Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menjelaskan lokasi magma Gunung Merapi saat ini. Gunung api itu kini berstatus siaga atau level III dan dianggap banyak informasi salah kaprah beredar di tengah masyarakatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mengetahui posisi magma Merapi saat ini sudah ada di mana, BPPTKG mencermati salah satunya dari pusat kegempaan atau hiposenter yang terjadi. Misalnya saja, kebetulan, pada Rabu 11 November 2020 sore, Merapi memberikan tanda berupa gempa vulkanik dangkal yang kedalamannya berada di atas 1,5 kilometer jika diukur dari puncak Merapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Maksudnya 1,5 kilometer itu tekanan gasnya, kalau magma kan tentu sampai bawah," ujar Kepala Seksi Merapi, BPPTKG, Agus Budi Santoso, Rabu.
BPPTKG sementara menyimpulkan posisi pergerakan magma Merapi saat ini sudah sangat mendekati permukaan kawah. Pergerakan magma yang dimaksud adalah yang biasa disebutkan sebagai kubah lava.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menerangkan, bahwa Gunung Merapi saat ini atau sejak statusnya dinaikkan dari waspada menjadi siaga, belum sekalipun mengeluarkan lava atau magma yang ada di permukaan. "Jadi kalau Merapi terjadi guguran, itu bukan lava-lava yang terbentuk sekarang melainkan sisa erupsi terdahulu," kata Hanik.
Dia mencontohkan lava 48 atau lava 88 sebagai lava yang terbentuk pada 1948 atau 1988. Lava itu masih di dalam Merapi karena saat erupsi silam belum terlontarkan. Hanik mengatakan, guguran yang terjadi saat ini kemungkinan besar disebabkan lava-lava tua itu sudah mulai lapuk sehingga tidak lagi kuat menahan getaran akibat intensitas kegempaan Merapi yang kian kuat.
"Jadi lava yang baru sekarang belum muncul, maka itu kalau ada informasi mengatakan 'muntahan lava' itu bukan lava yang baru," ujarnya.
Hanik pun menjelaskan seputar erupsi Merapi yang kadang sering membingungkan dan membuat publik bertanya, kapan sebenarnya Merapi akan meletus. Menurutnya, Gunung Merapi telah mengalami erupsi sejak 2018 sampai sekarang. Merapi juga mengalami erupsi pada 21 Juni 2020 lalu di mana tercatat banyak sekali gempa vulkanik dalam. Namun setelah Juni itu, gempa vulkanik dalam Merapi hanya muncul sekali saja.
Sejak pertengahan September 2020 sampai saat ini tidak terjadi gempa vulkanik dalam. Baru belakangan vulkanik dangkal muncul berbarengan dengan MP (multi phase). "Terjadi kenaikan intensitas kegempaan yang signifikan sehingga kami naikkan status itu dari waspada ke siaga. Kalau dilihat dari energinya terjadi peningkatan,” kata Hanik.
Hanik mengatakan, BPPTKG masih terus mengevaluasi perkembangan aktivitas gunung api ini sebelum menaikkan status dari level III atau siaga menjadi level IV atau awas. Berbagai indikator dianalisa seperti seismik, guguran, gempa vulkanik, deformasi atau Electronic Distance Measurement (EDM).
Hanik mengatakan yang terpenting dari fenomena erupsi Merapi tak lain adalah ancaman bahayanya. "Kalau ancaman bahaya mulai membesar, maka BPPTKG akan menaikkan statusnya," katanya seraya memastikan status Gunung Merapi masih di level Siaga dan potensi ancaman lontaran materialnya diperkirakan sejauh maksimal 5 kilometer dari puncak.