Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak ada sambutan meriah untuk Diego Simeone ketika tiba di Vicente Calderon, stadion milik Atletico Madrid, akhir Desember 2011. Suasana muram justru mewarnai setiap sudut arena. Tak ada gairah, gelak tawa, apalagi toast.
Di tribun, hanya ada beberapa pendukung menyambut pelatih anyar Atletico Madrid itu. Mereka bernyanyi dengan bersemangat, terus mengulang-ulang lagu kebangsaan klub dengan suara nyaris serak: "…kami adalah yang pertama, dengan atau tanpa uang, hidup Atletico Madrid!"
Simeone datang menggantikan Gregorio Manzano, pelatih sebelumnya yang dianggap gagal. Mendung tebal memang tengah menggelayuti klub berjulukan Los Rojiblancos itu. "Atletico saat itu tengah krisis hebat," kata Profesor Jose Maria Gay, ekonom dari Universitas Barcelona. "Mereka mengalami depresi dan mulai putus asa."
Petaka itu disebabkan oleh putusan pengadilan Spanyol enam bulan sebelumnya. Para pengadil menyatakan Atletico terbukti menunggak pajak sebesar 171 juta euro. Tunggakan itu disebabkan oleh kebijakan manajemen yang memilih menggelontorkan duit besar-besaran guna menaikkan performa klub setelah tersingkir dari La Liga pada musim 2000-2002 ketimbang membayar pajak. Kini klub mesti menanggung akibatnya.
Krisis semakin parah karena ternyata klub memiliki utang tunggakan gaji pemain dan staf sebesar 343 juta euro. Jadi total utang di pengujung 2011 itu mencapai 514 juta euro. "Atletico harus membayar 17 juta euro setiap tahun ke bank," kata Presiden La Liga, Javier Tebas. Asal tahu saja, nilai total utang itu cukup untuk membeli lima pemain sekaliber Cristiano Ronaldo.
Apa akal? Untuk menghindari karam, Atletico segera melego bintang-bintangnya, seperti Diego Forlan, David de Gea, dan Kun Aguero. Total, dari penjualan delapan pemain, klub meraup dana 75 juta euro. Sebagian besar duit itu digunakan untuk mencicil utang dan membayar tunggakan pajak.
Transfer Aguero sebesar 50 juta euro, misalnya, langsung dikirim ke kas pemerintah Spanyol untuk mencicil tunggakan pajak. Menurut CEO Atletico Madrid, Miguel Angel Gil, utang baru benar-benar akan lunas dalam 20 tahun ke depan. Berat!
Tapi Simeone ogah ambil pusing terhadap urusan duit itu. "Jika harus bermain di lapangan berlumpur, saya akan melakukannya," ujar Simone. Ia lalu meminta semua pemain, staf pelatih, dan manajemen berhenti mengeluh.
Pusat perhatian Simeone kini pada mental pemain dan laga di lapangan. Strateginya adalah segera menyelamatkan dan meningkatkan moral mereka. Kepercayaan diri pasukannya memang tengah di titik nadir saat itu. Ia pun mulai mendekati satu per satu pemain, mengajak berbicara secara pribadi.
"Dia juga meminta staf menyiapkan meja besar dan mewajibkan semua pemain makan bersama," kata asisten pelatih Oscar Ortega. Asisten ini kagum karena Simeone mampu menciptakan kebersamaan komunitas di hari pertama kedatangannya.
Pendekatan mantan pemain nasional Argentina itu memang manjur. Semangat Simeone menyebar cepat. Suasana ruang ganti menjadi ceria lagi. Tak hanya itu, dia menyuntikkan "api" ke dalam hati pemainnya. Suatu hari, sebelum berlatih, Simeone menatap anak asuhnya satu per satu dan berkata, "Saya tidak bisa bekerja sama dengan pemain manja. Kalian harus bekerja keras setiap hari. Atau pergi!"
Dan "racun Simeone" bekerja dengan baik. Tim yang semula compang-camping itu menjelma menjadi pasukan yang memiliki keberanian dan kolektivitas serta bersedia bertarung tanpa kompromi. Atletico bersalin rupa menjadi kesebelasan yang diperhitungkan siapa saja. Hasilnya, di akhir musim 2012/2013, klub ini nangkring di peringkat ketiga klasemen-di bawah Real Madrid dan Barcelona. Atletico juga memboyong Piala Raja, setelah tahun sebelumnya menjuarai Liga Europa.
Dan hari ini, di La Liga, Atletico sukses mendongkel kekuasaan dua klub tajir, Real Madrid dan Barcelona. Setidaknya, hingga pekan ke-33, klub ini memimpin klasemen dengan 82 poin, meninggalkan Real Madrid di peringkat kedua dengan 79 poin dan Barcelona di urutan ketiga dengan 78 poin.
Di Eropa, Atletico melenggang sebagai salah satu klub elite setelah masuk semifinal Liga Champions. Tidak tanggung-tanggung, hal itu dilakukan dengan menyingkirkan Barcelona di perempat final. Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir, Los Rojiblancos menembus semifinal Liga Champions.
Bagaimana semua itu bisa terjadi? Ini memang seperti orkestra yang mengalun harmonis. Di lapangan, Simeonelah yang memegang kendali. Sedangkan di luar garis, manajemen melakukan serangkaian langkah penghematan besar-besaran. Pertama, anggaran untuk membeli pemain di musim pertama Simeone hanya 4,8 juta euro. Bandingkan dengan Barcelona atau Real Madrid, yang masing-masing menggelontorkan 35 juta euro.
Setahun kemudian, yakni awal musim 2013/2014, Atletico menaikkan anggaran belanja menjadi 35 juta euro. Tapi anggaran Barcelona pun naik menjadi 73 juta euro. Sedangkan Real Madrid menggelontorkan dana hingga 175 juta euro!
Langkah berikutnya adalah mempromosikan pemain-pemain muda binaan akademi sendiri. Mereka antara lain Jorge Resurrección Merodio alis Koke, Mario Suárez Mata, Gabriel Fernández, dan Oliver Torres. Terbukti, pendidikan di akademi cukup yahud. Para pemain itu mampu bersaing dengan pemain elite mana pun.
Selain itu, Atletico meminjam pemain dari klub lain. Yang termasuk golongan ini adalah Diego Ribas yang dipinjam dari VfL Wolfsburg, Jose Sosa dari Metalist Kharkiv, dan Thibaut Courtois dari Chelsea. Biaya peminjaman mereka relatif murah. Jose Sosa, misalnya, dipinjam dengan biaya 1,5 juta euro. Sedangkan nilai transfer Courtois 1,05 juta euro. Ini jelas lebih murah ketimbang membelinya. Sebab, harga Courtois saat ini mencapai 22 juta euro.
Pilihan meminjam ini memang ibarat tumbu ketemu tutup-bertemunya dua kepentingan yang saling mengisi. Chelsea terpaksa meminjamkan pemain karena memang tengah berkelebihan. Secara bersamaan, klub yang bermarkas di London ini juga tengah berusaha lolos dari sanksi aturan Financial Fair Play, yakni regulasi tentang penghapusan kesenjangan finansial antarklub. Aturan itu mewajibkan klub membatasi kerugian. Dan meminjamkan pemain adalah salah satu caranya.
Siasat lain yang diterapkan Atletico adalah membeli pemain berharga murah. Maka Atletico berhasil memboyong David Villa dari Barcelona dengan banderol hanya 5,1 juta euro. Meski harganya murah, mutunya dijamin bagus. Villa terbukti mampu menyumbangkan 13 gol dan 4 assist.
Simeone juga memanggil pulang Diego Costa, yang dipinjamkan ke Rayo Vallecano. Tentu saja tak ada biaya untuk pemulangan Costa. Dan lihatlah aksi Costa. Ia telah mengemas 33 gol dari 36 penampilan di semua ajang kompetisi musim ini. Atletico makin berkilap dengan penampilan apik Koke. Pemain yang dipromosikan dari tim lapis kedua Atletico Madrid ini sudah menyumbangkan 7 gol dan 15 assist.
Pencapaian keren ini diakui pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti, dengan sebuah pujian. "Saat melihat timnya bertanding, Simeone sejatinya sedang melihat dirinya sendiri: seorang pemain bernapas kuda yang bermain dengan keras dan tanpa rasa lelah."
Rasa hormat juga disampaikan pemainnya. "Sulit mempercayai kami bisa melangkah sejauh ini mengingat dana yang kami miliki. Dia (Simeone) menjadikan impian ini begitu nyata," kata Tiago, pemain tengah Atletico.
Namun Simeone punya cara pandang sendiri melihat laju klubnya. Bagi dia, biarlah semua impian tetap berada di tribun penonton, "Berada di benak semua pendukung kami yang menghidupkannya," kata El Cholo-julukan Simeone. "Sedangkan pemain harus tetap hidup dalam kenyataan. Tetap berlatih dan bekerja keras!"
Filosofi yang sederhana, bukan? Tapi tak banyak orang yang mampu mewujudkan hal sederhana itu menjadi sebuah pencapaian besar. Dan El Cholo salah satunya.
Dwi Riyanto Agustiar (Reuters, Sky Sports, Deloitte, Telegraph)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo