Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Pemburu Batu Mulia Dunia Kesengsem Manakarra, Disebut Setengah Permata

Dari catatan museum, batu manakarra pertama kali ditemukan warga pada 2012 di Pantai Tanjung Ngalo, Mamuju, Sulawesi Barat.

29 September 2021 | 17.57 WIB

Batu manakarra atau ngalo koleksi Museum Geologi Bandung. Kredit: Museum Geologi Bandung
Perbesar
Batu manakarra atau ngalo koleksi Museum Geologi Bandung. Kredit: Museum Geologi Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bandung - Pemburu batu mulia dunia kesengsem dengan batu manakarra alias ngalo. Batu itu juga disebut setengah permata. “Karena batu manakarra mengeluarkan bercak sinar yang sangat bagus,” kata Kepala Museum Geologi Iwan Kurniawan, Rabu 29 September 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dari catatan museum, batu itu pertama kali ditemukan warga pada 2012 di Pantai Tanjung Ngalo sehingga dinamakan batu ngalo kemudian dikenal dengan batu manakarra. Lokasinya berada di wilayah pesisir Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Pada 2013-2016, batuan itu diolah menjadi perhiasan dan batu hias.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Temuan batu manakarra makin menarik pemburu batu mulia karena bentuknya ada yang berupa bola-bola bergerombol. Wujudnya seperti buah anggur dengan tingkat kekerasan mineral skala 7 mohs.

Menurut Andi Haeriah, geologis dari Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Badan Geologi, batu manakarra punya empat jenis warna. Ada batu yang kecokelatan, kehijauan, putih bening, dan ungu. “Batu ungu itu yang favorit banyak diburu pembeli luar negeri,” katanya di acara Gelar Karya Wirausaha Baru secara daring pada 28-29 September 2021.

Badan Geologi kini tengah mengangkat pamor batu manakarra untuk membangkitkan usaha mikro kecil dan menengah. Potensi ekonomi kreatifnya berupa olahan batu menjadi souvenir, perhiasan, batu akik, liontin, atau hiasan meja kerja. Harganya menurut beberapa pedagang batu mulia di acara itu, ada yang Rp 12 ribu hingga diekspor mencapai harga Rp 100 juta lebih.

Selain pemburu batu mulia di dalam negeri, peminatnya berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Asia Timur. Menurut pakar batu mulia di Bandung, Sujatmiko, batu manakarra terhitung terlambat ikut booming batu akik pada 2014-2015.

Namun, sejak ditemukan batu manakarra berbentuk bola anggur di bagian selatan Mamuju, potensinya dinilai signifikan. “Apalagi untuk suiseki, yaitu batu khusus yang mirip sesuatu tanpa dibentuk tangan,” katanya.

Walau awalnya ditemukan di pantai, lokasi penambangan batu manakarra oleh warga lokal berada jauh dari pesisir pun pusat kota. Tim dari Badan Geologi telah menyelidiki tiga lokasi penambangan di blok Pangasaan, Tanete Pao, dan Takandeang di Mamuju. “Itu (potensinya) kita jumlahkan sekitar 240 ton,” ujar Tarsis Ari Dinarna, penyelidik bumi muda di Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Badan Geologi.

Berdasarkan data lapangan, penambangan batu manakarra baru pada lokasi yang mudah ditemukan dekat permukaan. “Jumlahnya hanya sebagian kecil, sumber dayanya masih banyak,” kata Tarsis.  Semakin ke dalam sekitar 10-12 meter, potensi batu manakarra secara penggalian vertikal dan horisontal dinilai masih besar. Hasilnya tergantung teknologi penambangan yang dipakai.

 

Erwin Prima

Erwin Prima

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus