Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Air PAM Kapan Merata ?

Seminar yang membahas masalah penyediaan air untuk DKI Jakarta, dalam seminar ini berbagai makalah disajikan a.l soal teknologi pengolahan air bersih.

15 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGIAN warga kota Jakarta bisa mencuci mobil mereka dengan air PAM (Perusahaan Air Minum), sementara masih banyak keluarga harus mengandalkan gerobak pengedar air. Pekan lalu mereka yang tinggal di Jakarta Utara bahkan terpaksa menadah air hujan. Soalnya ialah gerobak para pengedar dirazia oleh petugas Kamtib yang sedang rajin. Kebutuhan akan air meningkat dengan bertambahnya penduduk. Penduduk Jakarta tahun 1980 diperkirakan 6,4 juta. Sementara jaringan PAM hanya dapat melayani 15 % dari jumlah itu. Selebihnya penduduk ibukota harus memompa atau menimba air sumur. Dari 235 kelurahan di DKI ini hanya 148 yang dijangkau jaringan PAM yang mengalirkan air seb.myak 5,4 m3 per detik. Ini pun hanya dinikmati 23% penduduk kelurahan itu dengan rata-rata memperoleh 5 liter sehari. Rencana Induk DKI ialah mensuplai 230 liter untuk setiap orang sehari. Masalahnya bukan produksi atau pendistribusian air bersih saja. Juga penyediaan air baku cukup menimbulkan kekhawatiran. Pekan lalu suatu seminar di Jakarta membahas masalah itu. Dengan tema Masalah Pensediaan Air Untuk DKI Jakarta, seminar ini diprakarsai oleh HUKLHI (Himpunan Untuk Kelestarian Lingkungan Hidup), berkenaan dengan hari ulang tahun ke3 organisasi itu. Dalam seminar ini berbagai makalah disajikan. Tampak menonjol soal teknologi pengolahan air bersih di samping pencemaran air baku oleh berbagai kegiatan manusia. Segi teknologinya menyorot berbagai kemungkinan dan rencana PAM meningkatkan kapasitasnya mengolah sumber air permukaan. Segi pencemaran rupanya belum di sadari masyarakat. Dirasakan.perlu adaupaya membangkitkan kesadaran masyarakat tentang pencemaran. Dan untuk mengatasi berbagai hal tadi, ada usul supaya diadakan suatu otorita pengelola masalah air yang terpadu. Sumber penyediaan air tanah dan air permukaan--seperti sungai, danau, dan waduk --telah cukup dibahas. Namun sedikit pun tidak disinggung kemungkinan mendaurulangkan (recycling) air yang sudah dipakai, atau kemungkinan mendirikan fasilitas pemisahan garam dari air laut. Selain sektor rumah tangga, sektor industri juga membutuhkan air. Sektor industri di wilayah Jakarta dan sekitarnya agaknya tidak sulit memperoleh kebutuhannya, melalui sumur bor dalam. Air tanah disedot industri dengan izin resmi semestinya. Sekitar 1000 sumur bor dalam terdaftar resmi di DKI atau hanya 60% dari jumlahnya sebenarnya. Dalam makalahnya, Dr. F. Hehuwat dari Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional mengemukakan 100 liter per menit sebagai debit setiap pompa sumur bor dalam itu yang rata-rata bekerja selama 10 jam setiap hari kerja. Bila diambil jumlah pompa yang terdaftar saja, ini berarti setiap menit sebanyak 15 truk tanki air bisa diisinya. Tiap truk punya kapasitas 4000 liter. Itu juga berarti air tanah yang disedot cukup untuk 15.000 tanki sehari. Bila semua truk itu dideret, barisannya akan sepanjang Tanjungpriok sampai Bogor. Air yang disedot dengan laju kapasitas demikian--dari akifer (lapisan yang mengandung air) di kedalaman tanah itu -- jauh lebih banyak dari pada yang kembali terisi oleh resapan air hujan di hulu. Akibatnya? Pertama, air laut mengisi kekosongan yang ditimbulkan sedotan hebat itu dan mulai mencari persediaan air tanah. Kedua, tanah itu akan ambles. Intrusi air laut--yang oleh Hehuwat dinamakan penyu- supan--diketahui sudah mencapai garis Hotel Indonesia di Jakarta. Bahkan pada kedalaman lebih jauh lagi. Posisi Unik Dr. M.M. Purbo Hadiwidjoyo dari FTSP ITB menamakan hal ini penambangan air. "Bila pengambilan melebih pemasukan, itu namanya penambangan," katanya. Memang kalangan ahli hidrologi mengenal istilah itu. Hakekatnya kondisi air dalam tanah tidak berbeda dengan minyak. Dan menambang air tanah itu sebetulnya tidak berbeda dengan menarnbang minyak bumi. Kapasitas akifer berbeda-beda. Ada akifer yang laju pengisiannya kembali amat lamban. Penyedotannya, walaupun sedikit saja, merupakan penambangan. Tapi kebanyakan akifer secara berkala terisi kembali, sekalipun penyedotannya melalui sumur artetsis cukup banyak. Jakarta, yang terletak di dataran pantai, sebetulnya punya posisi unik dan menguntungkan. Ibukota ini berada di atas sejumlah lapisan yang mengandung air (akifer). Berbagai lapisan akifer ini membentang dari pedalaman, sekitar wilayah Bogor di selatan, sampai ke pantai Teluk Jakarta. Air hujan yang jatuh di wilayah itu sebagian hanyut ke laut melalui sungai-sungai sedang sebagian meresap melalui lapisan tadi dan mengalir di bawah tanah menuju laut pula. Hanyutnya air tanah ke laut bisa dicegah. Israel, misalnya, mencegahnya dengan memasang pompa di sepanjang pantainya di Laut Tengah. lni dikendalikannya secara teliti sekali. Juga dicegahnya pengambilan berkelebihan yang bisa menyebabkan akifer air tawar tercemar oleh air asin dari laut. Bahkan ada air limbah kota Israel yang diolah untuk kemudian diinjeksikan ke dalam akifer guna membatasi intrusi air laut. Menjelang tahun 1985 Israel malah akan memanfaatkan teknologi penawaran air laut dan mendaurulangkan air limbah industri dan kota. Agaknya teknologi air semacam itu sudah mendesak bagi Indonesia, khususnya Jakarta, untuk diterapkan. Setidak- nya, demikian antara lain pesan yang muncul dari seminar pekan lalu itu, Indonesia perlu meningkatkan prioritas investasi bagi keperluan suplai air. Kebetulah 10 November ini Sidang Umum PBB mengesahkan suatu kampanye Dasawarsa Suplai Air Minum dan Sanitasi Internasional 1981-9l). Indonesia dan negara Dunia Ketiga lainnya terutama sekali menjadi sasaran kampanye Dasawarsa itu. Berbagai badan PBB dan lembaga internasional lainnya terlibat di dalamnya. "Seribu juta anak-anak (di dunia) sedikit sekali atau tak terjangkau oleh air bersih," ucap Henry F. Labouisse, bekas direktur eksekutif UNICEF, suatu badan PBB. "Suplai air bersih secukupnya adalah suatu hak manusia," sambung Dr Halfdan Mahler, direkturjenderal WIIO, badan PBB lainnya. Mengikuti derap Dasawarsa itu, Indonesia sudah menyatakan sasarannya yang dikaitkan dengan Repelita. Suplai air bersih, demikian sasaran Indonesia yang dicatat W}IO, diharapkan akan menjangkau 75% penduduk perkotaan dan 42% penduduk pedcsaan. Memadaikah itu? PBB menghimbau supaya negara masing-masing mencapainya 100%. Seminar pekan lalu di Jakarta tampaknya mengingatkan lagi supaya Indonesia lebih serius dalam hal ini. Gagasan pemerataan juga dituntut untuk pengadaan air bersih bagi rakyat banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus