Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

FSGI Dukung Kebijakan Pramuka Tidak Lagi Jadi Eksktrakurikuler Wajib di Sekolah

Sekretaris Jenderal FSGI mendukung kebijakan yang tidak lagi menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib.

2 April 2024 | 09.52 WIB

Sejumlah anggota Pramuka bermain ketangkasan saat Perkemahan Pramuka Berkebutuhan Khusus di Taman Pramuka, Bandung, Jawa Barat, Kamis, 25 Oktober 2018. Kegiatan ini diikuti siswa dari 27 sekolah luar biasa. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Perbesar
Sejumlah anggota Pramuka bermain ketangkasan saat Perkemahan Pramuka Berkebutuhan Khusus di Taman Pramuka, Bandung, Jawa Barat, Kamis, 25 Oktober 2018. Kegiatan ini diikuti siswa dari 27 sekolah luar biasa. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal ,Federasi Serikat Guru Indonesia, Heru Purnomo, mengatakan, kebijakan Kemendikbudristek melalui Permendikbudristek No 12 Tahun 2024 yang tidak lagi mewajibkan Ekstrakurikuler Pramuka disekolah, sejalan dengan UU Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka yang menyatakan Gerakan Pramuka sifatnya sukarela.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Dalam regulasi tersebut juga dinyatakan bahwa Pendidikan Kepramukaan merupakan salah satu Pendidikan non formal yang menjadi wadah pengembangan potensi diri," kata Heru melalui keterangan tertulis, Senin, 1 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Heru menyebutkan ekstrakurikuler (ekskul) berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kegiatan di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Merujuk dari pengertian tersebut, maka sebenarnya seluruh ekskul prinsipnya adalah melatih anak-anak untuk berorganisasi dan memimpin  serta berprestasi. "Ketika pramuka jadi ekskul wajib dan masuk dalam penilaian hasil belajar di raport maka bertentangan. Seharusnya yang masuk di raport adalah hasil belajar dari mata pelajaran dalam kurikulum, ekskul di luar program kurikulum," ucap dia.

Menurut Heru, kegiatan ekstrakurikuler itu seharusnya tidak dipaksa sebagai kewajiban, tetapi sebagai pilihan, kerelaan, pilihan sesuai minat, bakat dan potensi anak. Kalau diwajibkan, maka peserta didik harus mengikutinya. Padahal, kata dia, "Karakter positif juga dapat ditumbuhkan oleh ekskul lain diluar pramuka, tidak khusus hanya didapat dalam kepramukaan."

Sebagai organisasi profesi guru, FSGI  menilai dan merasakan di lapangan bahwa pelaksanaan ekskul wajib Pramuka selama ini tidak jelas bentuk dan evaluasinya di sekolah. Bahkan banyak sekolah yang tidak melaksanakannya. Apalagi saat ini, kata Heru, sudah ada P3  (profil pelajar pancasila) yang diwujudkan dalam Projek P5.

Walaupun ada kewajiban sesuai dengan Permendikbud Nonomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai kegiatan  ekskul wajib, namun realitanya diserahkan ke sekolah masing-masing dan kebanyakan sekolah menjadikan Pramuka sebagai ekstra kurikuler pilihan, sama dengan ekstra kurikuler lainnya.

"Selama ini sekolah-sekolah bingung mencari pelatih pramuka, apalagi kalau diwajibkan yang berarti semua siswa di semua sekolah ikut ekskul pramuka. Akibatnya, proses pembelajaran atau pelatihannya, mengatur jadwalnya menjadi sulit. Apalagi ketika harus melakukan  evaluasi atau penilaian. Akhirnya rata-rata nilainya sama," kata Heru.

 

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus