi Ratu Anne yang emosional, rendah diri, mudah tersinggung sekaligus penuh gairah seks. Rachel Weisz dan Emma Stone juga mampu mengimbangi kedahsyatan Colman. Kontras karakter mereka terlihat ketika sang Ratu selalu memperlakukan 17 kelinci piaraannya di kamarnya seperti anaknya, Abigail langsung sigap memahami sang ratu dan ikut-ikutan memuja muji 17 'anak' Ratu. “Mereka adalah pengganti anak-anakku yang hilang, sebagian tewas keguguran di dalam perutku; sebagian sempat lahir tapi tak bertahan lama,” kata Ratu Anne dengan suara bergetar. Sementara Sarah, karena sudah lama berhubungan dengan sang Ratu menjadi jauh keras, galak, realistis dan terkadang sangat kasar saat menghalau halusinasi Ratu Anne.
Hal lain yang perlu dipelajari para pencipta (film, sastra, tari, teater) kita adalah Yorgos jarang menampilkan tokoh yang sangat baik atau sangat jahat. Tokoh-tokoh Yorgos semua mengandung masalah sehingga mereka semua tak pernah hitam atau putih. Semuanya menjengkelkan sekaligus membuat kita ingin membela mereka. Mereka adalah orang-orang yang mencoba bertahan dan akan melakukan apa saja agar bisa tetap hidup. Film Dogtooth yang menggemparkan itu juga salah satu film Yorgos yang meledak dan dipuji para kritikus karena tokoh-tokohnya yang eksentrik itu tidak muncul hanya sekedar untuk shock value.
Di kalangan sineas festival, nama Yorgos sudah menjadi ‘langganan’. Film Lobster (2015) terpilih Jury Prize dalam Festival Film Cannes 2015. Bahwa selama musim festival film 2019 The Favourite berkali-kali memperoleh nominasi dan penghargaan, dan bahkan Academy Awards tahun ini mengganjarnya dengan 10 nominasi termasuk Film Terbaik menunjukkan betapa Yorgos Lanthimos (45 tahun) adalah sutradara generasi baru yang sudah menembus Hollywood tetapi akan menyegarkan atau bahkan menggebrak film-film Hollywood yang sudah terlalu formulaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THE FAVOURITE
Sutradara: Yorgos Lanthimos
Skenario: Deborah Davis dan Tony McNamara
Pemain: Olivia Colman, Emma Stone, Rachel Weisz, Nicholas Hoult, Joe Alwyn
Produksi: Scarlet Films, Arcana, Film4 Productions, Waypont Entertainment
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini