Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terjadi perubahan warna air di salah satu dari tiga danau kawah Gunung Kelimutu di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gunung Kelimutu memiliki tiga danau kawah, yakni kawah Tiwu Ata Polo, Tiwu Koofai Nuwamuri, dan Tiwu Ata Bupu. Dalam sepekan terakhir terjadi perubahan warna air danau kawah Tiwu Ata Polo dari hijau kebiruan, menjadi hijau tua, dan terakhir menjadi cokelat kehitaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengatakan perubahan warna air danau kawah Tiwu Ata Polo sudah terjadi sejak Desember 2018 hingga Januari 2019. Pada periode tersebut terjadi perubahan warna air danau kawah tersebut dari hijau kebiruan menjadi hijau, dan kemudian berubah kembali menjadi hijau tua, dan kembali menjadi berwarna hijau.
Kemudian pada tanggal 17 Mei 2024 air kawah kembali berubah warnanya menjadi hijau tua. “Pada tanggal 22 Mei 2024 terjadi perubahan warna menjadi cokelat kehitaman. Buaian air teramati di permukaan air kawah,” kata dia, dalam keterangannya, Kamis, 23 Mei 2024.
Wafid mengatakan, ada banyak faktor penyebab perubahan warna air danau kawah Gunung Kelimutu tersebut. “Antara lain curah hujan yang tinggi, maupun kemungkinan perubahan komposisi air danau akibat dari pelarutan batuan sehingga membuat warna air kawah berubah warna menjadi kebiruan, kehijauan atau cokelat kehitaman,” kata dia.
Namun, pemicunya masih belum diketahui. “Faktor-faktor yang memicu proses perubahan warna tersebut belum diketahui secara pasti, apakah karena pengenceran, perubahan suhu, maupun pengaruh konveksi naiknya gas dari bawah permukaan,” kata Wafid.
Wafid mengatakan Badan Geologi melakukan pemantauan pada aktivitas Gunung Kelimutu secara visual dan instrumental. Hasilnya, misalnya, pada periode 13-22 Mei 2024 pemantauan visual mendapati adanya asap dari kawah utama berwarna putih dengan intensitas tipis dengan tinggi berkisar 5-25 meter dari puncak.
Jaringan seismik yang memantau aktivitas gunung tersebut pada periode tersebut merekam 37 kali gempa vulkanik dalam, 1 kali gempa vulkanik dangkal, 14 kali gempa tektonik lokal, dan 29 kali gempa tektonik jauh. Status aktivitasnya masih relatif normal.
“Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, aktivitas Gunung Kelimutu saat ini masih berada pada Level 1 (Normal),” kata Wafid.
Kendati dalam status Normal, Badan Geologi mewanti-wanti potensi bahaya Gunung Kelimutu. “Potensi bahaya saat ini berupa erupsi freatik dengan ancaman bahaya berupa semburan air dan lontaran material di sekitar kawah. Hujan abu dapat terjadi dengan jarak dan intensitas tergantung pada arah dan kecepatan angin,” kata Wafid.
Wafid mengatakan, dalam status Normal tersebut, masyarakat diminta membatasi aktivitasnya di sekitar area kawah Gunung Kelimutu. “Masyarakat di sekitar Gunung Kelimutu dan pengunjung/wisatawan agar membatasi aktivitas di sekitar area kawah dengan tidak melewati pagar pembatas, tidak mendekati kawah danau, tidak mendekati tembusan gas dan tidak bermalam di dalam kawah untuk menghindari potensi bahaya gas beracun,” kata dia.
Gunung Kelimutu memiliki ketinggian 1.384,5 meter di atas permukaan laut. Badan Geologi menempatkan Pos Pengamatan Gunung Kelimutu di Kampung Kolorongo, Desa Koa Nora, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Menurut Badan Geologi, sejarah letusan Gunung Kelimutu tercatat sejak tahun 1867. Gunung tersebut memiliki interval erupsi sekitar 1-73 tahun. Letusan Gunung Kelimutu terakhir terjadi pada Juni 1968 dengan menghasilkan letusan freatik di kawah Tiwu Koofai Nuwamuri dengan didahului suara desisan dan semburan air cokelat kehitaman di bagian barat danau.
Pilihan Editor: Begini Cara Menambah dan Mengganti Alamat Rumah di Google Maps