Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sensasi yang Terhenti

Sejumlah dara membuat kejutan di turnamen tenis Prancis Terbuka. Generasi baru tenis dunia.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melayani kelincahan seorang pemain belia membuat Amelie Mauresmo terengah-tengah. "Saya baru berusia 24 tahun, tapi rasanya sudah sangat tua," ia berkata sambil menggelengkan kepala. Petenis Prancis yang pernah menghuni peringkat satu dunia ini merasakan pukulan telak di turnamen Prancis Terbuka, Selasa pekan lalu. Ia dikalahkan oleh Ana Ivanovic, 17 tahun, dari Serbia dengan skor 4-6, 6-3, 4-6.

Tak hanya Mauresmo, pukulan serupa juga dialami oleh Venus Williams, 25 tahun. Petenis Amerika yang sudah mengoleksi 32 gelar juara ini juga takluk di babak ketiga dari pemain muda asal Bulgaria, Sesil Karatantcheva, dengan skor 6-3, 1-6, 6-1. "Ini mengejutkan dan mengecewakan," ujarnya. Venus juga rada malu karena dikalahkan oleh pemain yang baru berusia 15 tahun.

Berkat kemenangan itu, Sesil yang kini menempati peringkat 98 dunia itu menuai banyak sanjungan. Dia disebut-sebut sebagai calon ratu tenis masa depan. Venus pun ikut memujinya, "Sesil memiliki kelebihan mental dibanding saya saat berusia sama."

Sesil dan Ivanovic adalah sensasi sekaligus fenomena baru. Sejumlah media menyebut dua gadis ini sebagai generasi baru petenis dunia dan akan segera mengukuhkan dominasinya.

Di belakang mereka masih ada lagi sederet nama yang juga mulai menunjukkan prestasi gemilang. Di antaranya Alize Cornet, 15 tahun. Petenis asal Prancis ini berhasil melaju ke babak kedua sebelum dikalahkan oleh senior dan juga idolanya, Amelie Mauresmo. Ada juga Nicole Vaidisova, 16 tahun, asal Chek, yang juga berhasil melaju ke babak kedua.

Diperkirakan, Sesil dan kawan-kawan akan segera mengikuti jejak Maria Sharapova, 18 tahun. Petenis Rusia ini sudah lebih dulu melejit dan kini menghuni peringkat dua dunia.

Lahir di Nyagan, Rusia, pada 19 April 1987, Sharapova sudah memperlihatkan bakat cemerlangnya sejak kecil. Ayahnya, Yuri Sharapov, lalu mengambil langkah nekat. Bermodal uang pinjaman sebesar US$ 700, dia membawa anaknya yang baru berusia tujuh tahun ke Bradenton, Florida, Amerika Serikat, untuk dimasukkan ke sekolah tenis Nick Bollettieri. Sekolah ini sebelumnya telah menghasilkan tokoh-tokoh kondang seperti Andre Agassi dan Monica Seles.

Ayah Sharapova pun harus rela bekerja serabutan untuk menyokong anaknya. Pengorbanan ini kemudian terbalas karena prestasi Sharapova langsung melesat, meraih berbagai gelar juara, termasuk menjuarai turnamen grand slam Wimbledon tahun lalu.

Sesil Karatantcheva menempuh langkah serupa. Lahir di Sofia, Bulgaria, pada 8 Agustus 1989, petenis ini memiliki kemauan keras. Dia belajar bahasa Inggris lewat lagu-lagi Spice Girls. Saat berusia 11 tahun, Sesil sudah melanglang buana mengikuti berbagai turnamen.

Suatu ketika, dia mengikuti sebuah turnamen tenis di Amerika. Sempat hadir saat itu Nick Bollettieri, pelatih tenis sekaligus pemilik sekolah tenis di Florida. Dengan berani, Sesil mendatanginya dan meminta pelatih kondang ini menonton pertandingannya. "Maaf, saya Sesil. Saya berusia 13 tahun. Bisakah Anda menonton saya bertanding?" Semula Bollettieri menolak dengan alasan sibuk, tapi Sesil terus merengek. "Ayolah Pak, lihat saya bermain. Saya bagus, lho."

Bollettieri akhirnya luluh, mengirim salah satu anak buahnya untuk melihat permainan Sesil. Hari itu juga Sesil langsung mendapat beasiswa di sekolah Bollettieri. Sejak itu, kemampuan petenis ini terus melonjak. Berbagai prestasi diraihnya, termasuk juara Prancis Terbuka yunior tahun lalu.

Sebenarnya Ivanovic juga memiliki kesempatan untuk berlatih di Florida. Tapi dia memilih tetap tinggal di kampung halamannya di Bulgaria sambil melanjutkan sekolah. Untuk memoles bakatnya, ayahnya yang mantan pebasket mendatangkan pelatih Zoltan Kuharsky asal Hongaria dan seorang manajer dari Swiss.

Di bawah polesan pelatihnya, Ivanovic yang berwajah cantik ini terus memperlihatkan kemajuan. Tahun ini ia melaju ke final turnamen di Canberra, Australia, masuk semifinal di Warsawa, serta mencapai babak ketiga turnamen grand slam Australia Terbuka. Peringkatnya pun melonjak dari 705 pada awal 2004 menjadi 31 saat ini.

Kemajuan gadis ini juga diakui oleh petenis Amelie Mauresmo. Tahun ini sudah empat kali Ma-uresmo bertemu dengannya. Tiga pertandingan ia menangi. Tapi, dalam pertemuan terakhir di Roland Garros pekan lalu, ia akhirnya kalah. Dia melihat permainan Ivanovic terus meningkat. "Bila mampu menjaga konsistensi permainannya, dia akan mampu masuk jajaran petenis 10 besar dunia," katanya.

Sayang, keperkasaan Ivanovic di lapangan tanah liat Roland Garros berakhir Rabu pekan lalu. Dia tersingkir di babak perempat final setelah dikalahkan pemain Rusia, Nadia Petrova.

Peruntungan Sharapova di Prancis Terbuka juga tak lebih baik. Petenis yang kini jadi rebutan sponsor ini takluk dari mantan petenis nomor satu dunia asal Belgia, Justine Henin-Hardenne, setelah menjalani pertarungan dua set 6-4, 6-2. Hasil ini pun makin mengentalkan cap: Sharapova bukanlah pemain yang piawai di tanah liat.

Kekalahan itu juga membuat ambisinya untuk menjadi petenis nomor satu dunia kembali kandas. Sebelumnya, Sharapova tak mampu pula meraih posisi bergengsi itu setelah gagal menjadi juara di turnamen Jerman Open dan Roma Master sepanjang Mei lalu. Toh, dia tak putus asa. "Seorang pemain tak bisa selalu menang. Saya kalah hari ini, tapi kesempatan lain akan datang lagi, dan saya akan berusaha lagi," katanya.

Nasib serupa juga dialami Sesil. Dia gagal memecahkan rekor pemain termuda yang menjuarai ajang ini setelah kalah dari petenis Rusia lainnya, Elena Likhovtseva. Rekor pemain termuda saat ini masih dipegang Monica Seles, yang menjadi juara pada 1990 saat berusia 16 tahun enam bulan.

Toh, keberhasilannya mencapai perempat final Prancis Terbuka, terutama kesuksesan mengalahkan Venus Williams, dirasakan seperti sebuah mimpi. "Ini terlalu cepat," ujarnya.

Dia telah berusaha mengontrol diri agar tidak terlalu mabuk kemenangan, tapi kurang berhasil. Terbukti dia gagal melaju ke babak berikutnya. Kendati begitu, keberhasilannya melaju sampai ke perempat final membuat kantongnya menggelembung dengan tambahan hadiah US$ 135 ribu. Lonjakan peringkat pun akan segera dialaminya.

Karena aturan asosiasi tenis dunia (WTA) yang membatasi jumlah turnamen profesional yang diikuti pemain yunior, Sesil tahun ini hanya bisa tampil di dua turnamen lagi. Salah satunya, dia memilih turnamen grand slam Wimbledon bulan depan. Di sana dia punya peluang bertemu Maria Sharapova. Ini akan jadi pertandingan menarik. Sesil ingin sekali mempecundangi seniornya.

Tahun lalu, sesumbar itu sudah pernah ia lontarkan. Tapi, di Australia Terbuka Januari lalu, Sesil belum bisa menaklukkan Sharapova. Kini, setelah membuat kejutan pada Prancis Terbuka, Sesil tampak lebih percaya diri. "Saya akan hadir di sana (Wimbledon), bukan sebagai superstar, hanya sebagai Sesil," tuturnya sambil tersenyum.

Nurdin Saleh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus