Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

KLH Desak 13 Pemilik Usaha Bongkar Proyek yang Diduga Picu Banjir di Puncak

Sanksi administrasi ini akibat kegiatan usaha yang ditengarai mengikis vegetasi dan mengganggu fungsi hidrologis di kawasan Puncak.

9 Mei 2025 | 22.39 WIB

Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Rizal Irawan, berbicara di konferensi pers seputar perkembangan penanganan penegakan hukum lingkungan hidup di gedung KLH, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Maret 2025. TEMPO/Nabiila Azzahra A.
material-symbols:fullscreenPerbesar
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Rizal Irawan, berbicara di konferensi pers seputar perkembangan penanganan penegakan hukum lingkungan hidup di gedung KLH, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Maret 2025. TEMPO/Nabiila Azzahra A.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memerintahkan 12 entitas plus satu individu untuk membongkar bangunan di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang diduga memicu banjir dan longsor. Deputi Penegakan Hukum KLH Rizal Irawan mengatakan para pihak bermasalah ini dikenai sanksi administrasi, akibat kegiatan yang menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi, serta mengganggu fungsi hidrologis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kegiatan itu bahkan tanpa dokumen lingkungan dan tanpa persetujuan lingkungan. “Kami memberikan waktu 30 hari untuk melakukan pembongkaran secara mandiri, dan 180 hari pemulihan lahan,” ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Jumat, Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Rizal, belasan perusahaan dan seorang indivdu berprofesi pengacara bernama Juan Felix Tampubolon menjalin Kerjasama Operasi (KSO) dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 1 Regional 2 Puncak. Sebanyak 12 entitas yang dimaksud, antara lain CV Mega Karya Anugrah, PT Banyu Agung Perkasa, CV Sakawayana Sakti, PT Farm Nature and Rainbow, PT Panorama Haruman Sentosa, serta PT Prabu Sinar Abadi. Ada juga PT Tiara Agro Jaya, PT Taman Safari Indonesia, PT Pelangi Asset International, CV Al-Ataar, PT Bobobox Aset Manajemen, dan CV Regi Putra Mandiri.

“PT Taman Safari bukan berarti semuanya. Hanya ada beberapa bangunan gudang dan tanaman pakan,” ucap Rizal.

Jenderal polisi bintang dua ini mengatakan 13 pihak merupakan bagian dari 33 yang memiliki KSO di wilayah PTPN 1 Regional 2 Puncak. Ada sembilan pihak lain yang menunggu pencabutan persetujuan lingkungan dari pemerintah daerah.

 

Pemanfaatan Lahan Melampaui Batas Izin

Rizal mengatakan hanya area seluas 160 hektare di atas lahan PTPN yang sudah mengantongi izin kelola. Kenyataannya, pemerintah justru menemukan ada 350 hektare lahan yang dimanfaatkan. Dia belum merincikan penyebab pemanfaatan lahan itu melewati batas.

Selain memberi tenggat 30 hari untuk pembongkaran bangunan, KLH juga memerintahkan penghentian kegiatan paling lambat tiga hari usai penerbitan surat pemberitahuan. Para pengelola lahan tadi harus mengembalikan fungsi hutan melalui penanaman kembali pada area yang digunakan, paling lama 180 hari.

“Ditanam dengan tanaman endemik atau tanaman keras di sana,” tutur Rizal.

KLH mengambil langkah penegakan hukum setelah mendengar keterangan dari ahli di bidang pencemaran dan kerusakan lingkungan. Ada juga referensi dari ahli hukum administrasi, hukum perdata, kemudian hukum pidana. Aktivitas dari 33 KSO ini disinyalir berkontribusi memicu banjir besar di Jakarta dan Jawa Barat pada Maret 2025.

 

 

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus