Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di balik pecahan kaca jendela sekolah, Isfi (Isfira Febiana) menyaksikan seorang kawan yang mereka tunggu. Di antara asap rokok yang keluar dari bibir gerombolan anak SMA itu, Isfi ikut-ikutan dalam obrolan “jantan” mereka: apakah Ricky masih perawan; apa perlu kita memperkenalkan dia ke daerah lampu merah dan seterusnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika akhirnya Ricky datang, Isfi menghampirinya dan meminjam motor. “Mau ketemu Nita ya?” Isfi mengangguk. Dia menjemput kawannya Nita (Anita Aqshary Thamrin) untuk kemudian ‘belajar’ di kamar dan menginap. Tapi tunggu dulu, bagaimana penampilan Isfi –berseragam celana abu-abu dan kemeja, berambut cepak—bisa lolos dari pengamatan mata elang ayah Nita itu? Sebelum masuk rumah, Nita “memberikan perangkat” yang menyelimuti seluruh tubuh Isfi, kecuali wajahnya tentu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film pendek ini hanya berdurasi 15 menit, tetapi memberikan ledakan. Dinamit itu meledak di Venice Film Festival ke 75 di mana sutradara Aditya Ahmad diganjar piala Lion dalam seksi kompetisi Film Pendek Orizzonti Corti. Ini sebuah peristiwa yang istimewa dan merupakan kado bukan hanya untuk Aditya Ahmad dan Miles Films belaka, tetapi juga untuk perfilman Indonesia dan masyarakat Indonesia yang saat ini senantiasa cemas akan identitasnya.
Film Kado karya Aditya Ahmad dinobatkan sebagai Best Short Film dalam Venice International Film Festival 2018 untuk Orizzonti Section pada 9 September 2018
Bakat Aditya Ahmad sudah terpancar sejak ia juga berhasil meringkus perhatian juri maupun penonton festival melalui film pendek Sepatu Baru (2013). Menampilkan pemain baru Isfira Febiana, Sepatu Baru yang juga berdurasi 15 menit adalah sebuah kisah sederhana yang ceria tentang penantian matahari di antara derasnya hujan. Kemampuan Aditya bercerita dengan gambar itulah yang kemudian menyebabkan dia diberi pujian bertubi-tubi dari tingkat lokal XXI Short Film Festival di Jakarta hingga Special Mention di Berlin maupun Seoul.
Tampaknya Isfiana bisa saja dikatakan muse, atau sumber inspirasi Aditya Ahmad. Setelah keberhasilannya dengan Sepatu Baru, Aditya yang kemudian ‘bersekolah’ di bawah naungan Miles Films dengan beberapa kali menjadi asisten sutradara Riri Riza dan membuat beberapa produksi kecil. Produser Mira Lesmana berkisah bahwa mereka sangat membebaskan Aditya untuk membuat film layar lebar atau film pendek, tapi saat itu Aditya “berubah-ubah rencana dan sempat kepingin menjadi pelaut” karena merasa tak yakin akan cita-citanya.
Pada saat Aditya Ahmad bertemu lagi dengan Isfi lima tahun setelah pembuatan film Sepatu Baru, Aditya mengamati betapa “maskulinnya penampilan Isfi”. Aditya dan Isfi saling berbincang dan dari kisah Isfi yang mengalami kesulitan di sekolah, karena dia lebih suka mengenakan celana panjang daripada rok, akhirnya Aditya merasa bahwa kisah Isfi adalah sebuah berlian yang perlu diasah menjadi cerita film pendek. Mira Lesmana dan Riri Riza langsung menyetujuinya dan “tak ada sedikitpun dari skenarionya yang kami ubah.”
Dengan masa pengambilan gambar yang sedikit demi sedikit, “karena saya juga sibuk dengan tugas film lain,” demikian alasan Aditya, maka film akhirnya selesai. Hasilnya memang sebuah berlian yang bersinar. Isfi, tampil dengan namanya sendiri, meski ini tetap kisah fiktif juga sebuah temuan baru. Dia meluncur mulus menggambarkan dirinya sebagai seorang ‘androgini’, seorang lelaki di antara gerombolan lelaki, lantas kemudian ternyata dia akan menjelma perempuan jika terpaksa. Ada kejutan, ada humor, ada berbagai bagian yang menyentuh, tapi sekaligus ada yang menyedihkan. Aditya menyodorkan meski masyarakat Bugis di masa lalu mengenal lima gender, tetapi toh sosok seperti Isfi kini digerus oleh konservatisme. Dia akan dianggap aneh dan menentang kodrat. Aditya merasa tidak nyaman dengan dikotomi yang ketat itu. “Mengapa seseorang harus masuk dalam satu kategori?”
Cuplikan adegan film Kado karya Aditya Ahmad (Miles Film)
Hampir semua pemain, yang disebut sebagai ‘non-actor’, menurut saya justru pemain yang indah. Anita Aqshary Thamrin, satu-satunya kawan Isfi yang memahaminya juga layak diperhatikan penampilannya: tulus, jujur dan mengharukan.
Kehebatan susunan cerita ini, Adit bisa menceritakan sesuatu yang kompleks hanya dalam waktu 15 menit. Dan cerita kompleks itu justru kuat dalam cerita visual karena Aditya menyajikan beberapa kejutan di setiap kelok. Seandainya kisah ditulis dalam teks fiksi, meski bisa sama kuat, pasti tak akan bisa menyajikan daya kejut yang sama.
Pada akhir ketika Isfi bersama-sama gerombolan lelaki berdesakan di dalam mobil seperti ikan sarden dalam kaleng, kita bisa melihat perubahan wajah Isfi, terutama ketika kawan-kawanna menggoda waria di pinggir jalan. Wajah yang semula bersinar penuh tawa –karena dia merasa sedang menjadi dirinya—perlahan kehilangan cahaya dan redup. Murung.
Aditya, setelah film ini, lupakanlah cita-citamu menjadi pelaut.
KADO
Sutradara: Aditya Ahmad
Skenario: Aditya Ahmad
Pemain: Isfira Febiana, Anita Aqshary Thamrin
Produksi: Miles Films