Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DAROJI baru berusia 20 tahun. Karena sekolahnya macet, seperti juga pemuda-pemuda desa lainnya di Brebes, Jawa Tengah, ia kini jadi buruh petani bawang. Dengan gajinya Rp 25 ribu per bulan, pekerjaan Daroji antara lain menyemprot ladang bawang majikannya dengan pestisida. Dan, karena itu Daroji sering keracunan. Daroji tahu pekerjaannya itu berbahaya. Tapi ia tak peduli. Tetap saja dia, seperti juga buruh tani lainnya, menyemprot secara serampangan -tanpa masker, tanpa sarung tangan, dan tidak memperhatikan arah angin. "Saya pernah keracunan dua kali," begitu pengakuan Daroji. Pertama kali, ia cuma muntah-muntah. Yang kedua, ia kontan pingsan. "Rasanya seperti mabuk bis," tambahnya tanpa nada khawatir. "Saya pernah semaput dan terjatuh di air," ujar Tarodik, 17, buruh semprot hama yang lain. Biasanya, kalau mata cuma berkunang-kunang, Tarodik merasa sembuh dengan menelan puyer Bintang Tujuh. "Nyatanya, bisa sembuh, Iho," ujarnya lebih lanjut. Jumlah petani bawang yang keracunan ternyata cukup mencemaskan. Brebes, yang mempunyai lahan bawang sekitar 11.000 ha, mempekerjakan sekitar 100 ribu buruh petani bawang. Tak heran bila Menteri Negara KLH Emil Salim pada bulan Juli tahun lalu menulis surat ke Pemda Jawa Tengah, minta agar diadakan penelitian tentang kebenaran isu keracunan ini. Hasilnya, 85% petani bawang di Brebes tercemar darahnya oleh organo phosphat -- bahan aktif dalam pestisida yang bisa mematikan serangga dan tikus. Penelitian, yang dilakukan sejak Agustus tahun lalu, digarap oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat Sayuti Elias yang bertugas di Subdinas Pembinaan Kesehatan Lingkungan (Subdin PKL) Jawa Tengah. Dalam penelitian Sayuti, yang diambil secara acak di Desa Kemuran Wetan dan Desa Kemuran Kulon, Kecamatan Tanjung, Brebes, di antara 105 petani yang diambil contoh darahnya, cuma 15 orang tidak tercemar. Bahkan 11 orang di antara korban tercemar berat. Sedangkan sisanya, keracunan ringan dan sedang, karena kadar cholin esterasa dalam darah mereka tak begitu gawat. Cholin esterasa adalah hormon dalam darah yang berfungsi mengatur susunan saraf. Kalau kadar cholin esterasa menurun biasanya diukur dengan intrometer -- maka si penderita akan kejang-kejang atau pingsan. Jika keracunan ringan, biasanya ditandai dengan perasaan mual, muntah, dan pusing. Penyembuhannya biasanya dibawa ke rumah sakit untuk diberi pertolongan napas buatan dan disuntik antrofin sulfat -- penawar racun. Penderita keracunan yang parah bisa terganggu sarafnya. Bagi yang ringan, cukup dijauhkan dari obat tanaman atau pestisida selama dua minggu, karena organo phosphat bisa larut dalam air seni atau keringat. Keracunan itu biasanya melalui kulit (karena menyemprot tanpa baju pelindung), lewat pernapasan (menyemprot tanpa memperhatikan arah angin), atau lewat mulut (setelah menyemprot, langsung pegang makanan). Mengapa angka keracunan akhir-akhir ini tinggi? "Mereka jor-joran dalam memberikan pupuk atau pestisida," ujar Suratno, 42, Kepala Subdinas Perlindungan Tanaman Pangan di Brebes. "Padahal, mereka sudah dikasih tahu cara menyemprot yang aman. Tapi, tak diindahkan." Hama bawang merah sebetulnya relatif tak ada. Yang ada, cuma penyakit tanaman. Pada tanaman bawang yang dominan ialah bercak ungu (Alternaria porri) dan embun tepung (perosphora distructor). Untuk membasmi penyakit itu, menurut petugas pertanian, cukup 4 liter pestisida per hektar. Itu pun hanya boleh dilakukan dalam lima hari sekali. Sampai bawang bisa dipanen, umumnya setelah 70 hari, penggunaan pestisida cukup 14 kali saja. Yang terjadi di Brebes, penghasil bawang terbesar di Jawa Tengah, penyemprotan hama tanaman dilakukan petani dengan empat kali lipat. Dan, ongkosnya sekitar Rp 1 juta. Padahal, lahan 1 ha itu cuma menghasilkan 9-10 ton bawang basah -- yang harga jualnya di pasaran sekitar Rp 500 per kilo. Di Brebes, kini, ada 54 kios penjual pupuk buatan dan pestisida. Dari jumlah itu hanya 14 kios yang mempunyai izin dari Departemen Kesehatan. Obat hama tersebut biasanya dijual eceran, dalam bungkus-bungkus kecil dan tanpa keterangan aturan pakai. Walau obat hama yang mengandung organo phosphat itu tidak masuk dalam daftar G, obat keras, Departemen Kesehatan, toh kalau dipakai secara berlebihan, akibatnya juga bisa gawat. Akibat pemakaian obat-obat yang secara berlebihan itu, kini sudah sulit mengembalikan lahan pada kondisi alam lagi, -dengan dosis rendah, hama hilang," ujar Suratno. Toeti Kakiailatu Laporan Yusro M. Santoso dan Slamet Subagyo (Biro Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo